Senin, 19 Desember 2011

.:: Eeniee Meeniiee ::. pt. 10

***

      Izal keluar dari kamar mandi kamarnya, lalu merebahkan dirinya diatas tempat tidur, memandang langit-langit kamarnya pikirannya bercabang ke segala jurusan.
      Hari ini, semua yang terjadi benar-benar di luar dugaan. Harusnya dia pulang dengan senyum mengembang karena Sofi telah menjadi miliknya. Tapi kenyataannya… Izal tak habis fikir, ternyata Sonia sepicik dan semunafik itu. dia cewe rubah, dan rubah itu sekarang jadi miliknya. Dan Sofi,, bagaimana keadaannya sekarang? Apa dia udah sadar? Gimana kalo Sofi sampai tau soal hubungannya dengan Sonia nanti?
      “haaaahh… kenapa gue tiba-tiba jadi cowo brengsek begini sih?!! Gue nembak Sofi, tapi kenapa malah jadian sama Sonia?? engga. Gue ga brengsek. Sonia yang brengsek. Kalo begini gue jadi ga berani ketemu Sofi. Gue ga siap buat jelasin ke dia. AARRRGGGHH. Sialan. Brengsek semuanya!!”
      Izal mengacak rambutnya. Frustasi.
      ‘ddrrtt… drrtt… ddrt…’ hp Izal bergetar. 1 message. Izal membuka inbox nya.
      From: Sonia
      Izal, lo milik gue sekarang.
      I love u… :*

BRAK. Izal membanting hp nya. Hp blackbocor itu langsung hancur seketika. Dengan jeroan berupa batrai, sim card, dan MMC yang berserakan di lantai.
      “ga semudah itu lo bisa dapetin gue Sonia. liat aja, lo bakal nyesel uda mint ague jadi cowo lo.”
      Izal tersenyum sinis, lalu memejamkan matanya. berlayar ke pulau mimpi, berharap bisa mendapatkan kenyataan yang lebih indah saat dia kembali.

***

      Sonia mengotak-atik hp nya bosan. Izal tak membalas smsnya. Ga kaget sih. sebenernya dia juga sudah tau Izal tidak akan membalas sms nya. Mungkin sekarang Izal membencinya. Kini daftar orang yang mengetahui borok persahabatannya dengan Sofi bertambah 1. Izal sekarang sudah tau semuanya, ditambah dengan Susan, totalnya jadi 2 orang sekarang. Ok. baru 2 orang dan mungkin suatu saat nanti akan bertambah menjadi 3, 4, 5, dan akhirnya seluruh sekolah tau. bahwa dia dan Sofi ga lebih bagus dari buah kedondong. Mulus di luar, tapi berduri di dalam.
      “lo boleh aja benci sama gue. Tapi kebencian lo ga akan ngerubah apapun. Lo cowo gue sekarang. Dan selamanya bakalan tetep jadi cowo gue. Gue tau ini ga gampang. Gue tau lo bakal berontak. Tapi lo harus tau, keinginan gue buat hancurin Sofi dan miliki lo lebih besar dari pada kekuatan lo buat berontak dan lepas dari gue.”

      ***

      Kepalaku rasanya pusing dan berat. Perlahan, aku mencoba membuka mataku. Yang kulihat hanya pemandangan kamar yang serba putih.
      “sayang,, kamu sudah sadar?” aku mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat familiar di telingaku, lalu aku merasa tangan halusnya membelai wajahku. Aku mengernyitkan dahiku memandang wanita cantik itu, pandanganku masih buram.
      “mama…” panggilku lemah setelah bisa melihatnya dengan jelas. “mama… ini dimana? Sofi kenapa? kok kepala Sofi rasanya pusing banget?” tanyaku sambil mengusap kepalaku yang terasa berat dan berputar-putar.
      “kamu di rumah sakit sayang. tadi malam kamu kecelakaan.” Jelas mama sambil membelai rambutku. Aku kecelakaan?? aku memejamkan mataku seraya mengingat, apa yang terjadi sampai aku harus terbaring di sini.
      “Izallll… awas……!!!” Sofi mendorong Izal ke tepi. Tubuhnya terjatuh bersama Izal. motor itu lewat begitu saja dan mereka selamat. Setidaknya selamat dari tabrakan motor itu.
      “Sofi,, lo ga papa kan??” tanya Izal pada Sofi yang ada di pelukannya.
      “zal,, lo,, ga,, pa,, pa,,?” Sofi balik bertanya seraya melepaskan pelukan Izal, tangannya menyentuh wajah Izal yang tampak shock, tapi tidak terluka sedikit pun.
      “engga. Gue ga papa. Lo ga papa kan??” tanya Izal panik.
      “syu…kur…lah. Ka…lo. Ga-pa-pa.”
      Dan aku ingat sekarang. Aku ingat tentang Izal yang nyaris tertabrak motor, dan aku mencoba menyelamatkannya. Aku memeluknya dan mendorongnya ke pinggir, kita berdua jatuh, dan kepalaku kebentur batu. Ouch… itu sakit banget. aku mengusap kepala belakangku yang terasa nyeri.
      “mama panggilkan dokter dulu ya sayang.” kata mama sambil beranjak pergi. Aku mengangguk. Lalu melirik Kak Theoo yang tertidur di sofa. Ada Kak Theoo juga?
      Tak lama kemudian mama kembali bersama dokter dan suster yang langsung memeriksaku. Pertama, dokter memeriksa detak jantungku dengan stetoskopnya, setelah itu memeriksa tekanan darahku, aku melihat suster yang sedang menyiapkan obat untuk di suntikan padaku, lalu memberikannya pada dokter. Aku sedikit berjengkit ketika dokter menyuntikan obatnya. Meskipun lewat selang infuse, tapi tetep aja berasa kayak di gigit nangkrang.
      “kondisinya sudah membaik. Tinggal proses pemulihan dan membuka jahitan di bagian kepalanya setelah lukanya kering nanti.” Jelas dokter. Mama mengangguk. “saya sudah menyuntikkan obat untuk mempercepat penyembuhan lukanya, tapi meskipun begitu, Sofi harus tetap meminum pilnya sebagai obat penenang dan penghilang rasa sakit. nanti saya tuliskan resepnya.”
      “baiklah. Terimakasih dokter.” Kata mama.
      “ya sudah, saya permisi dulu. Sofi, jangan lupa minum obatnya yah. harus dihabiskan.” Kata dokter itu sambil tersenyum padaku, lalu beranjak pergi.
      “mama kok bisa tau kalo aku kecelakaan?”
      “tadi malam Kakak mu yang kasih tau mama. tapi mama ga bisa langsung kesini, penerbangan terakhir jam 11 malam, dan waktu Kakak mu telfon udah jam 1 pagi, jadi mama ambil penerbangan pertama hari ini. pagi-pagi banget. mama hawatir sama keadaan kamu, apalagi kata Kakak mu, kamu masih belum sadar juga. tapi mama senang kamu sudah sadar sekarang.” Jelas mama panjang lebar. Aku melirik Kak Theoo yang menggeliat malas di sofa lalu menarik selimut menutupi tubuhnya dengan mata yang masih terpejam.
      “Kakak mu pasti kecapean, dia begadang semalaman nungguin kamu sadar, dan baru tidur tadi pagi waktu mama datang.”
      “um,,, ngomong-ngomong mama sendirian aja? papa mana?” tanyaku yang tak merasakan kehadiran papa.
      “papa mu sekarang lagi di Bangkok. Ada urusan sama clien nya. Mungkin besok baru bisa kesini.” Jawab mama. bibirku membulat membentuk huruf vocal ‘O’.
      Aku memandang jam besar di dinding kamarku. Waktu menunjukkan pukul 1 siang. Kalo aku sekolah, bentar lagi waktunya pulang. Hem,,, sebel juga kalo sakit begini, ga bisa sekolah. Berarti ga bisa ketemu Izal. ngomong-ngomong, Izal apa kabar yah? dia ga luka kan? kemaren sih dia bilang dia ga papa. Tapi,,, aku masih hawatir sama dia.
      ‘ceklek’ pintu kamar mandi terbuka. Kak Theoo keluar dari dalam Cuma pake kaos putih polos en celana boxer Bernard bear, sambil mengeringkan rambutnya dan bersiul ria. Ckckck… riang bener kayaknya. jangan-jangan dia mikir kalo kita lagi liburan, terus nginep di hotel lagi. Hello,,, ini rumah sakit Kakak… dan adek lo lagi terbaring lemah disini…
      “kenapa liat-liat? ga nyangka yah punya Kakak seksi begini.” Kak Theoo ke pe-de an. Aku pasang ekspresi pengen muntah. “ye… kamu mah, ga lagi sakit, ga lagi sembuh nyolotinnya ga ketinggalan. Bilang iya kek, sekali-kali nyenengin hati Kakaknya napa?” gerutu Kak Theoo sambil melemparkan handuk basahnya padaku.
      “isshhh… pake baju gih, malu tau kalo ada dokter. Dipikir ini lagi liburan apa?!” aku melemparkan kembali handuk itu ke Kak Theoo.
      “yee,,, justru biar ga tegang, makanya anggep aja kayak lagi liburan.” Kak Theoo mencubit hidungku, lalu memakai celana jeans dan blazer nya.
      “eh, Kakak, aku pinjem hp nya dong.” Pintaku, aku memutuskan untuk menelfon ato se ga nya sms Izal, aku pengen tau keadaannya. Kak Theoo yang sekarang asik dengan tabletnya ga banyak omong untuk menggodaku dan langsung menyerahkan hp nya.
      Aku langsung memencet-mencet keypadnya, memasukan nomor Izal, moga aja ga salah, soalnya aku ga afal nomernya. Dan hp ku,, hilang di TKP, mungkin jatoh pas aku kecelakaan.
      081948079xxx… call
      ‘nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi…’

***

      “Izal… lo kemana aja sih? di sms ga masuk-masuk, di telfon ga nyambung-nyambung.” Sonia yang melihat kedatangan Izal langsung menggandeng tangannya. Izal yang risih langsung melepas tangan Sonia.
      “apaan sih lo. Gue gerah tau. ga usah nempel-nempel.” Protes Izal yang tepar di mejanya. Cape banget abis tanding footsal di GOR, tinggal jam terakhir gini, harusnya dia pulang aja, tapi nanti ada ulangan harian. Males banget kalo harus ikut susulan. Ga bisa nyontek :p
      “zal, lo tu punya hp diaktifin napa, gue jadi susah nih mo hubungin lo.” Gerutu Sonia.
      “hp gue rusak.” Timpal Izal dingin.
      “rusak?” Sonia heran.
      “iya. lo balik ke tempat lo sana. Uda mo masuk nih. gue mo belajar. Nanti ulangan kan.” Izal mengeluarkan buku-bukunya lalu (brak) meletakannya diatas meja dengan kasar. Sonia menarik nafas panjang. Mungkin Izal memang membencinya, dia tak pernah sekasar ini. tapi ga papa. Kalo Izal pikir dengan bersikap kasar bakal membuat Sonia nyerah en mutusin dia, berarti Izal salah. SALAH BESAR. Tanpa banyak bicara Sonia beranjak dari sisi Izal lalu kembali ke tempatnya.
      *skiiiip…
      ‘ting tung ting tung’ terdengar bunyi bel rumah Izal setelah Sonia menekannya. Sonia tersenyum puas memandang blackforest yang dibawanya. Pulang sekolah tadi Sonia langsung pergi ke supermarket untuk membeli bahan-bahan kue dan hasilnya… taraaaa. Blackforest yang sengaja dibuatnya untuk Izal terlihat menggoda dengan kepingan coklat, cream susu dan cerry diatasnya. Soal rasa… ga perlu di ragukan lagi. Sonia emang spesialisnya kalo dalam masalah masak memasak. Bahkan waktu kecil Sonia sering ikut kompetisi masak dan memenangkannya. Ini satu-satunya kelebihan yang dimilikinya tanpa harus memanipulasi keadaan. Tanpa harus operasi pelastik dan suntik vitamin untuk menjadi putih dan cantik, tanpa harus les vocal untuk bisa lolos audisi paduan suara, tanpa harus membuang uang lebih banyak lagi untuk mengalahkan Sofi. Karena Sofi yang memang payah dalam hal memasak, sudah kalah telak dengan bakat alami yang dimilikinya.
      ‘ceklek’ pintu terbuka dari dalam. Seorang wanita cantik berambut pendek berdiri dihadapannya. Wanita yang merupakan mama Izal itu mengernyit ketika memandang Sonia, ekspresi Sonia ga jauh beda dengannya. Kayaknya pernah liat?
      “Tante…?” gumam Sonia lirih.
      “kamu… kamu Sonia kan? pacarnya Rendi?” tanya mama ragu-ragu. Sonia nyengir. perasaan ini rumahnya Izal deh. Kenapa jadi ada mamanya Rendi? Jangan-jangan gue dapet alamat palsu. Pikir Sonia ngaur.
      “kamu cari Rendi? Ayo masuk, Rendinya ada kok, lagi tiduran di kamarnya.” Jelas mama mempersilakan Sonia masuk.
      “um,,, sebenernya,,, Sonia nyari Izal tante, kok malah sampe kerumahnya Kak Rendi yah?” tanya Sonia polos.
      “kamu nyari Izal?” mama heran. “um,, Izal baru selesai makan siang, mungkin sekarang dia lagi mandi. Sebentar, tante panggilkan. Kamu duduk dulu yah.” kata mama ramah. Sonia mengangguk lalu duduk di sofa ruang tamu. Masih bingung. Dia yakin ini bukan alamat palsu. Beberapa waktu yang lalu dia juga datang ke rumah Izal dan rumah inilah yang dia dia datangi, bahkan sofa yang dia duduki sekarang juga sama dengan sofa yang didudukinya dulu. tapi kenapa tiba-tiba jadi ada mamanya Rendi? tadi mamanya Rendi bilang apa? Rendi lagi tiduran dikamar? Jadi Rendi ada disini? kok bisa? Rendi bukanya tinggal di apartemen? Kenapa Rendi bisa ada di rumah Izal? Sonia sibuk dengan fikirannya yang penuh dengan soal-soal.
      Sementara itu…
      Izal baru saja selesai membersihkan dirinya. Memandang wajah tampannya di dalam cermin. Lalu mulai bersiap-siap. Hari ini dia ingin menjenguk Sofi di rumah sakit. sehari ga ketemu, kangen banget rasanya. Mungkin sekarang keadaannya uda beda, Izal sendiri masi belum tau cara jelasin keadaan ini ke Sofi.
      “argh… sialan lo Sonia. gara-gara lo gue jadi keki mo ketemu Sofi.” Umpat Izal. lalu meraih kunci mobilnya yang ada diatas meja belajarnya. Tapi, matanya tertuju pada sebuah bingkisan yang juga ada disana. Izal meraih bingkisan itu, dan melihat isinya. Ternyata foto-fotonya dengan Sofi saat di fotobox kemarin.
      “Sofi,, Sofi,, gue harap lo masih bisa senyum kayak gini meskipun lo uda tau semuanya.” Izal mengelus wajah Sofi yang sedang tersenyum dalam foto itu.
      “(tok… tok… tok…) Izal,,, ada yang nyari kamu tuh,” kata mama dari balik pintu.
      “iya ma,, bentar lagi Izal keluar.”
      Izal menuruni tangga, dan langsung buang muka ketika melihat Sonia yang tersenyum padanya.
      Tu anak ngapain kesini sih? tau dia yang dateng, gue ga keluar deh. Rutuknya dalam hati.
      “ngapain lo kesini?” tanya Izal ketus.
      “gue… mau ngasih ini.” Sonia menyodorkan blackforest yang di bawanya. Izal menatap blackforestnya. ga mood. “diliatin mulu, terima dong.” Sonia menjejalkan blackforest itu ke tangan Izal.
      “mah, ada cake nih, dari Sonia.” Izal menyodorkan cake pada mamanya yang baru saja keluar dari dapur sambil membawakan minuman. Sonia mengernyit, bukan karena Izal yang menyerahkan cake itu pada mamanya, tapi karena dia mendengar Izal memanggil wanita yang dia ketahui sebagai mamanya Rendi itu dengan sebutan ‘mama’.
      “wah, kelihatannya enak. Ini buatan kamu sendiri?” tanya mama sambil menerima kue dari Izal. Sonia hanya tersenyum.
      “ngasih kuenya udah kan.. lo pulang gih. Gue mo pergi.” Kata Izal dingin sambil menggulung lengan kemejanya.
      “Izal, kamu sama temen kok kasar begitu sih?” tegur mama. Izal pura-pura ga denger.
      “lo mo pergi kemana? gue ikut yah…” Sonia memeluk lengan Izal. Izal melengos kesal.
      “mah, Izal pergi dulu yah.” kata Izal yang ga peduli dengan tingkah Sonia. lalu mencium punggung tangan mamanya.
      “kamu mau kemana?”
      “mo jenguk Sofi ma.” Jawab Izal santai lalu pergi.
      Sofi? Gumam Sonia tanpa suara. “um,, Sonia ikut Izal ya tante.” Sonia ikut mencium tangan mama lalu menyusul Izal yang hampir melewati pintu depan.
      “Sonia itu bukannya pacar Rendi? kenapa malah pergi sama Izal?” gumam mama tak mengerti. lalu beranjak dari tempatnya sambil membawa cake dari Sonia.
      “Rendi…” mama menghentikan langkahnya melihat Rendi yang setengah berlari menuruni tangga.
      “ma, Rendi pergi sebentar yah.” kata Rendi buru-buru, mencium tangan mamanya lalu pergi. Mama menggeleng lalu melanjutkan langkahnya menuju dapur.

***

      “zal, lo tadi manggil mamanya Rendi apa? Mama?” tanya Sonia yang masih tak mengerti.
      “iya. kenapa?” jawab Izal dingin. Dia memang sengaja membiarkan Sonia ikut dengannya. Izal pikir percuma saja nyegah Sonia, karena Izal tau Sonia pasti bakalan maksa. Timbang buang-buang waktu buat ngotot-ngototan sama dia, mending langsung pergi aja. toh Sonia ga minta gendong ini. biarin aja dia ikut.
      “gue bingung.” Jawab Sonia jujur. dia memang pernah ke rumah Izal, tapi dia belum pernah bertemu mamanya karena waktu Sonia kesana, orang tuanya sedang ada arisan keluarga. Dan soal Rendi,,, waktu pacaran dulu, Rendi pernah membawa Sonia ke apartemennya. Sonia juga tak bertemu orang tua Rendi disana, karena Rendi bilang dia tinggal sendiri, dan Sonia baru ketemu orang tua Rendi saat ulang tahun Sofi, lalu ketemu lagi dirumahnya Izal. dan Izal memanggilnya mama?
      “nyokap gue sama nyokapnya Rendi kan sama.” Jelas Izal singkat. Masih dengan nada yang sama. Dingin.
      “apa?! Jadi,, lo sama Rendi,, sodaraan?”

***

      Rendi fokus di belakang kemudinya. Matanya tak pernah lepas dari mobil Izal yang ada di depannya. Rendi memang sengaja mengikuti Izal, dia ingin melihat keadaan Sofi. Sebenarnya sudah sejak tadi pagi Rendi ingin menjenguk Sofi, tapi masalahnya dia tak tau rumah sakit tempat Sofi dirawat, dia juga ga mungkin tanya pada Izal. gengsi dong. Kalo sms Sofi malah tambah ga mungkin. Masa’ orang lagi koma mo diajak smsan? Kenapa ga diajak chatting ato wtw an aja sekalian hah. Yang kayak gitu mah namanya koma-kin-gila. Ga ada cara lain, dia harus sabar nungguin Izal pulang. Dia tau Izal pasti bakalan jenguk Sofi, dan inilah saatnya.
      Tapi,,, ada satu hal yang membuat Rendi tak mengerti. kenapa tiba-tiba ada Sonia dateng ke rumahnya? Ok. dia tau Sonia dan Izal berteman. Tapi, dateng ke rumah cowo trus ngasih cake apalagi itu buatannya sendiri, itu bukan hal wajar.
      Cemburu sih engga. Toh dia udah mantan. Cuma aneh aja. apa mereka ada maen-maen. Tapi, bukannya Izal itu suka banget sama Sofi? Bukan dari perkataan marco aja, tapi Rendi juga liat sendiri, ekspresi ade nya kalo abis jalan ato sekedar telfonan ma Sofi. dia tau banget arti ekspresi itu. sudah sangat jelas Izal lagi kasmaran. Tapi soal Sonia? ok. itu PR yang harus dia selesein sebelum dia memulai tugasnya. Rendi tau, ngancurin Izal dengan cara ngrebut Sofi dari dia itu ga gampang. Sofi sama kasmarannya kayak Izal. Sofi ga pernah berhenti senyum kalo lagi cerita soal Izal. dan Rendi, mau ga mau dia harus ikutan senyum en berusaha menikmati ceritanya. Meskipun kupingnya berasa mau rontok tiap denger nama ‘Izal’.
      Mobil Izal berbelok memasuki kawasan sebuah rumah sakit. Rendi mengikutinya. Izal memarkir mobilnya lalu turun, Rendi juga memarkir mobilnya, tak jauh dari mobil Izal, tapi dia memilih untuk tetap stay di mobil sampe Izal kembali. Dia melihat Izal dan Sonia yang berjalan beriringan. Sonia berusaha untuk menggandengnya, tapi Izal selalu menghindar. Ada yang ga beres.

***

      “ma, minum.” Pintaku setelah menelan bubur yang di suapkan mama. mama meletakkan mangkuk berisi bubur diatas nampan, lalu mengambilkan segelas air putih dan memberikannya padaku.
      Aku menyeruput air putihku, lalu mengembalikan gelas yang isinya tinggal setengah itu pada mama.
      “makan lagi?” tanya mama sambil mengambil kembali semangkuk bubur ayam yang tadi disuapkannya padaku.
      “engga deh ma. Uda kenyang.” Kataku sambil menepuk pelan perutku.
      “ya udah. Minum obat dulu yah.” mama mengambilkan beberapa strip obat lalu membukakannya untukku. Aku mengangguk.
      ‘ceklek’ pintu terbuka. Aku dan mama langsung menoleh kearah pintu. ternyata Izal dan Sonia. aku langsung tersenyum menyambut mereka.
      “eh, ada Sonia sama Izal.” sambut mama.
      “siang tante…” sapa Izal dan Sofi bersamaan. Lalu mencium tangan mama. mama tersenyum.
      “ya sudah. Kamu sama Izal dan Sonia dulu yah. mama susul kakak kamu di kantin kasian dia sendirian.” Kata mama. aku mengangguk lalu meminum obat yang dikupaskan mama untukku.
      Mama beranjak dari kursinya, lalu pamit pada Izal dan Sonia. “tante titip Sofi yah.”
      Aku melihat Izal dan Sonia mengangguk.
      “gimana keadaan lo?” (tanya Izal sedikit canggung. Sonia tampak malas dengan keadaan ini dan memilih untuk duduk di sofa sambil membaca majalah.)
      “uda mendingan. Tapi masih rada-rada pusing. Lo sendiri gimana?”
      “seperti yang lo liat. Gue masih utuh kok.” Jawab Izal lebih santai. Lalu duduk di kursi yang tadi di tempati mama.
      “tadi gue telfon lo. Tapi hp lo ga aktif.”
      “hp gue rusak.” jelas Izal singkat tapi lembut. Tanpa sepengetahuanku, Sonia menatapku sinis dari tempatnya.
      “lho rusak kenapa? gara-gara jatoh kemaren yah?”
      “engga. Jatoh waktu di rumah kok.”
Aku manggut-manggut.
      “tadi katanya di banting.” Celetuk Sonia dari balik majalah. Aku mengernyit.
      “di banting?”
      “eh? yea… maksudnya jatoh karena dibanting. Hehe” Izal nyengir.
      “kok dibanting?”
      “hp nya lemot sih. gue banting aja.” Izal stay cool.
Sonia bangkit dari sofa dan berdiri disamping Izal.
      “sof, lo harus cepet sembuh. Biar bisa sekolah lagi. tadi aja gue kesepian lo ga masuk. Padahal gue pengen cerita sesuatu sama lo.” Sonia mengelus pundakku. Izal berjengkit ketika mendengar Sonia mengatakan ‘gue pengen cerita sesuatu’.
      “oh, ya? emang lo mo cerita apaan? Cerita sekarang aja.” tanyaku antusias. Izal menatapku seolah-olah ingin mengatakan ‘jangan dengerin dia’ tapi, aku ga sadar soal itu.
      “iya, gue mo cerita klo kemaren bunda beliin gue kelinci. Lucu deh. Kelinci Thailand, badannya gede, gendut, ngegemesin… banget.” jelas Sonia sambil menggerak-gerakkan tangannya menggambarkan kelinci barunya itu.
      *Izal menarik nafas panjang. Legaaa… kirain mo cerita apaan.
      “wah, bagus dong. Klo lo kerumah gue jangan lupa bawa dia yah. biar ben punya temen maen. Kasian, dia kesepian. Lo kasih nama siapa?”
      “ga tau, sementara ini sih gue panggil dia de-de. soalnya badannya gede. Dari kata gede, jadinya de-de…” Sonia menjelaskan asal usul sejarah nama kelinci barunya itu. aku tersenyum.
      “ih,, lo berdua ngomongin apa sih? gue ga ngerti nih. Sonia, lo baca majalah lagi gih. Gue pengen ngobrol sama Sofi.” usir Izal.
      “yeee,, ga mau. Gue juga pengen ngobrol sama Sofi kali. Gue masih pengen cerita nih.” bantah Sonia. Izal mendengus kesal. “oia sof, lo tau ga sih…”
      “ga tau…” aku memotong kalimat Sonia. Sonia manyun. Aku nyengir.
      “ya makanya dengerin dulu.” bentak Sonia. aku mengangkat tanganku tanda ‘peace’ lalu membekap mulutku  bersiap mendengarkan cerita Sonia.
      “nah, gitu dong. Hem,, lo tau ga sih, kalo gue…”

to be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar