“nah, gitu dong. Hem,, lo tau ga sih, kalo gue udah jadian sama Izal.” jelas Sonia to the point sambil tersenyum bangga.
Deg.
Sonia jadian sama Izal? gimana bisa. gimana bisa Izal jadian sama Sonia setelah dia bilang suka sama aku?
“Sonia…!!” bentak Izal yang langsung bangkit dari kursinya begitu mendengar pengakuan Sonia.
“beneran zal? lo jadian sama Sonia?” tanyaku datar tanpa menatap Izal.
“sof,, biar gue jelasin. Lo dengerin gue baik-baik, gue jelasin semuanya.” Bujuk Izal.
“mo dijelasin gimana lagi sih zal. uda jelas-jelas kita jadian. Gue
harus kasih tau dia, dia kan sa-ha-bat gue, gue mo berbagi kebahagiaan
sama dia. siapa tau dia ikut seneng, trus cepet sembuh. Iya kan Sofi? lo
ikut bahagia kan denger kabar ini?”
Aku diam. ada rasa
sakit di dadaku. Rasa Sakit yang ga bisa di jelaskan. Rasa sakit yang
lukanya ga terlihat. Tapi sakit banget waktu dirasakan. Nyesek banget
rasanya.
Kenapapa harus Sonia? Izal jahat banget sih
sama gue. Tenang Sofi… tenang… lo ga boleh nangis… ga boleh… lo ga boleh
keliatan lemah… ok lo sakit. tapi lo harus tetep keliatan kuat. Ga
boleh nangis.
Aku menyemangati diriku sendiri, lalu
menarik nafas panjang. Mataku terasa panas. aku Mendongak menatap
langit-langit menahan bening yang sudah menggantung di kelopak mataku.
Mencoba tersenyum.
“selamat yah, gue… gu… gue… ikut seneng dengernya.” Aku tersenyum nanar. Tanpa memandang mereka.
***
“Sonia lo apa-apaan sih?! maksud lo apa ngasih tau Sofi soal hubungan
kita eh? ralat, hubungan lo kali. Hubungan kita? Lidah gue sampe infeksi
ngomongnya.” Kata Izal setelah keluar dari area rumah sakit.
“loh, apa salahnya sih zal? toh cepat ato lambat Sofi juga bakalan tau.
daripada dia tau dari mulut orang lain trus dia sakit hati, mending dia
tau dari gue.” Sonia membela diri, sambil mengelus pergelangan
tangannya yang memerah karena di tarik paksa Izal.
“mulut lo
tu 100 kali lebih berbisa dan mematikan tauk!! Lagian lo ga liat dia
lagi sakit apa. Sumpah gue ga habis pikir, gue ga pernah nyangka kalo lo
tu ternyata iblis. Dosa apa gue sampe dikutuk pacaran sama cewe kayak
lo.”
“ah, terserah deh lo mo ngomong gimana juga, lo tetep
cowo gue. Dan gue ga akan pernah lepasin lo selamanya.” Sonia melenggang
santai dan berjalan menuju mobil Izal.
***
Rendi melirik jam tangannya, sudah hampir dua jam dia menunggu di
mobilnya tapi dia belum melihat Izal keluar dari dalam. Rendi berfikir
untuk menyusul ke dalam. Sebodo amat sama Izal dan Sonia. toh, Rendi
emang kenal baik sama Sofi karena Sofi itu adiknya Theoo. So, ga ada
salahnya kan kalo dia masuk.
Rendi melepas sabuk
pengamannya, dia bersiap untuk turun. Tapi geraknya tertahan ketika dia
melihat Sonia yang berjalan menuju mobil Izal dengan Izal mengekor di
belakangnya. Mungkin. Ga ada salahnya kalo dia menunggu sebentar lagi.
sampe Izal benar-benar pergi dari sini. Pikir Rendi.
“selamat sore, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang suster yang
sedang berjaga di bagian informasi begitu melihat Rendi berjalan
mendekat.
“um,, saya mau tanya, pasien yang bernama Sofia dirawat di ruang mana yah sus?”
“Sofia? Sebentar saya cek dulu.” kata suster itu lalu mulai
memencet-mencet keyboard komputernya. Rendi mengangguk dan dengan sabar
menunggu.
“baik. pasien atas nama Sofia Pervita dirawat di
ruang VIP A-no 017.” Kata suster setelah berhasil menemukan data milik
Sofi.
“ok. makasih suster.” Kata Rendi yang langsung berjalan kearah lift menuju area VIP di lantai 3.
Rendi berjalan menyusuri koridor di lantai 3. Suasananya sepi. malah
berasa angker. Ga heran sih. ini kan di rumah sakit. uda ga kehitung
berapa ratus nyawa yang ilang disini. beh,, kok jadi mistis gini sih?
“015… 016…” Rendi mengeja nomor kamar yang dilewatinya. “nah, ini dia.”
Rendi menjentikan jarinya ketika sampai di depan pintu no 017. Perlahan
Rendi menyentuh handle pintu dan membukanya.
“Sofi…” sapa Rendi.
“kakak…?” Sofi yang sedang asik bermain game angry bird di tablet nya langsung menghentikan aktifitasnya begitu melihat Rendi datang.
“um,,, kok sepi? yang lain pada kemana?” tanya kak Rendi yang melihat ga ada siapapun di kamar Sofi selain mereka berdua.
“kak Theoo sama mama lagi keluar. Izal sama Sonia… mereka baru aja pulang.” Jelas Sofi ga bersemangat.
“loh kok sedih gitu sih? ada masalah?”
***
“…mau tambah ayamnya?” tanya mama sambil mengangkat piring berisi ayam goreng.
“engga ma. Izal uda kenyang. Mo ke kamar aja.” tolak Izal. lalu beranjak dari kursinya.
“Rendi kamu mau nambah?”
“um,,, engga deh ma. Rendi juga udahan makannya. mo ngerjain tugas.”
Rendi ikut-ikutan menyudahi acara makan malamnya. Lalu berjalan di
belakang Izal.
“lo jadian yah sama Sonia?” kata-kata Rendi
menghentikan kegiatan Izal yang sudah menyentuh handle pintunya. “lo
jadian kan sama Sonia?” Rendi mengulang kalimatnya dengan nada datar.
ini pertama kalinya dia ngajak Izal bicara setelah hampir sebulan
lamanya kembali ke rumah.
“kak,, ini ga seperti yang lo
pikir… gue sama Sonia…” Izal berusaha menjelaskan. Dia takut Rendi salah
faham dan menganggapnya merebut Sonia. soalnya jarak putusnya Sonia
sama Rendi en Sonia jadian sama Izal itu deket banget.
“emang apa yang lagi gue pikirin? Sok tau banget sih lo. Lo tinggal
jawab aja, lo bener jadian gak.” Rendi memotong kalimat Izal.
“iya.” jawab Izal lirih. “tapi,,, gue terpaksa jadian sama dia. kalo
gue ga jadian sama dia, dia ga mau donorin darahnya buat Sofi.” jelas
Izal tanpa memandang Rendi. Rendi manggut-manggut. Lalu masuk kekamarnya
yang bersebelahan dengan kamar Izal. sementara Izal masih memantung di
tempatnya.
“shit. Gue lupa kalo Sonia mantannya kakak gue. Masalah lagi nih.” Izal menepuk dahinya. Mengumpat dalam hati.
‘ceklek’ pintu kamar Rendi terbuka.
“dia emang mantan gue. Tapi, gue sih asik asik aja. kalo lo emang suka
bekas gue, lo beneran ambil juga ga masalah.” kata Rendi yang
seolah-olah bisa mendengar isi hati Izal. Rendi menutup kembali pintu
kamarnya. Izal bengong.
***
“Izal jadian sama Sonia, kak…” jawab Sofi. matanya berkaca-kaca.
“apa? Sonia jadia sama Izal?? kamu serius?” Rendi terkejut. Sofi mengangguk.
“Sonia sendiri yang bilang.”
“Sonia bohong kali, dia lagi godain kamu.” Rendi berusaha menghibur
Sofi. menghibur dengan cara bilang kalo udah jadian sama cowo yang kita
suka? Itu mah lebih mirip membunuh, timbang ngasih hiburan.
Rendi memejamkan matanya. mengingat pembicaraannya dengan Sofi di rumah
sakit tadi. Izal memang jadian sama Sonia. dan alasannya jelas. Izal
terpaksa, dan itu demi Sofi. bagus. PR selesai.
Sofi ga
perlu tau tentang pengorbanan Izal. persetan soal itu. yang penting,
Izal berkorban demi Sofi, itu berarti perasaan Izal ke Sofi emang belum
dan ga pernah berubah. Dan itu bagus.
“Izal,,, Izal,,,
semakin lo cinta sama Sofi, semakin gampang buat gue, buat ngancurin
lo.” Kata Rendi lirih. Senyum sinis mengembang di wajah tampannya.
***
Sonia berjalan menuju meja belajarnya. Mengambil sebuah foto yang
terpajang disana. Fotonya bersama Sofi di pesta Halloween tahun lalu.
Sonia menatap foto itu sejenak, sebelum akhirnya dia letakkan di box
yang sudah berisi penuh barang-barang yang menyimpan atau memiliki
kenangan bersama Sofi. Sonia menutup box itu. lalu beralih ke laptopnya
yang sedang menampilkan koleksi foto di facebooknya. Semua albumnya yang
berisi gambarnya bersama Sofi telah dia bersihkan. Begitu yang
tersimpan di laptopnya, semuanya sudah bersih, bahkan dia sudah
mengosongkan recycle bin nya, dia tak ingin ada sedikitpun kenangannya
bersama Sofi yang masih tersisa. Dia ingin membuang semuanya.
Gendrang perang yang sebernya uda bunyi sejak dulu sekarang volumenya
makin keras. Sonia uda terang-terangan ngaku sama Sofi kalo dia uda
jadian sama Izal. itu dianggapnya sebagai serangan pembuka. Mungkin ini
saatnya dia membuka beberapa lapis topengnya dihadapan Sofi.
“h’h, rasain lo Sofi. nikmatilah perasaan lo yang lagi ancur karena
cowo yang lo cinta, sekarang ada di pelukan gue. ini balasan yang
setimpal karena lo uda ngambil Riko dari gue.”
***
aku berjalan menuruni tangga. penampilanku sudah rapi dengan seragam
sekolah plus ransel di punggungku. Yup. Setelah 5 hari dikarantina di
rumah sakit, akhirnya kemarin siang dokter izinin aku pulang. Rada maksa
juga sih, soalnya luka di kepalaku ternyata dalem dan belum sembuh
total, alhasil kepalaku masih di perban. Tapi sebodo amat lah, aku udah
kangen banget pengen sekolah. Meskipun aku tau sekarang keadaannya uda
berubah. Mungkin bakal makan ati tiap liat sonia sama izal. tapi,,
yaudah lah,, aku harus kuat liat mereka, kalo aku ga kuat, sekolahku
gimana dong. sekolah dan masa depanku lebih penting timbang perasaanku
ke izal. lagian, ngapain juga terus berlarut-larut dalam masalah ini.
nangis-nangisnya cukup sehari aja kemaren. Sekarang,,, saatnya aku
menata kembali hidupku. Biarin aja sonia sama izal jadian. Jodoh kan ga
kemana. kalo izal emang jodohku, mo dia pacaran sama sonia ato semua
cewe yang ada di dunia ini dia pacarin, ujung-ujungnya dia juga bakalan
balik lagi ke aku, kalo izal bukan jodohku,,, ya harus dijodohin
pokonya.. haha engga deng. Kalo izal bukan jodohku, aku yakin tuhan
pasti bakal ganti izal sama cowo yang 1000 kali lebih keren dari dia.
*ngarep.
“pagi papa… pagi mama… pagi kak theoo.” Sapa ku pada mereka yang sudah berkumpul lebih dulu di meja makan.
“loh sofi? kamu mau kemana?” tanya papa.
“sofi mau jualan jamu pa.” jawabku ngaur. “kalo sofi uda pake seragam
plus bawa ransel begini ya pastinya mau sekolah dong pa…”
“tapi kamu kan belum sembuh total sayang. kamu harus istirahat dulu.
besok setelah jahitan kamu dibuka, baru sekolah lagi.” jelas mama.
“yah nunggu besok mah kelamaan mah. Lagian, tiduran terus bikin kaki sofi lemes mah.” Bantahku.
“yee… dasar bandel. Dibilangin sama orang tua juga,, lagian kepala
masih di perban gitu, ga malu apa.” Kak theoo angkat bicara.
“hem… anggep aja ini pita. Ato,, bando kali yah.” jawabku santai.
Sambil mengambil sepasang roti bakar diatas meja. “udah siang nih, sofi
sarapan di mobil aja yah.” kataku sambil melirik jam tanganku yang sudah
menunjukkan pukul 06.30. aku beranjak dari kursiku lalu mencium tangan
papa dan mama.
“loh, kok aku engga?” protes kak theoo.
“engga deh. Tangan kak theoo bau terasi.” Ledekku. Kak theoo manyun. Aku mencium pipinya.
“yee,,,
dede, kakak kan uda gede. Ga usah cium-cium sembarangan deh. Cuma cewe
tertentu yang boleh cium pipi kakak.” kak theoo sesumbar.
“cewe tertentu? Pussy maksudnya? Biasanya kan yang mau nyiumin sama
jilatin pipi kakak Cuma si pussy doang hahaha…” ledekku. “udah ah. Aku
pergi.” Aku berjalan menuju pintu depan.
“sofi,, obatnya jangan lupa.” Mama mengingatkan.
“beres ma… uda sofi bawa nih di tas. Dah mama… dah papa… dah kak theoo
yang cakep,, tapi dari menara big ben ya.” lagi-lagi aku meledek kak
theoo, sebelum aku masuk mobil dan berangkat sekolah.
*skip
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah. Beberapa siswa menatapku aneh.
Mungkin karena perban yang ada di kepalaku. It’s okay, ga masalah. ga
dosa ini pake perban ke sekolah. PD aja lagi. anggep aja ini lagi tren.
:p
Aku melenggang santai menuju kelasku. Orang pertama yang
aku lihat adalah Izal. dia kelihatan salting. Aku senyum padanya, dia
membalas senyumku tampak canggung. Sebenernya hatiku perih saat
melihatnya. Apalagi kalo inget kejadian waktu di town square itu. tapi
aku ga mau bersikap lebay, nangis-nangis minta dia buat mutusin sonia,
atau jauhin dia karena ngerasa tersakiti. Menurutku, yang begitu malah
merusak hubunganku sama izal. jadi biarlah semua ini mengalir apa
adanya. Mencoba tersenyum meski hatiku menangis. *PLAK. Aku ini ngomong
apa sih.
Aku duduk di kursiku. Mencoba tersenyum pada
‘teman’ yang hampir 6 tahun sebangku denganku. Sonia. tapi, dia ga bales
senyumku. Ok, ga masalah. toh ga rugi juga ga disenyumin sama dia.
“hey sof, lo udah sembuh? Gue denger-denger lo kecelakaan.” Sapa suci yang duduk di belakangku.
“lumayan. Tapi harus pake bando kaya begini nih.” aku nyengir sambil
menunjuk perban yang terpasang di kepalaku. Suci tertawa geli.
“gapapa. Lo tetep keren kok. Fashionista!” suci mengacungkan dua jempolnya untukku. Aku tersenyum.
Bu Bekti-guru fisika ku sedang menerangkan materi di depan kelas.
Dengan susah payah aku mencoba mengikuti setiap materi yang
disampaikannya. Meskipun jujur aja, setiap denger kata-kata ato rumus
yang keluar dari mulut nya, itu malah membuat kepalaku terasa mau pecah.
Pusing banget. bukan karena luka ini, tapi karena aku ketinggalan
banyak materi.
Hal yang sama juga terjadi waktu Pak Malik
sedang menerangkan biologi. Biji bulat, biji kisut, rose, walnut, wanita
normal carier, beh… ni orang ngomongin apaan sih? ga ngarti deh.
Finally,,, bel istirahat berbunyi. karena aku ketinggalan banyak
materi, apalagi tadi suci bilang padaku kalo selama aku ga masuk ada
beberapa ulangan harian dan kuis yang dilaksanakan, jadi aku harus
belajar extra untuk mengejar semuanya.
Aku berjalan
sendirian menyusuri koridor menuju perpus. Yup. Aku sendirian. Sonia,,,
bel baru bunyi, bahkan pak malik masih di kelas aja.. dia uda nyamperin
Izal dan ngajak dia keluar. Ga tau tuh mau kemana. minta dianter pipis
kali, sonia kayak orang kebelet sih. :D
Aku melewati
cafeteria yang masih sepi. hanya ada beberapa makhluk. Seperti
‘Dementor’ geng fenomenal di sekolah ini. yang anggotanya Troy, Laloan,
Tifani, dan Regi. Mereka beda dan punya keunikan sendiri-sendiri. mulai
dari troy si cowo cuek tapi keren dengan kecerdasan diatas
rata-rata yang omongannya susah dicerna, Laloan cewe cantik nan
glamor-suka bikin sensasi kayak syahrini tapi hatinya baik. aku bilang
dia baik karena waktu aku pinsan pas upacara, dia nungguin aku di klinik
sampe aku sadar. Dia baik kan, sonia aja yang katanya ‘sahabat’ aku
malah ga peduli dan dengan santainya bilang ‘gue BT nunggu lo ga
bangun-bangun, jadi gue tinggal aja. hehe’ yang kayak begitu dibilang
sahabat. Cuih. Selain Laloan dan Troy, ada Tifani juga. dia cewe
playgirl, rada angkuh tapi setia kawan banget, dan satu hal yang perlu
digaris bawahi, meskipun dia palyer, dia ga pernah ngerebut cowo
sahabatnya sendiri. God Job. *50 jempol untuk anda… :). En yang
terakhir ada Regi. dia cowo metro, berbanding terbalik sama troy yang
cuek, regi ini peduli banget sama penampilannya. Sampe-sampe dia selalu
bawa facial ke sekolah karena ga mau keliatan berminyak. Nah loh, kok
aku tau? hem,, dulu aku sempet salah masuk toilet. Trus mergokin dia
lagi pake facial. Sstt. Jangan bilang-bilang yah. :p
Aku
salut sama mereka. karena meskipun mereka beda, tapi tetep menyatu.
Behhh,,, itu mah bhineka tunggal ika kali. Haha, tapi fakta kok. Salut
deh. Lepas dari sang Dementor, ternyata ada Kana sama Sinta yang lagi
makan… makan apa ya?? diliat dari bentuknya sih kayaknya mie ayam tuh.
*ckckck… kurang kerjaan banget sih ngintipin makanan orang. Kana sama
sinta juga dua sahabat. Yang ini bener-bener sahabat asli. Dan udah
teruji secara klinis. Hah. Haduh… aku ini ngomong apa sih? kayaknya
otakku rada konslet deh gara-gara benturan itu.
Tapi beneran
kok. Persahabatan mereka tu bener-bener murni dan tanpa topeng. Emang
sih, beberapa waktu lalu aku pernah denger mereka rebutan cowo.
Endingnya gimana, aku juga ga tau, yang jelas hubungan mereka tetep
terjaga kelestariannya. ga kayak gue sama sonia. sonia, baru beberapa
hari jadian sama izal aja udah ga nganggep aku ada. Padahal mah, biasa
aja kali, situ udah menang ya udah, seandainya ada adegan diem-dieman
juga,, aku yang lebih pantes ngediemin dia, bukannya dia.
Hem,, kapan yah, gue bisa dapetin temen yang tulus kayak mereka. kayak
Kana sama sinta. Kayak Dementor-dementor itu. malang nian nasib anakmu
bunda… *plak!! Sadar sof… sadar… GJ mlulu. Garing lagi.
Ga kerasa ternyata aku uda sampe di depan perpus. Alhamdulillah ya.
Langsung aja aku masuk, trus hunting buku-buku yang aku butuhin buat mengejar ketertinggalan ku.
10 menit kemudian…
Aku kembali dengan setumpuk buku yang hampir menutupi pandanganku.
Lebay… tapi beneran kok. Buku pelajarannya sih Cuma ada 5, yang laennya
novel-novel terjemahan yang tebelnya ga kalah dari Al-quran. :D
Seteah selesai mengisi administrasi di perpus, aku melenggang santai
keluar dan kembali ke kelas. Gila, nih buku kebanyakan huruf kali yah,
berat juga ternyata. Tanganku pegel. Mana tiba-tiba kepalaku jadi pusing
lagi. perasaan lagi ga pelajaran deh. Pa gara-gara luka ini yah. sumpah
pusing banget. tiba-tiba jadi kebayang adegan di sinetron nih. cewenya
lagi keteteran bawa buku-buku berat, terus ketabrak cowo cakep,
ditolongin deh sama tuh cowo, love at first sight, jadian deh. Trus
nikah, trus punya anak, anaknya ketuker deh,, terus,,, teruss,,,
teruss,,, jadi kayak tukang parkir deh. Ayoo terus,,, yak banting kanan,
banting kiri. BLUR!! Nyemplung selokan. Hah. GJ.
“Sofi?”
seseorang memanggilku dari belakang. Dari aroma parfumnya aku apal
banget orang ini. bukan aroma ayam bawang loh ya, tapi aroma parfum
*tiiit* warna biru. Wangi banget.
“eh, izal. darimana mo kemana?” tanyaku pada izal yang berjalan disampingku.
“dari hati lo…” izal ngegombal.
“yee… udah deh zal. ga usah gombalin gue lagi.”
“idih, siapa yang gombal. Itu tadi serbet tauk. Hahaha…”
“hahaha…”
Ternyata keadaan ga sepenuhnya berubah. Meskipun izal udah jadi milik
orang, tapi, se’gak-nya, hubunganku sama izal masih kayak dulu. aku
bilang juga apa. Kalo kita santai, cowo ga akan risih deketin kita. Beda
sama sikap kita kalo lebay dan ngerasa tersakiti, tu cowo bakal ngerasa
ga layak ngedeketin kita. Akhirnya, renggang deh tali persatuan dan
kesatuan.
“kayaknya berat. Sini gue bawain.” Izal mengambil alih tumpukan buku yang kubawa.
“engga usah. Gue bisa sendiri kok.” Aku mengambil kembali tumpukan bukuku dari tangan izal.
“lo kan baru sembuh sof, liat tuh, lo aja masih pake bando begitu. Biar
gue aja.” izal meminta kembali buku dari tanganku. Tapi aku menolaknya.
“ish,,, lo mah. Jadi rebutan buku gini. Kalo lo pengen bawa buku, sono
lo masuk perpus, ambil sebanyak-banyaknya, sama lemarinya sekalian.” Aku
mengedikkan kepalaku kea rah perpus. Izal tertawa.
“kok lo sendirian aja?” tanya izal.
“kan sonianya sama lo.” Jawabku singkat. Ups. Aku langsung sadar.
Harusnya ga usah bawa-bawa sonia. haduh,,,, bego… begoo… bego…!! Bikin
penyakit aja.
“sof, gue bisa jelasin semuanya.” Izal menghentikan langkahnya lalu menatapku tajam.
“aduh zal,,, basi banget tau ga sih dengerin kata-kata itu. kita ga lagi shooting sinetron kan?!” timpalku santai.
“sof, gue serius. Lo harus dengerin gue. lo liat mata gue.” izal mencengkram bahuku memaksaku menatapnya.
“izal…” panggilku lirih. “zal,,, mata lo ada beleknya tuh.!!” Aku menyeletuk. Izal gubrak.
“ish… lo mah bercanda mulu.” gerutu izal kesal. Aku nyengir. jujur, aku
emang sengaja mlesetin keadaan. Soalnya, aku ga mau kejebak dalam
keadaan serius sama izal. males banget mellow-mellowan. Lagian, aku ga
mau ngungkit-ngungkit masalah itu lagi. yang udah ya udah. Biarin aja.
heran deh, kenapa sih, orang-orang tu hobi banget memperjelas sesuatu
yang udah jelas. Buang-buang waktu tauk.
“Izal…!!” suara cewe yang udah ku kenal banget pemiliknya itu memanggil nama izal. izal melengos kesal.
“cewe lo tuh. Gue duluan yah. sampai ketemu di kelas. Jangan lama-lama
pacarannya, uda mo bel masuk nih.” godaku, lalu aku berjalan secepat
mungkin, berusaha hilang dari pandangan mereka.
Hosh… hosh…
hosh… cape juga. sumpah tanganku pegel banget. kepalaku juga tambah
pusing aja rasanya. Nah loh, kakiku kok rasanya lemes banget sih?
haduh… kenapa gue jadi ringkih begini sih.
BRAK. Klontang… klontang… jeger… dor… dor… dor… ngiiunng… ngiung…
Aku terpuruk dilantai. Buku-buku yang kubawa berserakan.
“ya ampun…!! Sofi?”
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar