Selasa, 20 Maret 2012

*ME*

 agnes davonar tadinya cuma penulis novel bersambung di blog, lalu karirnnya mulai melejit lewat novel SKUT yang merupakan kisah nyata dari gadis bernama Gita Sesa Wanda Cantika.
 sedangkan Raditya Dika, tadinya cuma iseng-iseng nulis diary di blog, trus dia nyoba ngikutin saran temen buat ngirim naskahnya ke penerbit. karena karya-karyanya yang kocak dan orangnya yg humoris akhirnya dy jd penulis ternama.
ada lagi JK Rowling, orang ini emang hobi nulis. di umur 7 tahun uda nerbitin buku dan laris di pasaran. dia melahirkan karya fantastiknya lewat novelnya yg fenomenal 'Harry Potter', namanya melejit bersama karyanya. royalti jelas ga ketinggalan. dia bahkan jd lebih kaya dari ratu inggris. penghasilannya mencapai 17.000/detik. itu per detik lho, bayangin berapa yg dy dapat dalam 1 jam, 1 hari, bahkan 1 tahun. ckckck.
kalo yang ini aku. bukan penulis. bukan komedian, bukan siapa-siapa selain siswi SMA yang sedang menanti kelulusan :)
ketiga orang hebat tadi adalah idolaku. orang yang membuatku termotivasi untuk terus berkaya (kebetulan aku punya hobi yang sama dengan mereka) meskipun sampe saat ini masih belum bisa jauh-jauh dari predikat kacangan :p aku ga pengen jd mereka. tapi apa salahnya kalo suatu saat nanti aku bisa seperti mereka :D

sebagai manusia normal yang sedang mencoba meniti masa depan, tentu saja aku punya cita-cita. aku sendiri masih belum yakin dengan pilihanku, yang jelas selama beberapa tahun belakangan ini aku tertarik dengan dunia tulis menulis. awanya sih cuma iseng-iseng, sekarang juga masih iseng-iseng, tapi aku berharap suatu saat nanti dunia bisa mengenalku dengan pretasi dan karya-laryaku. seperti tiga orang tadi. :) amin.

sekarang ini, aku duduk di kelas 3 sma. ujian sudah di depan mata dan kelulusan menuju kehidupan yang lebih luasjuga telah menanti. setelah lulus SMA nanti, tentu saja aku berencana melanjutkan pendidikanku ke jenjang yang lebih tinggi. sesuai dengan minatku. mungkin aku akan mengambil jurusan Sastra atau komunikasi. aku bercita-cita menjadi seorang sutradara dan penulis skenario, dan aku rasa itu cukup menunjang bakatku. semoga terkabul. amin.

menurutku masa SMA adalah masa yang paling indah yang pernah aku rasakan selama duduk di bangku sekolah. menceritakan tentang kehidupan anak SMA itu tidak ada habisnya. mulai dari bolos di jam pelajaran, ga ngerjain tugas, dan beberapa hal lain yang merupakan planggaran tapi sangat seru ketika melakukannya. tentunya dalam batas normal. masa abu-abu nyaris terlewati, tapi kenangannya tak bisa di lupakan begitu saja.
bermasalah dengan guru saat di sekolah, aku yakin semua orag pernah mengalaminya. termasuk aku. selama duduk di sma ini, jujur, aku paling takut sama bu hermin :) *jangan bilang-bilang yah*
sebenernya sih bukan takut. tapi malu. prestasiku buruk di pelajaran kimia. mungkin itu yang membuatku sungkan dan canggung terhadapnya. selebihnya dari itu, bu hermin orangnya asik dan lucu. kalo aja prestasiku lebih baik aku mungkin bisa lebih santai saat berhadapan dengannya.

ini ceritaku, apa ceritamu? :)

Kamis, 26 Januari 2012

-Ceplas^Ceplos-


Eeniee Meeniiee....
Eeniee Meeniiee....
Eeniee Meeniiee....
Eeniee Meeniiee....
Eeniee Meeniiee....
Eeniee Meeniiee....


.:: Eeniee Meeniiee ::. pt. 23-"FinaL"

alhamdulillah ya *ala syahrini.
senangnya uda sampe part akhir.
thanks yah, buat yang uda setia ngikutin cerbung ini dari part awal sampe yang terakhir ini.
thanks juga buat yang uda nyumbang jempol en komennya,
tanpa kalian, cerbung nya ga akan sampe sejauh ini :)

langsung aja deh...
happy reading :D



***


      Rendi terperanjat lalu terbangun dari tidurnya. Tadi mimpi ketemu Resti. Wow.
      Rendi melirik Theoo yang masih tidur sambil memeluk boneka Timmy.                                        
  Rendi usil, dia mengambil dot yang dikalungkan di leher timmy lalu menyumpalkannya ke mulut Theoo.
   

.:: Eeniee Meeniiee ::. pt. 23 end B "revisi"

ayeyey!! aku kembali.. :)

langsung aja deh...
aQ posting..

happy holliday,,
happy satnite,,
happy reading,, :)

***

“hahaha… Bravo! dua sodara sekelas kalian, berantem demi rebutin cewe ini. ckckck… ternyata kuat juga yah, pesonanya dia.”
      tawa seseorang menghentikan perkelahian Izal dan Rendi. cowo itu tak jauh dari mereka, membekap sofi dengan sapu tangan di tangannya, dan tangan satunya lagi mengacungkan pisau di leher Sofi.
      “Sofi!!”
      “Gading!! Apa-apaan lo?! lepasin dia!!” jerit Izal marah. Menatap cowo sebayanya yang juga satu sekolah dengannya.
      “apa? lepasin dia? ok. gue bakalan lepasin dia, tapi nanti. Setelah dia MATI. Hahahaha” Gading tertawa seperti orang kesetanan.
      Fb-on
      “…hey, bro! gimana kalo tar sore kita latihan. Besok tanding sama anak Bina Bangsa. Gimana?” tanya Rama sambil menyomot kentang goreng dari piring troy.
      “ikut latihan bisa sih. tapi kayaknya tandingnya engga deh.” Jawab izal.
      “kok gitu?”
      “yea,, besok gue mo ke anyer, rayain ultahnya kakak gue. ada sofi juga disana.”
      Gading yang duduk tak jauh dari mereka, tersenyum sinis mendengar kalimat Izal.
      …
      Gading memarkir mobilnya tak jauh dari rumah Izal, tak lama kemudian mobil keluarga Izal keluar melewati gerbang tinggi rumahnya. Gading mengikuti mobil itu.
      …
      keluarga Izal dan Sofi sedang berkumpul di taman belakang. Gading menyelinap masuk ke resor lewat pintu belakang yang menuju ke pantai. Tanaman hias yang rimbun dan suasana yang gelap memudahkannya menyusup tanpa ketahuan.
      …
      “Lihat zal. lo harus tau gimana rasanya liat cewe yang lo sayang mati di depan mata kepala lo sendiri.” Gading tersenyum sinis melihat Izal yang berjalan menghampiri Sofi.
      Gading melepaskan pot bunga yang sedari tadi di genggamnya. Beberapa detik lagi pot bunga itu akan jatuh tepat menimpa kepala Sofi.
      Tapi…
“Sofia…!! AWAS!!!” teriak izal yang sadar dengan bahaya yang terjadi. Izal berlari dan segera menarik Sofi.
BRAK!! Pot bunga itu jatuh. Alih-alih menghantam Sofi, pot bunga itu jatuh menghantap cangkir kosong bekas coklat panas yang sofi letakkan diatas meja.
“ARRGGHHH SHIT!” umpat Gading. Lalu pergi meninggalkan resor sebelum keluarga Sofi dan Izal menyadari keberadaannya.
Fb-off
“lo harus rasain gimana rasanya liat cewe yang lo sayang mati di depan mata kepala lo sendiri. kayak gue yang liat dan ga bisa nyegah Alice bunuh diri gara-gara frustasi sakit hati sama lo, sekarang, lo juga harus liat sofi mati dihadapan lo tanpa bisa nyegah gue yang bakal bunuh dia.” lanjut Gading sambil mengusapkan belatinya dipipi Sofi, tatapan matanya liar.
“jangan bilang, pot jatuh tadi itu juga kelakuan lo.” kata rendi dingin.
“yup!! ternyata lo emang lebih cerdas dari ade lo. emang gue yang jatuhin pot tadi. gue pengen bunuh cewe ini, tapi ade lo yang KEPARAT itu udah gagalin rencana gue. ANJING emang.” Cibir Gading.
“hahaha… brilliant! Salut gue sama keberanian lo men,, ternyata ada juga orang ngewakili niat gue buat matiin nih cewe.” Rendi tertawa sinis sambil menggedikkan kepalanya kearah Sofi yang tak sadarkan diri, karena terbius obat yang sudah di teteskan ke sapu tangan yang digunakan Gading untuk membekap Sofi.
Gading menatap Rendi heran begitu juga dengan Izal. apa-apaan nih? mereka kerja sama? Batin Izal.
“si Izal itu emang BAJINGAN. Tenang, gue di pihak lo. udah, matiin aja cewe nya. Biar dia tau rasa!” lanjut Rendi.
“Apaan lo kak. Lo beneran sekongkol sama dia?! BRENGSEK lo.!” Izal geram.
Rendi melirik Izal sinis lalu berjalan mendekati Gading yang masih terlihat bingung tapi sesaat kemudian dia tersenyum puas. Tadi waktu lagi sembunyi, dia ga sengaja denger pertengkaran Rendi sama Izal. Gading tau Rendi punya dendam yang sama sama Izal. dan dia bakalan jadi partner yang baik buat balas dendam sama Izal.
“h’h, lo kakak ade sama aja BAJINGANNYA. Tapi gue suka gaya lo, Ren. Lo malah uda nyuri start duluan buat ngasih pelajaran tu anak. Pake cara enak lagi. lo udah dapetin apa aja dari ni cewe?!” Gading mengangkat alisnya. Rendi tersenyum kecil. Izal mengepalkan tinjunya menahan amarah.
“ngomong-ngomong, ni cewe bagus juga, lumayan nih buat temen pesta bentar. Gimana kalo sebelum kita bunuh, kita pake dulu dia. sayang nih…” lanjut gading sambil menatap tubuh mungil sofi penuh nafsu.
“SAIKO lo!! berani lo nyentuh apalagi nyakitin dia. gue pastiin besok lo ga bakal liat matahari lagi.” gertak izal sambil berusaha memukul Gading, tapi rendi menahannya, memelintir tangan Izal ke belakang tubuhnya, izal meronta mencoba melepaskan diri tapi Rendi mengunci tubuhnya dari belakang. Gading tersenyum puas melihatnya.
“maen sama cewe pinsan mana asik. Perek yang lebih HOT dari dia aja masih banyak tuh di perempatan jalan. Maen sama cewe gitu mah, sama aja kayak maen sama guling.” Kata rendi sambil berusaha tetap mempertahankan Izal.
      “arrrghhh!! Brengsek lo kak. Lepasin gue…” izal geram.
      “eh, bangsat! gue ga punya masalah sama lo. Alice? Siapa dia gue aja ga kenal. Kalo lo emang pengen berantem sama gue, sini maju. Satu lawan satu. Banci lo beraninya sama cewe doang. Sofi ga tau apa-apa. kalo lo emang punya dendam sama gue, bunuh aja gue, asal lo lepasin Sofi!!” teriak Izal.
      “ALICE? Lo bilang ga kenal Alice sementara dia selama hidupnya selalu muja-muja lo, bahkan dia matipun gara-gara lo! BANGSAT lo emang! H’h gue ga nafsu buat bunuh lo. misi gue disini Cuma buat matiin cewe ini di hadapan lo. gue pengen lo rasain sakitnya. Dan sekarang, siap-siap ucapin selamat tinggal sama cewe kesayangan lo ini.” gading mengusapkan belatinya di pipi sofi, ujung belatinya sedikit menggores pipi Sofi dan melukai pipi mulusnya.
      “Gading!! Arrrghhhh… kak lepasin gue!! Gading, jangan sakiti Sofi!! Bajingan lo. arrrgghhhh…” teriak izal geram sambil berusaha melepaskan diri dari rendi yang tetap menahannya.
      “hahahaha… mungkin lo punya pesan terakhir buat cewe lo, sebelum dia mampus dan pergi ke neraka, eh?” tanya gading yang sudah mengangkat belatinya dan membidikannya ke jantung sofi.
      “GADING!”
      Gading mengangkat alisnya, menatap izal yang benar-benar sudah berada di level puncak kemarahannya. Gading tersenyum sinis. Melihat izal seperti itu, membawa kepuasan tersendiri baginya. Karena itu menunjukkan betapa berartinya Sofi untuknya, dan akan lebih mudah untuk menghancurkannya.
      “jadi ga ada nih? ok, kalo gitu siap-siap say good bye sama cewe kesayangan lo ini… tiga… dua…” gading menekankan belatinya di dada sofi lalu mengangkatnya lagi, menekankannya lagi, lalu mengangkatnya lagi.
      “GADING… jangan!! Arrrhh,, kak lepasin gue!! Gading!!”
      “satu!” gading mengangkat belatinya tinggi-tinggi lalu menurunkannya bersiap menusuk dan menghentikan detak jantung Sofi sambil tertawa liar melihat izal yang frustasi karena tak bisa melakukan apapun.
      “aarrrrgghhh… GADING!!!!!!”
      “hahahaha… (BUGH)”
      Seseorang memukul punggung Gading membuatnya tersungkur. Belatinya terlempar dari tangannya. sedanggkan sofi yang terlepas dari bekapan Gading dan masih dalam keadaan pinsan jatuh terkulai diatas pasir.
      “KEPARAT lo! berani-beraninya lo mau nyakitin ade gue!” teriak Theoo dengan tongkat baseball yang masih standbay untuk menghabisi gading ditangannya.
      “uhk… cuih!!” gading membuang liurnya yang bercampur darah sambil menepuk-nepuk dadanya. Dia mencoba untuk bangkit dan melawan. Rendi memasukan ponselnya kedalam sakunya lalu melepaskan tangan Izal.
      “bawa Sofi masuk cepet!! Gue sama theoo bakal urus kunyuk satu ini. cepet bawa dia!!” teriak rendi. lalu menghampiri gading. Menariknya berdiri, lalu memelintir tangannya di belakang tubuhnya.
      Izal mengusap pergelangan tangannya yang terasa sakit karena di plintir rendi, lalu segera mengampiri tubuh Sofi yang tergeletak di pinggir pantai, menggendongnya membawanya kembali ke resor.

***

      “papa… mama… om… tante…!!” teriak Izal dengan nafas tersengal karena berlari menuju resor sambil menggendong tubuh Sofi.
      “Izal?? kenapa? ada apa ini?” tanya tante lisna. Izal menidurkan tubuh sofi di sofa ruang keluarga sementara dia masih sibuk mengatur nafasnya.
      “astaga!! Sofi!! Izal Sofi kenapa??” tanya mama kaget lalu beranjak dari sofa lalu menghampiri Sofi, menyandarkannya di tubuhnya.
      “sofi,, bangun sayang. kamu kenapa?” mama menepuk pelan pipi Sofi. papa menghampiri tubuh sofi dan mengelus pipi kiri putri kesayangannya yang tergores dan berdarah.
      “Izal, perbuatan siapa ini?! kenapa sofi bisa begini?!” tanya papa yang berbalik menatap Izal.
      “iya Izal, jelaskan ada apa sebenarnya.” Desak om rudi.
      “ini, kamu minum air dulu biar lebih tenang.” tante lisna menyodorkan segelas air putih dingin pada izal yang tepar di sofa. Izal langsung menyambar gelas air dingin itu dan menenggak isinya sampai habis.
      “hosh… hosh… hosh… adah… orangh… shahat… diah… mauh… nyhelakhainh Sofih…” jelas izal dengan nafas yang masih ngos-ngosan, tapi lebih tenang dari sebelumnya.
      “orang jahat?” tanya papa tak mengerti.
      “dimana izal? trus rendi sama theoo dimana?” tanya om rudi.
      “phanthai… phanth… thai…” izal menunjuk ke arah pantai. *izal kalo lagi cape jadi alay gini ih. Hhahaha…
      “ya ampun,, pa, papa susul mereka gih, takut terjadi apa-apa sama rendi sama theoo. Mama panggil polisi sama dokter buat obatin Sofi.” kata tante lisna. Om rudi dan papa mengangguk lalu pergi.

***

      “lo siapa?” tanya Sofi jutek sambil diam-diam mengambil sikap siaga. Dia memegang erat buku yang dipeluknya. Kalo cowo dihadapannya ini macem-macem tinggal pukul aja.
      “gue Izal. anak smasanta juga.” Izal memperkenalkan diri.
      “belum pernah denger.” Kata Sofi jutek.
      “gue kapten NFC, tanding tiap sabtu sore di lapangan indoor sekolah.” Jelas Izal.
      “belum pernah liat.” Sofi tetep jutek. Izal mendengus kesal.
      “lo Sofia kan? anak 10-B?” Izal memastikan. Jangan-jangan cewe ini cumi-Cuma.mirip.
      “iya. kenapa?” Sofi masih jutek.
      “kelas kita tetanggaan. Gue anak 10-C. um,,, kalo disekolah suka pake headband.” Izal menyebutkan cirri khasnya.
      “ooooh… yang suka pake headband kayak orang migraine itu? yang sering dihukum mbah kong gara-gara ga pernah ngancingin baju?” tanya Sofi.
      “ish, lo mah… di kasih tau yang baik-baik lo malah bilang ga tau, giliran kejelekan gue aja lo afal banget.” gerutu izal. sofi menempelkan telapak tangannya di mulut, menyembunyikan senyumnya. Izal mendelik kesal. ‘Sialan, baru aja mau PDKT, tapi koreng gue uda di buka duluan.’ Umpat Izal.
      “ngomong-ngomong, sore-sore gini, ngapain lo disini?” tanya Izal.
      “mau tau aja. usil banget sih lo.” jawab Sofi jutek.
      “jutek amat sih. ya udah deh, gue balik aja.” kata Izal lalu men-stater mesin motornya.
      “eh, tunggu!!” teriak Sofi. Izal yang sudah menarik gas motornya, spotan langsung menginjak remnya. ‘ckiiiitttt’ bunyi gesekan aspal dan ban motor yang di rem mendadak cukup memekakkan telinga.
      “apaan?” tanya Izal setelah membuka kaca helmnya. Sofi berlari keci mendekati Izal.
      “eh, lo ga gentle banget sih. ninggalin cewe sedirian di tempat sepi surup-surup begini!” Sofi sewot.
      “maksud lo?” izal mengernyit.
      “ajakin bareng kek, ato apa lah…” kata malu-malu, tapi menutupinya dengan tampang nyolot plus juteknya.
      “ahahahaha… bilang aja lo mau nebeng. pake maki-maki gue segala.” Izal tertawa mendengar kalimat Sofi. sofi cemberut.
      “dari tadi gue nunggu taksi tapi ga ada yang lewat. Uda mo malem, gue takut disini sendirian.” Jelas Sofi. wajahnya merona. Entah karena malu atau…
      “ya udah, buruan naik gih.” Perintah izal sambil sedikit memajukan duduknya supaya sofi bisa duduk lebih nyaman. Tau sendiri kan bentuk jok motor sport kayak gimana. “udah belum?” tanya izal tanpa menoleh ke belakang.
      “he.em.” jawa sofi yang sudah duduk manis di belakang Izal.
      “kok ga kerasa. Rada nempel dikit ngapa? Cewe mungil kayak lo duduk minggir-minggir ntar kena angin terbang loh.” Ledek Izal.
      “ish, rese lo! omes!!” sofi memukul helm izal dengan kamus di tangannya. izal tersenyum kecil. “buruan jalan. Udah gelap nih, gue pengen pulang.”
      “yeey, lo nebeng berisik amat sih. untung lo cantik, kalo jelek uda gue kerek lo di tiang bendera itu. ya udah, gue mau ngebut nih, kalo lo ga mau jatoh, mending lo pegangan yang kenceng.” Izal mengingatkan.
      “ga mau. Bilang aja lo mau nyari kesempatan dalam kesempitan, iya kan.” jawab sofi nyolot.
      “terserah lo aja lah. Yang penting gue udah ngingetin lo.” izal menarik gas motornya. (bruum…) sofi hampir terjengkang dan langsung memeluk Izal. izal tertawa geli. Sofi cemberut mengutuk kelakuan izal. tapi tak lama kemudian dia tersenyum.

“gue FAIZAL SAPUTRA, berdiri disini, demi seorang cewe cantik yang berdiri disana itu… dia segaris lurus sama gue. Kalian bisa liat dia cantik banget…” Izal menunjuk Sofi. Semua mata tertuju padanya. Sofi nyengir kuda. Salting dan malu banget diliatin orang seantero jagat. Sofi Cuma bisa da-dah-da-dah liat orang menunjuk dan berbisik saat memandangnya mencoba menghubung-hubungkannya dengan Izal. Pengen lari, tapi Kakinya berasa beku.
      “…cewe itu namanya Sofia Pervita Somba. Dia cewe cantik dan unik yang uda mampu bikin hati gue cenat-cenut. Ok. mungkin bagi kalian omongan gue ini ga penting, tapi gue ga peduli. Gue Cuma pengen kalian semua tau, kalo gue suka banget sama Sofi. Gue suka, cinta dan sayang sama dia. Dan buat Sofi,,, gue mungkin ga bakalan ngedance alay kaya sm*sh buat nunjukkin betapa cenat-cenutnya hati gue, tapi gue punya lagu buat lo. Tetep stay disitu. Dan dengerin curahan hati gue…”

“tujuanku buat nembak kamu.” kak Rendi to the point.
      “yah, kalo di tembak aku mati dong. jangan deh kak,,, aku masih pengen hidup,,, pengen nemenin papa sama mama, nemenin kak theoo, nemenin kakak juga…” kata sofi ngaur. ‘Nembak? Iyakah? Kok bisa? kak Rendi nembak aku?’
      “nembaknya pake peluru cinta itik,,,” kak Rendi mencubit pipi sofi gemas.
      “kata-katanya copas tuh kak Rendi… korban sinetron yah.” goda sofi, masii nylemor. Takut ke-GR an. ‘mampus. Kalo kak Rendi nembak beneran aku mesti jawab apa?’
      “Sofi aku serius.”
      “aku tau ga semudah itu buat kamu buat lupain Izal. aku bisa ngerti perasaan kamu ke dia. aku sayang sama kamu sof. Aku ga tega liat kamu sedih gara-gara Izal. aku ga mempermasalahkan perasaan kamu ke Izal sekarang. aku akan sembuhin luka kamu. aku akan bantu kamu lupain dia. aku ga mau kamu teru-terusan tersakiti sama dia. karena disaat kamu sakit. aku juga sakit.”

      “gue emang punya dendam sama lo, dan gue jadiin sofi sebagai alat bales dendam, tapi gue ga akan sejahat itu sama dia.” lanjut rendi
      “apa? lo jadiin sofi alat bales dendam?” izal mengernyit.
      “lo harus ngrasain apa yang gue rasain. Lo harus tau gimana sakitnya kehialangan cewe yang lo sayang. dan gue berhasil. Gue berhasil nyakitin lo dengan manfaatin sofi…”
      BUGH. Sebuah tinju mendarat di hidung mancung kak rendi.
      “Bajingan lo kak. Brengsek.!!”

      Aku membuka mataku. Mengusir semua mimpi masa laluku. Masa lalu yang indah, tapi kejam. aku menggelengkan kepalaku. Pusing banget rasanya. Pipiku juga terasa perih. Aku meraba pipi kiriku, ada plester yang membalutnya. Ini kenapa?
      Tunggu, seingetku tadi aku ada di pantai, sama izal, trus ada gading, jangan-jangan luka ini gara-gara dia. trus kamar ini,, jangan-jangan aku di sekap.
      “mamaaaaa!!! Mamaaaaa… papaaaa…!!” teriakku spontan, dan langsung bangkit dari tempat tidurku dan berjalan ke arah pintu.
      “sofi?? ada apa??” tanya mama yang baru saja membuka pintu dan memandangku heran.
      “mama,,,?” aku mengernyit melihat mama. tapi perasaanku lega. Aku berlari mendekati mama dan langsung memeluknya.
      “mama,, sofi takut. Tadi kirain sofi di sekap sama gading.”
      “engga. Kamu tenang aja. teman kamu yang jahat itu udah di bawa sama polisi.” Kata mama sambil mengelus rambutku.
      “beneran ma?”

***

      “untung gue on time datengnya, telat dikit aja ade gue bisa gawat. Lo brilliant men!” theoo menepuk bahu rendi lalu merebahkan dirinya diatas tempat tidur.
      “lo datengnya lama. Gue sampe kewalahan ngatasin izal sambil ngulur-ngulur waktunya bajingan bego itu. kemana aja sih lo?” kak rendi menatap theoo dari cermin. Lalu mengompres sudut bibir dan pipinya yang memar dengan air dingin.
      “gue masih mikir, tadinya malah mo gue matiin, abis gue hallo-hallo lo ga ngomong-ngomong, waktu denger ribut-ribut, gue baru sadar kalo ada yang ga beres, langsung aja deh gue ngambil tongkat baseball trus jalan ke pantai, gue denger ada suara angin, jadi yakin kalo lo disana.” Jelas theoo.
      Rendi memelintir tangan Izal dan menguncinya di belakang tubuhnya. Diam-diam, tanpa sepengetahuan gading, rendi merogoh saku celananya. Mengeluarkan hp nya dan memasukan nomor kontak tanpa melihat keypadnya, matanya tetap mengawasi Gading, sementara tangan kanannya siap masih memelintir lengan izal. Rendi memanggil nomor yang baru saja dimasukannya, karena dia berdiri di belakang Izal, jadi sangat mudah menyembunyikan tangan kirinya yang memegang hp karena tertutup badan Izal. Theoo. Rendi baru saja memasukkan nomor theoo dan menelfonnya. Rendi memang tak bisa bicara pada theoo, tapi dengan membiarkan panggilannya tetap konek, theoo akan mendengar keributan yang terjadi disini. semoga saja.
      Izal yang tak sengaja lewat di depan kamar theoo mendengar semua pembicaraan theoo dan kakaknya. Ternyata tadi rendi hanya pura-pura. Dan kalo ga salah denger, tadi gading bilang dia yang jatuhin pot itu, berarti rendi emang ga salah dala hal ini. tapi, kalo bukan rendi yang lakuin, kenapa gelang itu ada di TKP?
      Izal menempelkan telinganya di pintu kamar theoo, mencoba mendengarkan lebih banyak lagi.
      “…kirain lo mo nyari gelang lo lagi. kenapa lo bisa ada di pantai?” tanya theoo heran.
      “eng,,, iya… gelang gue udah ketemu. Izal yang nemuin gelang itu di taman belakang, kayaknya jatuh waktu pesta BBQ disana. Gue mau minta gelang itu ke Izal, karena di dalem ga ada, gue cari di pantai, eh, ternyataada Gading.” Jelas rendi sedikit berbohong. Lalu berbaring disisi theoo.
      Jadi… kak rendi emang ga salah? Dia ga tau apa-apa?

***

      “rendi… rendi bangun…”
      Rendi mengernyit mendengar suara lembut yang memanggil namanya. Tangan halus membelai pipinya. Rendi membuka mata, dan melihat sosok cewe cantik berambut pendek sebahu, dengan lengsung pipit menghiasi senyum indahnya yang menyejukkan hati.
      “resti?” rendi yang terkejut langsung terbangun dari pangkuan Resti. Rendi memandang sekeliling. Dia duduk di sebuah gazebo putih, dengan tirai tipis serba putih yang menjuntai di sisi sisinya, dan bunga bunga melati yang terpilin di setiap tiangnya.
      Rendi menatap cewe yang duduk di sampingnya. Cewe itu memakai gaun putih selutut dengan mahkota yang terbuat dari anyaman bunga melati di rambutnya. Dia Resti. Kekasihnya yang sudah lama pergi, Kini ada dihadapannya. Dia tidak berubah. tetap cantik seperti dulu.
      “hai rendi…” sapa resti lembut.
      “Resti? Kamu beneran resti?” tanya rendi. resti mengangguk.
      “kenapa kamu ada disini? kita ada dimana?” tanya rendi lagi sambil menatap sekeliling, disini seperti berada di ruangan yang tidak berujung. tak jelas dimana dinding dan atapnya.
      “ini tempatku Rendi…” jelas Resti.
      “aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi. aku kangen sama kamu” rendi memeluk Resti. Resti tersenyum dan balas memeluknya.
      “iya… aku juga seneng bisa ketemu kamu.”
      Rendi melepaskan pelukannya. Dia mengernyit melihat Resti yang berubah murung.
      “loh, tadi katanya seneng, kenapa sekarang kamu sedih begitu?” rendi heran.
      “aku sedih liat kamu yang sekarang rendi…” jawab resti lirih.
      “aku yang sekarang?” rendi tak mengerti. resti mengangguk.
      “kenapa rendi? kenapa sekarang kamu jadi jahat?”
      “eh,? aku jahat?”
      “kenapa kamu nyakitin orang lain? kamu ga seperti rendi yang ku kenal. Rendi yang ku kenal adalah rendi yang ceria. Rendi yang baik. tapi, sekarang kamu berubah. kamu rendi yang jahat dan penuh dendam.” Jelas resti yang bertambah murung.
      “maafin aku resti. Aku Cuma ngerasa ini ga adil. Aku ga rela kamu pergi. Aku pengen…”
      “bales dendam?” resti memotong kalimat rendi. “kenapa harus seperti itu rendi? kamu harus terima semuanya. ini semua udah takdir-Nya. Lagian, aku bahagia kok ada disini. kadang aku emang kesepian karena kamu ga ada disini. tapi aku yakin suatu saat nanti kita bakalan ketemu lagi. aku tunggu dan jaga kamu dari sini. Dan kamu tau, aku kecewa liat kamu begini.”
      “maaf…” gumam rendi lirih.
      “rendi,, aku akan lebih bahagia kalo kamu ikhlasin aku pergi. Hiduplah bersama orang yang kamu cintai. Berbahagialah kamu bersamanya. Meskipun aku ga bisa temenin kamu lagi, tapi aku akan slalu ada disini…” resti menyentuh dada Rendi. rendi menggenggam tangannya. “kalo kamu bahagia, aku juga ikut bahagia. Percaya deh sama aku.” resti tersenyum.
      “um,,, Resti, sebenernya aku…”

To be Continue...

.:: Eeniee Meeniiee ::. pt. 23 end B-semi final

kenapa semi final??
baca dulu. tar juga tau... :D


***

Tangan itu mulai melepaskan pot bunga yang di bawanya. Beberapa detik lagi pot itu akan jatuh tepat menimpa kepala sofi.
      Lihat zal. lo harus tau gimana rasanya liat cewe yang lo sayang mati di depan mata kepala lo sendiri.
“Sofia…!! AWAS!!!” teriak izal yang sadar dengan bahaya yang terjadi. Izal berlari dan segera menarik Sofi.
BRAK!! Pot bunga itu jatuh. Alih-alih menghantam Sofi, pot bunga itu jatuh menghantap cangkir kosong bekas coklat panas yang sofi letakkan diatas meja. Sofi masih dalam pelukan Izal. tampak shock dengan kejadian itu. dia hampir saja mengalami kecelakaan malam ini.
Kegaduhan di taman belakang sukses membangunkan papa dan mama yang kamarnya tak jauh dari sana. Papa dan mama langsung ke lokasi kejadian. Di susul oleh kak theoo dan kak rendi lalu om rudi dan tante lisna yang juga jadi kebangun gara-gara keributan di luar.
“sof, lo gapapa kan?” tanya Izal cemas.
“gue… takut zal…” gumam sofi lirih.
“ya ampun!! Izal,,, Sofi,,, ada apa ini?!” tanya mama shock melihat kekacauan yang terjadi.
“ada apa ini Izal? kenapa ribut malam-malam begini?” tanya om rudi.
“ada orang yang mau nyelakain Sofi pa, ma,,” kata izal sambil membantu membangunkan Sofi.
“mencelakakan bagaimana maksud kamu?” tante lisna tak mengerti.
“ada orang yang sengaja jatuhin pot bunga dari balkon buat nyelakain Sofi.” jelas Izal.
“ya ampun! Kenapa bisa begitu? Tapi kamu gapapa kan sayang?” mama memeluk sofi cemas, tante lisna membelai rambutnya wajahnya juga tak kalah cemas dari mama.
“sofi gapapa kok ma. Cuma sedikit lecet waktu jatuh tadi.” Sofi menunjukkan siku-nya yang berdarah. Mungkin tergores saat terjatuh bersama izal tadi.
“ya sudah. Kita bahas lagi masalah ini besok pagi. Ini sudah malam. Ga baik ribut malam-malam begini. kita kembali kedalam.” Kata papa tegas.
“ayo sayang, mama obati luka kamu.” mama merangkul sofi. mereka semua kembali ke dalam kecuali Izal yang masih bergeming di tempatnya. dia menatap gundukan tanah, pecahan pot dan cangkir yang berserakan dihadapannya. Izal melihat sesuatu diantara pecahan-pecahan itu. sebuah benda yang mungkin saja milik sipelaku. Izal berjongkok lalu mengambil sebuah gelang yang tertindih pecahan cangkir.
“gelang ini… ga mungkin!!”

***

      Mama dan tante lisna baru saja selesai mengobati lukaku. Aku bersiap untuk tidur. Aku berusaha melupakan kejadian tadi meskipun aku sendiri masih shock. Aku ga habis fikir, siapa sih orang jahat yang pengen nyelakain aku? dan kenapa?
      ‘ceklek’ pintu kamarku terbuka dari luar. Sedikit terperanjat, takut orang jahat itu yang datang. Aku menarik selimutku, mataku menyipit menunggu dengan harap-harap cemas orang yang akan muncul dari balik pintu.
      ‘fhew…’ aku menarik nafas. Lega. Ternyata Izal dengan segelas susu coklat ditangannya.
      “gimana keadaan lo?” tanya Izal setelah berada di dekatku.
      “gue gapapa kok. Tadi juga lukanya uda diobatin sama mama.” jelasku.
      “ini, gue bawain susu coklat buat lo. biar lo lebih rileks…” kata izal sambil meletakkan segelas susu coklat yang dibawanya di bedside table.
      “makasih ya zal, udah selamatin gue. kalo ga ada lo, mungkin gue udah…”
      “iya… itu kan emang udah tugas gue sebagai… ninja hatori! Pembela kebenaran dan keadilan.” izal menepuk dadanya sok. Aku tersenyum tipis.
      “ya udah. Lo istirahat yah. tidur yang nyenyak. Jangan lupa kunci pintunya.” Kata izal sambil menutup pintu kamar sofi dari luar.

***

      Rendi berjalan menuju kamar sofi, dan dia melihat izal yang baru saja keluar dari dalam. Izal meliriknya sinis. Tapi rendi tidak peduli. dia mengulurkan tangannya hendak menyentuh handle pintu, tapi izal menanhannya.
      “apaan nih?” rendi mengernyit.
      “lo ga boleh masuk.” Kata izal dingin.
      “lo apa-apaan sih?! dia cewe gue. kenapa gue ga boleh masuk. Gue pengen liat keadaannya.” Rendi ngotot.
      “h’h. topeng lo udah ketahuan. Ga usah jadi orang munafik deh.” Kata izal sinis. Lalu menarik tangan rendi membawanya ke taman belakang resor.
      “heh. Lo apa-apaan sih? maksud lo apaan bawa gue kesini?” rendi menarik tangannya dari genggaman izal.
      Izal memandang pergelangan tangan kiri rendi yang kosong. Padahal biasanya rendi selalu memakai gelang yang sama yang juga selalu dipakai izal.
      “ternyata bener dugaan gue.” gumam izal sambil menatap tajam rendi.
“gelang lo mana kak?” tanya izal. tapi lebih mirip mengintrogasi.
      “ga ada. gelang gue ilang.” Jawab rendi santai.
      “oh ya? tapi gue nemuin gelang ini diantara pecahan pot yang jatuh tadi.” Kata izal sinis sambil menunjukkan gelang yang tadi di pungutnya. “gue yakin ini gelang milik pelakunya yang jatoh bareng pot itu.” lanjut izal.
      “sebenernya gue ga percaya. Dan gue berharap dugaan gue ini salah tapi ternyata… kenapa lo harus lakuin itu kak? Kenapa lo coba bunuh Sofi? dia salah apa sampe-sampe lo tega lakuin itu sama dia, eh?!” teriak izal menghakimi rendi.
      “lo tu ngomong apa sih? jadi lo nuduh gue yang jatuhin pot itu?! eh, zal. gue ga segila itu. ga mungkin gue punya niat buat bunuh sofi!!” rendi membela diri.
      “alah, bukti udah di depan mata kak. Dari pada lo cape-cape ngrangkai alesan buat bela diri, mending lo ngaku yang sebenernya!!”
      “gue ga mau. Gue ga bego. Gue ga mau ngakuin kesalahan yang ga gue lakuin.” Rendi keras kepala.
      “terus kalo bukan lo siapa lagi? jelas-jelas gelang ini Cuma ada 2 di dunia karena kita sendiri yang nyiptain simpulnya. Satu gelang ini ada di tangan gue, dan satunya lagi ada di tangan lo. tapi mana? Gelang lo aja ga ada, dan gue nemuin gelang ini di antara pecahan-pecahan pot itu. uda deh kak buktinya tu uda jelas. Sampe kapan lo mo ngelak terus eh?” desak izal.
      “gue tau gelang itu Cuma gue sama lo yang punya. Tapi gue ga tau kenapa gelang itu bisa ada di tumpukan pecahan pot itu. gelang itu lepas dari tangan gue entah sejak kapan. Dan waktu kejadian itu terjadi, gue sama theoo lagi nyariin gelang itu. kalo lo ga percaya, lo boleh tanya sama theoo.!!” Jelas rendi.
      “gue emang punya dendam sama lo, dan gue jadiin sofi sebagai alat bales dendam, tapi gue ga akan sejahat itu sama dia.” lanjut rendi
      “apa? lo jadiin sofi alat bales dendam?” izal mengernyit.
      “lo harus ngrasain apa yang gue rasain. Lo harus tau gimana sakitnya kehialangan cewe yang lo sayang. dan gue berhasil. Gue berhasil nyakitin lo dengan manfaatin sofi…”
      BUGH. Sebuah tinju mendarat di hidung mancung kak rendi.
      “Bajingan lo kak. Brengsek.!!”

***

      Sofi berdiri mematung di balik pot bunga samiakulkas. Mendekap mulutnya menahan tangis, seraya tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
      ‘Miauuw…’
      ‘Arghh…’ aku keluar dari tempat persembunyianku begitu ada kucing yang tiba-tiba melompat keluar dari semak bunga-bunga di dekatku.
      “sofi??” kata kak rendi dan izal nyaris bersamaan sambil menegakkan tubuhnya.
      Aku beranjak dari tempatku. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada mereka. tapi aku terlalu kecewa dan marah untuk bicara dengannya.
      “sofia!!” aku mendengar langkah dan suara izal yang mengejarku. Aku tak menghiraukannya. Aku terus berlari, menyusuri pesisir pantai yang remang-remang terkena cahaya bulan.
      Aku terus berlari meskipun penglihatanku kabur karena tertutup bening yang tertahan di mataku.
      “gue emang punya dendam sama lo, dan gue jadiin sofi sebagai alat bales dendam, tapi gue ga akan sejahat itu sama dia.”
      “lo harus ngrasain apa yang gue rasain. Lo harus tau gimana sakitnya kehialangan cewe yang lo sayang. dan gue berhasil. Gue berhasil nyakitin lo dengan manfaatin sofi…”
      Kata-kata kak rendi terus terngiang di telingaku bagaikan music yang di putar secara berulang-ulang. Kak rendi yang aku pikir baik, ternyata sejahat itu. aku ga nyangka, kak rendi yang selalu buat aku tersenyum, tega nyakitin aku dan buat aku nangis. Tapi kenapa? aku salah apa?
      “sofia!!,, sofi!!” izal berhasil meraih tanganku.
      “lepasin gue zal. lepasin!!” aku menarik tanganku, tapi izal tak melepaskannya.
      Izal menarikku dan membiarkanku terisak di pelukannya. Izal mengelus rambutku. Aku menangis sesenggukan.
      Aku duduk di tepi pantai, beralaskan pasir. Izal masih setia di sampingku, mendekapku, mengapus setiap bening yang bergulir di pipiku.
      “kenapa harus gue zal? gue salah apa?” tanyaku miris.
      “lo ga salah sof, gue yang salah.” Jawab izal. “waktu itu… kita lagi camping.” Izal mengawali ceritanya.
      “gue, kak Rendi, kak resti dan temen-temen kuliah kak rendi yang lainnya camping, dan suatu hari kita ngadain navigasi ke suatu tempat. Buat sampe ke tempat itu, kita semua harus nyebrang sungai. Sungainya sih ga dalem, Cuma berbatu dan arusnya deres karena semalem hujan. Semuanya uda nyebrang duluan. Tinggal gue sama kak resti. Gue bantu kak resti nyebrang. Gue dampingin dia, gue kasih semangat kalo dia uda mulai takut. Kita hampir berhasil, hanya aja kak resti tiba-tiba nerves, dia kehilangan keseimbangan, dan kepeleset di sungai. Dia meninggal. Dan setelah itu, kak rendi ga pernah sama lagi kayak dulu. dia benci banget sama gue karena nganggep gue uda ngebunuh kak resti.” Jelas izal.
      Jadi karena itu. hatiku mencelos. Segitu dalemnya yah perasaan kak rendi buat kak resti? Terus selama ini kak rendi nganggep aku apa? kak rendi baik dan perhatian sama aku, makanya aku nyaman deket dia. aku bisa lupain izal saat bersamanya. Karena itu aku jadian dengannya. Berharap dia bisa menggati posisi izal di hatiku dengan sempurna, dan setelah itu berhasil…
      “tapi kenapa harus gue…?”
      “karena lo berarti banget buat gue.” jawab izal. “Cuma lo satu-satunya hal di dunia ini yang bisa buat gue bahagia sekaligus sakit.”
      “kalo gue berarti buat lo, kenapa lo ninggalin gue zal? kenapa lo sama sonia…”
      “gue uda bilang kan kalo gue terpaksa…”
      Izal menceritakan semuanya. dan itu sukses membuatku semakin bingung. Ato menyesal? Selama ini izal uda berkorban buat aku, tapi aku malah nyakitin dia. andai aja aku tau dari awal. engga. Sejak awal izal uda berusaha buat jelasin ke aku. tapi, aku terlalu munafik buat percaya sama kata-katanya izal. terus sekarang gimana?
      “zal,, gue bingung… maafin gue karena ga sabar nunggu lo…” gumamku lirih. Izal memelukku.
      Harusnya aku seneng, ternyata izal selama ini ga pernah ninggalin aku. bahkan dia berkorban demi aku. izal benar. Keadaan emang berubah, tapi izal ga pernah berubah. lalu bagaimana denganku? Aku bisa aja kembali sama izal. andai aja aku belum berubah, pasti aku akan kembali, tapi sayangnya…
      “sof, lo ga beneran suka sama kakak gue kan?” tanya izal, dia menatapku lekat.
      “gue……” aku menggantung kalimatku dan melepaskan diri dari pelukan Izal.
      Tapi Izal menarik tubuhku dan… ah…!! Kejadiannya begitu cepat bahkan aku pun tak sempat menolak. Izal mengunci tubuhku dan aku tak bisa melakukan apapun. Ini pertama kalinya bagiku. Dan untuk sesaat, dunia terasa berhenti berputar. hanya ada aku dan Izal. yang lain—ngontrak! :p

***

     “(BUGH) berani-beraninya lo nyium cewe gue, eh!!” rendi menarik Izal menjauh dari sofi lalu mendaratkan tinjunya di wajah Izal.
      “h’h.. cewe lo? setelah lo nyakitin dia, lo masih berani bilang kalo sofi itu cewe lo? sofi ga pantes jadi cewe lo, kak. dia terlalu baik buat lo sakitin. (BUGH)” izal balas memukul rendi.
      “kak rendi—izal stop!!” sofi berusaha memisahkan kedua kakak beradik yang saling adu tinju itu. “Stop Izal!! stop!!” sofi menarik Izal yang mencengkram leher baju rendi, tapi tubuh mungilnya malah terdorong menjauh.
      Rendi balas memukul perut izal, membuat izal terdorong menjauh, izal kembali dan memukul wajah rendi beberapa kali.
      “ini buat lo yang udah ngrebut Sofi dari gue (BUGH), dan ini buat lo yang udah nyakitin dia (BUGH)” izal geram.
      “hahaha… Bravo! dua sodara sekelas kalian, berantem demi rebutin cewe ini. ckckck… ternyata kuat juga yah, pesonanya dia.”
      tawa seseorang menghentikan perkelahian Izal dan Rendi. cowo itu tak jauh dari mereka, membekap sofi dengan tangannya, dan tangan satunya lagi mengacungkan pisau di leher Sofi.
      “Sofi!!”
      “Gading!! Apa-apaan lo?! lepasin dia!!”


to be continue...

Rabu, 25 Januari 2012

.:: Eeniee Meeniiee ::. pt. 23 end A

aku kejar tayang...
buat yang uda nunggu next part-nya,
nih, langsung aku posting.
happy reading... :D


***


“zal,,,” sonia menggantung kalimatnya. Dia tampak masih ragu. Izal mengangkat alisnya tak mengerti.
      “apa?” tanya izal yang tak sabar karena sonia tak kunjung melanjutkan kalimatnya. Sonia menarik nafas panjang.
      “zal, kita putus aja yah.” kata sonia to the point.
      “putus?” izal mengernyit. Sonia mengangguk.
      “gue uda cape zal. gue ga sanggup lagi jalanin semuanya. gue uda cukup sabar buat ngadepin lo, tapi lo ga pernah peduli sama perasaan gue. yang ada di kepala lo Cuma sofi,, sofi,, dan sofi. lo ga pernah coba nengok ke belakang dimana gue berdiri dan nungguin lo.” jelas sonia panjang lebar.
      “maaf kalo gue uda bikin lo sakit. yang jelas sejak awal gue uda bilang…”
      “iya gue tau.” sonia memotong kalimat izal. “gue yang seharusnya minta maaf sama lo zal. maaf yah, udah misahin lo sama sofi. maaf karena gue uda egois sama lo.” lanjut sonia.
      “iya. ya udah lah. Semuanya uda berakhir kan sekarang. ga ada yang perlu di maafin lagi.” izal mengelus rambut sonia.

***

Drrt… drrt… drrt… hp izal diatas bedside table bergetar, membuyarkan semua lamunan izal. ada sms…

From: Sonia
Heh,, tan, mantan :D

Izal tersenyum membaca sms dari Sonia. lalu menekan keypad hp nya, mengetikkan balasan untuk sonia.

To: Sonia
Haha… apa? tan, mantan? :p

Izal kembali merebahkan tubuhnya. Matanya menerawang memandang langit-langit kamarnya.
      Ga nyangka. Akhirnya hari ini datang juga. izal uda putus sama sonia. sekarang dia bebas. Rada aneh juga sih rasanya. Mungkin, setelah ini akan ada perubahan kecil dalam hidupnya. Ga akan ada lagi sonia yang selalu mengikutinya kemanapun dia pergi. Ga akan ada sonia yang bawel dan kadang rese. So what? Kehilangan kah?

***

      Aku menggeliat malas diatas tempat tidurku. Aku melirik jam digital yang ada di atas bedside table. Friday, 23/12/2011 05:47 am.
      Ini jum’at yah? pantes aja, rasanya males banget. huaaahhmmm… aku menguap lalu beranjak dari tempat tidurku, mengambil jas mandi dari dalam lemari dan…
      ‘whusss’… aku menyalakan shower kamar mandiku. Rasanya lebih segar setelah air dingin ini membasahi seluruh tubuhku.
      30 menit kemudian…
      aku berdiri di depan meja riasku dan sudah berseragam lengkap. Tinggal sarapan sambil nunggu kak rendi jemput, berangkat deh. Aku meraih hp ku lalu berjalan keluar kamar.
      “kejutan……!!”
      Langkahku terhenti, mataku membulat melihat papa, mama, dan kak theoo yang sudah berada di meja makan.
      “papa? Mama? kak theoo?” teriakku senang, tanpa basa basi lagi aku langsung menuruni tangga, bergabung dengan mereka.
      “sofi kangen banget sama papa sama mama…” aku bergelayut manja di leher papa dan mama ku sambil mencium mereka. lalu berlari menghampiri kak theoo. “kangen sama kak theoo juga. (cup)” aku memeluknya lalu mencium pipinya.
      “ish, dede, dibilangin jangan cium-cium sembarangan juga…” protes kak theoo sambil mengusap pipinya. Aku nyengir.
      “papa sama mama kok ga bilang-bilang sih kalo mau pulang? Kan aku bisa jemput ke air port.” Tanyaku sambil duduk di kursi disamping kak theoo.
      “kan kejutan sayang. masa’ kejutan bilang-bilang.” Jawab mama.
      “iya. dong-dong banget sih si dede.” Kak theoo mengacak-acak rambutku. Aku memukul tangan kak theoo sambil merapikan kembali rambutku.
      “kok tumben banget. emang papa sama mama ga sibuk?” tanyaku lagi.
      “proyeknya udah hampir selesai. Jadi ga terlalu sibuk, bisa nyuri waktu buat pulang. Kebetulan mo ngajak kalian liburan juga.” jelas papa.
      “liburan?”

 ***

      “jadi… weekend ini kita liburan ke anyer. Sekalian rayain ulang tahunnya rendi.” jelas tante lisna pada anak-anaknya sambil mengambilkan sandwich untuk om rudi.
      “liburan ke anyer?” gumam rendi dan izal nyaris bersamaan.
      “betul kata mama kamu. dan kali ini kita perginya rame-rame. Papa udah calling keluarganya Sofi, mereka setuju untuk liburan sama kita. Lama ga liburan bareng begini. sekalian reuni.” Lanjut om rudi
      Rendi tersenyum sinis mendengar penjelasan papanya. Sementara izal ekspresinya sulit diartikan.

***

      “haaaah,, terlalu banyak fikiran, gue sampe lupa kalo minggu ini kak rendi ulang tahun.” aku Meletakkan tasku di meja lalu bersandar di kursi.
      “jadi, keluarga lo sama keluarganya kak rendi mo liburan bareng? Seru dong kalo gitu. Dua keluarga yang anaknya pacaran liburan bareng. Jangan-jangan mo sekalian nentuin tanggal.” Goda Susan.
      “ish, ngaco lo!” aku menjentulkan kepala Susan dengan jariku. Susan nyengir sambil menggosok-gosok pelipisnya.
      Kalo keluarga ku sama keluarganya kak rendi liburan bareng… berarti disana bakalan ada Izal juga. arrrgghh, kenapa sih dunia ini sempit banget. lagi-lagi harus kejebak bersama orang yang sama dalam sebuah keadaan yang sama pula. Bodo ah, toh sekarang aku bisa lebih santai ngadepin izal. perlahan, aku bisa lepasin dia meskipun kadang masih kebayang sama kenangan saat bersamanya.
      “ya udah deh, gue pulang duluan yah. sekaligus mo beli kado buat kak rendi.” aku menegakkan tubuhku lalu berdiri sambil menggendong tas punggungku. Susan mengangguk dan ikut berdiri bersiap untuk pulang.

***

      Susan berdiri di depan pos mbah Mario, seperti biasa dia sedang menunggu bundanya yang kali ini menjemputnya.
      ‘tin… tin…’ sebuah mobil sport merah berhenti di depannya. Ini kan mobilnya…
      “hey, mau bareng?” tanya sonia dari dalam mobilnya. Sonia ngomong sama siapa? Susan yang bingung, menoleh kekanan dan kiri dengan tampang polosnya, mencari orang yang diajak ngomong sonia, tapi disana ga ada siapapun kecuali dia.
      “kok bengong?” sonia mengernyit.
      “eh? lo ngomong sama gue?” tanya susan bingung.
      “engga. Gue ngomong sama posnya mbah Mario. Ya iya lah gue ngomong sama lo. bunda lgi sibuk di kampus, kasian kalo dia harus bolak-balik rumah-sekolah-kampus Cuma buat jemput lo doang. Buruan naik gih.” Sonia mengedikkan kepalanya melirik jok disampingnya yang kosong.
      “lo ga takut anak-anak tau kalo kita sodaraan?” tanya susan sambil memakai sabuk pengamannya.
      “engga. Sodaraan sama lo bukanlah aib yang harus ditutupi.” Jawab sonia santai sambil melajukan mobilnya.
      Susan tersenyum kecil mendengar jawaban sonia. dia tau, adiknya ini udah banyak berubah.
      “susan…” panggil sonia lirih.
      “apa?” tanya susan.
      “makasih yah.” jawab sonia singkat.
      “makasih buat apa?” susan tak mengerti.
      “ya… buat semuanya. gue baru sadar, kalo sebenernya gue beruntung banget punya sodara kayak lo. selama ini lo selalu berusaha ngebuka fikiran gue, lo selalu ingetin gue kalo gue lakuin kesalahan. Padahal, saat lo lakuin itu, yang gue lakuin Cuma maki-maki lo. gue mikir kalo lo itu rese, gue benci sama lo, padahal lo ga pernah jahatin gue. malah gue yang sering buat salah sama lo.” jelas sonia.
      “iya. itu karena gue sayang sama lo. gue ga mau sodara gue jadi orang yang jahat.” Jawab susan.
      “susan…” panggil sonia lagi.
      “hemm?”
      “gue mau ke amerika.”
      “hah? Amrik?” susan terkejut mendengar kalimat sonia. awalnya susan berharap menemukan tawa di wajah sonia pertanda kalo dia bercanda, tapi kok ekspresinya serius banget yah. jangankan ketawa, senyum pun engga.
      “lo ga lagi bercanda kan?” tanya susan. Sonia menggeleng.
      “gue pengen hidup di Negara baru, sebagai seseorang yang baru. Terlalu banyak luka disini.” jawab sonia.
      “tapi kenapa harus amrik? Kan jauh banget sonia… ayah sama bunda udah tau?”
      “he.em. tadi malem gue cerita sama mereka. awalnya sih mereka nolak, ayah sama bunda ga mau gue jauh-jauh dari mereka. tapi gue terus bujuk mereka dan ceritain semuanya. akhirnya mereka setuju. Ayah udah calling uncle Lewis buat ngurusin berkas-berkas sekolah gue disana, dan ayah tadi uda dateng ke sekolah buat nggurus kepindahan gue. selain itu, gue juga ketemu riko.”
      “riko? Riko,, temen SMP kita dulu?”

***

      “haha… beres lah joe. Semuanya uda siap. Kita tinggal berangkat aja…”
      Izal melihat papanya sedang asik menelfon di balkon, pasti telfonan sama papanya sofi. izal geleng-geleng kepala, lalu berjalan ke kamarnya.
      “… hadiah? Um… apa yah? apa aja kalo dari kamu aku suka.”
      Izal menghentikan langkahnya di depan pintu kamar rendi yang sedikit terbuka. Rendi juga lagi telfon. dari nadanya, pasti dari Sofi.
      Sofi,, ngomong-ngomong, besok izal bakalan liburan sama dia. seneng sih, tapi kalo inget soal hubungannya sama rendi,, jadi males. Sama rendinya itu loh… aaarrggghhh.
      Izal merebahkan dirinya di sofa kamarnya. Memeluk boneka berbentuk kepala tazmania yang super duper besar.
      “izal, koper kamu mana? Biar ditata di bagasi sama pak engkus. Besok tinggal berangkat.” Tanya tante lisna.
      “izal belum packing-packing ma.” Jawab izal dengan mata terpejam.
      “belum packing-packing gimana? Kamu ini gimana sih zal, yang lain uda siap, kamu masih santai-santai aja.” omel tante lisna. “ya udah, biar mama packin baju kamu. kamu istirahat aja, besok kamu yang nyetir.” Kata tante lisna sambil membuka pintu lemari izal dan mengeluarkan beberapa isinya.

***

      Kak rendi menghentikan mobilnya di depan sebuah resor. tak lama kemudian mobil papa dan izal juga menyusul. kata papa resor ini milik keluarganya izal. aku dan kak rendi memasuki resor dengan arsitektur bergaya eropa itu.
      “wah,,, disini indah banget…” aku berdiri di taman belakang resor. disini ada kolam renang besar yang saling berhubungan dengan kolam renang disisi lain resor ini. itu sih biasa. Yang luar biasa adalah kita bisa melihat pemandangan pantai dari sini. Tebing, awan, ombak, dan pasirnya terlihat jelas dari tempatku berdiri. Kalo malem, suasananya pasti romantic.
      “nanti malem kita bakalan pesta barbeque disini.” kata kak rendi yang berdiri di sampingku.
      “pasti keren.” Sahutku. Kak rendi tersenyum sambil mengacak rambutku.
      “masuk dulu yuk. Istirahat, cape. Tar sore kita jalan-jalan di pinggir pantai, trus liat sunset.” Kata kak rendi. aku mengangguk bersemangat.
      Aku berjalan ke ke kamarku. Anak-anak semuanya dapet kamar yang ada di lantai dua. Dan aku mendapatkan posisi kamar yang istimewa. H’h istimewa. Ya istimewa. Kamarku terletak diantara kamar kak rendi dan Izal, sedangkan kamar kak theoo berhadapan denganku. Istemewa banget kan.
      Aku meletakkan handbag dan hp ku di meja rias. Lalu berjalan ke arah balkon. Di sini pemandangan pantainya jauh lebih indah, dan anginnya kerasa banget. aku merentangkan tanganku. Memejamkan mata, merasakan desir angin yang membelai lembut tubuhku.
      Aku melirik jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul 01.00 siang. Panas-panas gini kalo mandi pasti seger. Aku beranjak dari balkon, masuk kamar lalu melepas semua atributku, ganti pake seragam kebangsaan—jas mandi, dan siap melakukan tugas Negara. *plak. Apasih GJ.
      Aku berendam di bathtub lalu memejamkan mataku. Lilin aroma terapinya bikin rileks sekaligus ngantuk.

***

      “aku siap!!”
Rendi yang beberapa menit lalu menunggu sofi di depan kamarnya berbalik dan menatap sofi. untuk sesaat rendi tertegun. Sofi manis banget. dengan skirt pendek dari bahan ringan berwarna pink soft, kaos tipis berwarna putih polos dengan model kerah sedikit memble memamerkan pundaknya yang mulus, dan topi pantai yang senada dengan skirtnya.
      “hey, kakak. kok malah bengong sih!! katanya mo jalan-jalan di pantai. Ayo!!” kata sofi sambil mengguncang lengan rendi, menyadarkan rendi yang terpesona dengan penampilannya.
      “eh, iya. ayo.” Jawab rendi sedikit ling-lung. Sofi melingkarkan tangannya di lengan rendi.
      “kakak,, tungguin!!” teriak sofi sambil berlari menenteng sepatunya. Rendi dengan sabar menunggunya.
      “si mungil ini. lama-lama aku buang ke pantai juga deh.” Ledek kak rendi.
      “berani gitu?” sofi nyolot.
      “siapa takut. Ayo sini!!” rendi menarik.
      “hey… kakak… ish!!” sofi menarik tangannya dan berlari mendahului rendi. rendi mengejarnya.
      “hey… kamu jangan lari!!”
      “hahaha…” sofi melemparkan sepatu dan topinya ke pasir lalu berlari ke pinggir pantai hingga ombak menyentuh kakinya. “nih, rasakan serangan ku. Sofia si pengendari air!! Byur… byur… byur…!!” sofi menyipratkan air kearah rendi.
      “awas kamu yah!! rasakan serangan balasanku!!” rendi balas menyipratkan air kearah sofi, membuat kaos dan rambutnya basah semua. Mereka saling menyerang satu sama lain, terlihat bahagia meskipun sesekali saling mengejek. Siram-siraman air, kejar-kejaran, apa saja yang bisa membuat mereka senang dan tertawa lepas.
      Disisi lain, ada sepasang mata yang mengawasi mereka. memandang nanar dengan hati yang terluka.

***

      Aku dan kak rendi duduk di tepi pantai. Setelah lelah bermain, kami memutuskan untuk mengeringkan baju yang basah karena bermain air tadi dengan berjemur di bawah terik matahari sore. Bajuku dan kak rendi uda kering. Langit pun uda berubah warna menjadi jingga kemerahan. Sunset.
      Aku menyandarkan kepalaku di lengan kak rendi. kenapa di lengan? Karena kalo di bahu ketinggian. Aku ga nyampe :p.
      “kakak,,, langitnya indah…” kataku lirih sambil memandang lurus kearah matahari terbenam.
      “iya. indah. kayak kamu.” jawab kak rendi. kak rendi menatapku lekat. Aku balas menatapnya dengan tatapan polos. Perlahan, kak rendi mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku mulai grogi. Aku berusaha menghindar tapi kak rendi mengunci tubuhku. Omigosh,,, aku harus gimana. Merem aja deh.
      “dede…!!” aku mendengar suara kak theoo memanggilku. Ini pertama kalinya aku bersukur pada kemunculan kak theoo yang tiba-tiba. Syuhh… aku selamat…
      Kak rendi melepaskan dekapannya tampak salting. Aku beranjak dari tempatku dan berlari menghampiri kak theoo.
      “kakak……” mengalungkan tanganku dilehernya dan memeluknya.
      “ish, dede apa-apaan sih. ga malu apa diliatin pacar kamu tuh. Tar dia cemburu lagi sama kakak.” goda kak theoo.
      “gapapa. sekali-sekali aku pengen liat kak rendi cemburu.” Jawabku santai sambil bergelayut manja di lengan kak theoo, kak rendi menghampiriku lalu mengacak-acak rambutku.
      “ya udah, ayo balik ke resor. di cariin mama tuh. Katanya mo pesta bbq.” Kata kak theoo sambil menggandengku pulang.
*skiiip…
      Papa, mama, tante lisna, om rudi, kak theoo, kak rendi, izal, dan aku, kita semua berkumpul ditaman belakang resor. menikmati acara pesta bbq kami. Papa dan om hendro seksi kipas-kipas dan perapian, sedangkan mama dan tante lisna seksi peracikan bumbu, kak theoo, kak rendi, dan izal seksi icip-icip. Kak theoo yang paling maruk. Bilangnya Cuma nyicip doang, taunya sepiring abis dimakan dia sendiri. ckckck… nah, sedangkan aku disini seksi… um… seksi… seksi sekali. Hahaha. Engga deng. Aku kadang bantuin papa kipas-kipas, kadang-kadang juga bantuin mama, tapi, aku paling sering banatuin kak theoo—bantuin makan :D.
      Kita semua bersenang-senang malam ini. ga krasa waktu uda nunjukkin pukul 11:45 malam. Pelayan resor datang membawakan nampan berisi kue ulang tahun untuk kak rendi. kue coklat yang penuh dengan stoberi diatasnya dengan lilin berbentuk angka 2 dan 0 yang ditancapkan ditengah kue.
      Happy b’day to you
      Happy b’day to you
      Happy b’day…
Happy b’day…
Happy b’day to you…
      Kami menyanyikan lagu ulang tahun untuk kak rendi.
“eh, kakak… udah waktunya nih. ayo make a wish!!” kataku mengingatkan.
      “beneran udah yah?” tanya kak rendi. aku mengangguk. kak rendi memejamkan matanya sejenak. tak lama kemudian kak rendi membuka matanya, lalu meniup lilin ulang tahunnya.
      Plok… plok… plok… kami semua bertepuk tangan.
      “selamat ulang tahun yah sayang…” tante lisna mencium pipi kak rendi.
      “makasih ma…”
      “selamat ulang tahun. Jagoan papa.” Om rudi menepuk pundak kak rendi lalu memeluknya. Kak rendi tersenyum.
      Aku melihat izal melangkah canggung mendekati rendi. lalu mengulurkan tangannya,,
      “selamat ulang tahun ya kak.” Katanya lirih.
      “thanks” jawab rendi singkat sambil menjabat tangan izal.
      “hey, bro. happy born day yah. gue ga bisa ngasih kado apa-apa. lo boleh ambil ade gue aja tuh sebagai gantinya. Kebetulan dia juga uda pake pita di rambutnya. Pas kan. kayak kado.” Goda kak theoo. Aku melotot sambil mencubit perutnya. Kak theoo meringis kesakitan.
      “selamat ulang tahun ya rendi.” kata papa dan mama bersamaan. Mama mencium pipi kak rendi. sedangkan papa memeluknya. Kak rendi berterimakasih.
Dan sekarang giliranku. Dengan sedikit malu-malu, aku berjalan mendekati kak rendi.
      “um,, selamat ulang tahun ya sayang. semoga kamu tambah dewasa. Tambah pinter. tambah ganteng. Tambah… tambah… tambah apalagi yah? tambah segalanya aja deh. Asal jangan tambah jahat dan tambah jelek.” Kataku yang langsung mengundang tawa dari orang-orang yang ada disana.
      Aku mencium tangan kak rendi. lalu memeluknya. Kak rendi mencium kening dan pipiku. Pipiku merona. Ah,, malu banget sama papa sama mama. sama om dan tante juga.
      “hahaha… harusnya kemarin beli cincin dulu yah, biar mereka sekalian tunangan.” Kata om rudi.
      Papa dan mama tertawa. Aku dan kak rendi Cuma bisa garuk-garuk kepala.—salting.

***

      Pesta perayaan ulang tahun kak rendi yang ke-20 telah usai. Waktu menunjukkan pukul 02.00 pagi. Suasana udah sepi karena orang-orang udah pada tidur.
      Sofi duduk sendiri di pinggir kolam renang resor. Bara sisa pembakaran daging di acara barbeque tadi masih menyala dan menyebarkan kehangatan disekitarnya. dia menyeruput coklat panas dari cangkirnya. Karena sepanjang perjalanan tadi dia terus-terusan tidur, akibatnya uda selarut ini sofi masii belum ngantuk sedikitpun. Tadi sih masii di temenin sama Rendi, tapi setengah jam yang lalu rendi bilang kalo dia ngantuk, sofi menyuruhnya untuk tidur, meskipun sempet ngotot mo nemenin, tapi akhirnya rendi KO juga. sofi bisa mengerti, rendi pasti sangat lelah karena sepanjang perjalanan dia menyetir mobilnya sendiri.
      Sofi memandang langit malam yang cerah. Bulan purnama terlihat jelas dari tempatnya dengan bintang-bintang yang seolah-olah terlihat berkedip padanya. Hatinya terasa damai mala mini. Sofi tak pernah menyadari bahwa ada bahaya yang sedang mengancamnya.
      Di balkon lantai 2 seorang laki-laki berdiri dengan pot bunga di tangannya tepat diatas kepala sofi. sepertinya laki-laki itu berniat menjatuhkan pot bunga yang di bawanya dan menargetkannya pada sofi.
      Izal baru 15 menit tidur. Insomnianya kambuh lagi. izal bersusah-payah untuk memejamkan matanya dan meraih pulai mimpinya. Berhasil sih, tapi sesuatu membangunkannya. Dan menyeretnya pulang dari pulau mimpi *padahal baru aja turun dari perahu dan liat sofi lagi duduk di pinggir pantai menunggunya. Aarrgghh. Berhubung ga bisa tidur lagi, akhirnya Izal memutuskan untuk jalan-jalan Di taman belakang resor bekas pesta kak theoo tadi. Disana anginnya sejuk.
      Sofi baru saja meletakkan cangkir coklat panasnya yang kini telah kosong diatas meja. dia melihat izal yang baru saja keluar dari dalam. Izal tersenyum kecil padanya lalu berjalan kearah sofi.
      Tangan itu mulai melepaskan pot bunga yang di bawanya. Beberapa detik lagi pot itu akan jatuh tepat menimpa kepala sofi.
      Lihat zal. lo harus tau gimana rasanya liat cewe yang lo sayang mati di depan mata kepala lo sendiri.


to be continue...

Selasa, 17 Januari 2012

.:: Eeniee Meeniiee ::. pt. 22

***


“sofia…?” tegurnya. Entah sejak kapan dia menyadari kehadiranku. “ngapain lo disini?” tanya heran.
      “eh,? gue… gue kesini mo… mo ngasih makan ikan. Iya. ngasih makan ikan.” Jawabku salting, lalu berjalan mendekati kolam dan melemparkannya pada ikan-ikan yang lapar. “lo sendiri ngapain disini?” tanyaku lalu duduk di samping izal. entah lah. Untuk hari ini aku tak ingin menghindarinya. Malah aku pengen terus disampingnya.
      “engga ngapa-ngapain. lagi pengen menyendiri aja.” jawabnya singkat sambil meletakkan gitarnya dan memandang lurus ke kolam.
      “kirain lagi nyari wangsit.” Ledekku. Izal tersenyum tipis. “lo suka main gitar yah?” tanyaku. Kali ini aku emang lebih banyak nanya, sementara izal sedikit dingin.
      “engga juga. tadi abis nyimpen bola voli di gudang, terus nemu gitar ini disana. Tauk tuh bekas apaan ada gitar di gudang. Gue pake aja.” jelasnya tanpa menatapku.
      Aku menatapnya lekat, dan melihat ada memar di pipinya. Pasti gara-gara kemarin. Sampe memar begitu pasti sakit banget.
      “pipi lo memar. Pasti sakit.” aku menyentuh lembut pipi izal.
      “sakitnya ga seberapa ketimbang sakit yang disini.” izal menarik tanganku yang menyentuh pipinya lalu menempelkannya di dadanya sampai Aku bisa merasakan detak jantungnya.
      “em… lo udah obatin belum? Biar gue kompres yah.” aku menarik kembali tanganku. Aku ingat, tadi aku kesini bawa es teh dan masih tersisa beberapa prongkol es batu di dalamnya. Aku berjalan kearah kolam. Membuang teh manisnya dan mengambil prongkol es nya. Tak jauh dari tempatku ada kran air, aku cuci dulu es batunya biar ga lengket, lalu aku ambil sapu tangan dari sakuku dan membungkus es batunya.
      Aku duduk disamping izal lalu mengompres lukanya. Izal sedikit berjengkit.
      “sakit…” bisiknya.
      “maaf.” Jawabku lirih. “harusnya lo lepasin gue. jadi lo ga bakalan sakit begini.”
      “sampe kapan pun gue ga akan lepasin lo. kenapa sih lo harus jadian sama dia? kenapa harus dia?” izal menatapku. Aku buang muka menghindari tatapannya. Gue juga ga tau kenapa zal? tiba-tiba udah begini.
      Teeet… teeett… teeet… teeet… bunyi bel masuk. Tanda pelajaran akan di mulai kembali. Aku menarik nafas panjang. Bersyukur, karena aku punya alasan untuk pergi.
      “uda masuk. Ayo kita ke kelas. Tapi jangan barengan. Ga enak sama Sonia.” kataku sambil berdiri dan bersiap melangkah, tapi izal menarik tanganku.
      “kita bolos aja. ga usah masuk kelas.” Ajaknya.
      “eh? bolos?” aku mengernyit mendengar ajakan izal. “ish, kita ini uda kelas 3, mana boleh bolos? Kan harus belajar buat ujian.” Tolakku.
      “pelajaran seni ini. palingan juga kita denger dakwah GJ dari pak budi. Ujung-ujungnya kita disuruh nglukis. Udah, sini aja.”

***

Aku dan izal duduk di bawah pohon di pinggir kolam. Aku mengalah dan akhirnya bolos sama izal. hari ini aku ga punya kekuatan untuk menghindar dan lari dari izal. hari ini aku putuskan untuk menyerah dan tinggal disisinya, meskipun aku tau ini ga pantas. Ada kak rendi dan sonia diantara kita. Tapi aku ga peduli. untuk kali ini aku ingin bersikap egois. Selama ini aku terlalu banyak mengalah dan terluka, izinkan aku jadi orang egois kali iniiii aja. selain itu…
Tuhan… izin kan aku menikmati 90 menit waktu mu, hanya 90 menit saja, untuk bersama izal, mengenang masa lalu bersamanya, merasakan betapa indahnya perasaan ini, dan saat bel istirahat kembali berbunyi, aku akan melepas pelukannya dan bersiap untuk pergi dari sisinya untuk selamanya.
“gue kangen banget sama saat-saat kayak gini.” Izal menyandarkan kepalanya di pundakku.
“iya…” jawabku singkat. “gue juga.”
“kalo lagi berdua sama lo begini, rasanya ga percaya kalo lo uda jadi milik orang sekarang.” lanjutnya. Aku tersenyum tipis. Gue juga ga percaya zal. tapi ini nyata.
“keadaan berubahnya cepet banget yah zal. gue sampe keteteran dan ga bisa ngimbangin semuanya.”
“tapi perasaan gue ke lo ga pernah berubah Sof.” Izal menggenggam tanganku. “dan gue yakin lo juga gitu, iya kan.”
“yeey,,, sok tau banget sih lo.” aku mendorong izal dan melepas genggamannya. Izal nyengir.
“zal, ajarin gue main gitar dong… dari dulu gue pengen… banget bisa main gitar.” Aku mengambil gitar yang ada disamping izal dan memetik senarnya.
“yakin mo belajar gitar? Tar tangan lo putus lagi kena senarnya.” Ledek izal.
“izal… gue serius…!!”
“gue juga serius. Liat tu jari lo aja kecil mungil begini, palingan baru metik senar aja kukunya udah patah.” Goda izal sambil meneliti jariku. Aku cemberut.
“iya deh,, iya. sini gue ajarin. Tapi lo salah tuh pegang gitarnya. Yang bener tuh begini,,,” izal duduk di belakangku, tangannya menyentuh tanganku membantuku menekan kunci, tangan yang satunya membantuku memetik senar. Aduh,,, aku grogi banget, sumpah.
“jari lo harus kenceng nekennya. Kalo ga kenceng bunyinya juga jelek.” Kata izal.
“ah,,, tapi sakit zal!!” aku melepas tanganku. Ada guratan-guratan merah bekas senar waktu nekan kunci tadi.
“lo mah, gue bilangin juga apa. nih, liat, tangan gue aja sampe mati rasa.” Izal menunjukkan jari-jarinya. “Ya namanya maen gitar emang begitu. Udah, siniin gitarnya. Mendingan lo nyanyi aja deh. Biar gue yang petik gitarnya. Suara lo kan bagus tuh.” Izal mengambil gitar dari pangkuanku dan memainkannya.
“engga ah, gue malu.” tolakku.
“yeey, waktu audisi solois kemaren lo nyanyi di depan orang banyak aja ga malu, sekarang Cuma ada gue doang masa’ malu sih.” protes izal.
“ini kan beda zal.” ups. Aku langsung menutup mulut dengan kedua tanganku. Hadeh, keceplosan.
“eh? beda? Emang bedanya gimana?” tanya izal sambil menahan tawa.
“iya deh,,, gue nyanyi. Tapi duet yah.” pintaku. Izal mengangguk. lalu mulai memetik gitarnya memainkan intro sebuah lagu. Aku tau lagu ini. ah,,, izal ini. dia mau curcol apa nyanyi sih?! ngena banget lagunya. Aku menyandarkan kepalaku di pundak izal dan mulai menyanyikan lagunya.

Ucapkanlah kasih satu kata yang kunantikan
Sebab ku tak mampu membaca matamu
Mendengar bisikmu…

Nyanyikanlah kasih senandung kata hatimu
Sebabku tak sanggup mengartikan getar ini
Sebabku meragu pada dirimu

Izal menatapku dan kita menyanyikan lagu bersama.

      Mengapa berat ungkapkan cinta padahal dia ada
      Dalam rinai hujan, Dalam terang bulan,
      Juga dalam sedu sedan
     
      Mengapa sulit mengaku cinta padahal dia terasa
      Dalam rindu dendam, hening malam
      Cinta, terasa ada…

***

      “…zal, sekarang tu keadaannya uda beda. Lo, gue, kita, semuanya udah berubah. percaya deh sama gue, sonia itu cewe yang baik, meskipun kadang-kadang rada egois. Lo baik-baik yah sama dia.” kata sofi lalu dia pergi.
      Izal melangkah gontai menyusuri koridor menuju kelas. Sofi, dia memang rumit. Bahkan lebih rumit dari soal UMPTN fisika. Sofi selalu membuatnya penasaran. Pesonanya. Sikapnya… semuanya.
      “izal, lo tadi kemana aja sih? kenapa ga ikut kelas seni?” tanya sonia begitu melihat izal memasuki kelas.
      “gue sms ga bales. Di telfon ga diangkat. Kemana sih?” lanjutnya sambil mengikuti izal yang berjalan menuju kurrsinya.
      “ish, IZAAALLLL!!!” teriak sonia yang jengkel karena merasa tak di perhatikan.
      “soniaaa!!! Lo berisik banget sih!!” izal balas berteriak. Lalu duduk di kursinya
      “ya abis lo nya di tanyain diem mulu!” gerutu sonia sambil duduk di kursi sebelah izal.
      “tadi gue tidur di perpus. Ngantuk.” Jawab izal singkat lalu meletakkan kepalanya di meja. tidur.

***

      Sonia sedang menyelesaikan sentuhan akhir untuk penampilannya malam ini. dia mengusapkan blash on (nulisnya bener ga yah. pokonya maksudnya itu deh) pada pipi nya agar terlihat lebih merona dan tidak pucat. Izal sudah menunggunya di bawah. Padahal tadi pas diajak jawabnya dingin banget, eh taunya berangkat juga. dasar Izal.
      Sonia memakai dress hitam berenda selutut, lengan dan punggungnya terbuka, dengan kerah tinggi. Rambut panjangnya di gelung, ada tiara kecil yang di selipkan di rambutnya. Membuatnya terkesan elegan dan cantik. setelah menyemprotkan parfum, sonia menyambar dompet dan kadonya lalu berjalan keluar kamar.
      “ayo buruan, lelet banget sih jalannya.” Gerutu izal yang sudah berdiri dari sofa dan siap untuk pergi.
      “bentar dong zal. gue lagi pake high heels nih, jadi harus hati-hati.” Kata sonia yang berjalan sedikit tertatih meuruni tangga.
      “ok. ayo berangkat.” Kata sonia setelah berdiri disamping izal. sonia melingkarkan tangannya di lengan izal lalu mereka berangkat bersama.

***

      “kakak,,, cape nih, duduk situ dulu yuk!!” aku menarik tangan kak rendi dan berjalan mendekati kursi tempat duduk dekat lampu taman town square.
      male mini asik. Aku jalan-jalan di town square sambil razia orang-orang pacaran gitu deh. Kurang kerjaan banget kan. tapi seru loh, orang-orang disini unik. Ada 2 cowo ganteng bertubuh atletis yang ternyata maho. Kok tau kalo maho? Soalnya, tadi aku sama kak rendi kan antri beli jagung bakar tuh, nah, kak rendi duduknya deketan sama cowo itu, eh, si cowo genit-genit gitu sama kak rendi, kak rendi yang geli langsung ngajak aku kabur.
      ada juga pasangan mesum yang ga sengaja kepergok lagi… aarrgghhh… malu deh jelasinnya. Suka aneh deh kalo liat yang kayak gitu, soalnya yang malu tuh justru malah penontonnya, sedangkan  pelakunya malah asik-asik aja. kak rendi langsung nutup mataku dan langsung ngajak aku pergi.
      “gokil. Kita berbakat banget jadi satpol pp yah.” kata kak rendi sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.
      “hahaha… kayaknya yang normal disini Cuma kita doang yah. tapi tadi lucu deh, waktu kakak di godain sama homo. Hahaha.” Ledekku.
      “ah, kamu rese nih. udah ga usah bahas itu lagi. arrgghh sumpah geli banget.” kak rendi bergidik. Aku tertawa melihatnya.
      “eh, kak. Kakak liat deh, dua cewe itu.” aku menunjuk dua cewe yang berdiri di bawah pohon palm beberapa meter di depanku.
      “iya. kenapa emang?” tanya kak rendi yang mengikuti pandanganku.
      “gimana kalo kita taruhan. Berani ga?” tantangku.
      “eh? taruhan gimana maksud kamu?” tanya kak rendi tak mengerti.
      “coba deh kakak dadahin mereka sambil lirik-lirik dikit gitu. Kita taruhan, menurut kakak gimana reaksi mereka? bakal nyamperin ato malah ngacangin kakak?” jelasku. Kak rendi berfikir sejenak sambil manggut-manggut.
      “hem,,, ok. kalo aku menang kamu traktir aku makan di restoran china itu yah.” kak rendi menunjuk restoran china di depan town square.
      “sieph. Tar sebaliknya yah. kalo aku yang menang, kakak yang nraktir aku. 2 paket sekaligus.”
      “beres. Siapa takut. Kalo gitu,, aku pegang… em,,, menurutku, mereka bakalan cuek. Kayaknya cewe baik-baik. ga ada tampang gampangan.” Kata kak rendi.
      “ish, cewe baik-baik apaan. Dandanannya aja jablay begitu. Palingan juga cewe tiiit.” Timpalku. Sambil menatap cewe itu. pakaiannya serba mini. Punya adenya di pake kali yah. liat aja, pake tank top yang super duper ketat, dan rok mini yang Cuma sejengkal dari pinggul. Ckckck tu orang ga takut masuk angin apa. belum lagi asesoris-asesorisnya yang… ah, kalo diliat kayak toko berjalan deh pokonya.
      “tiit apanya. Polosan gitu.” Kak rendi ngotot.
      “polos apanya, jalan ke town square aja tampilannya kayak mo konser gitu. Ih, perasaan artis juga ga gitu-gitu amat. Ah, uda deh, panggil aja, panggil. Kita liat siapa yang menang.” Tantangku.
      “ok. liat nih.” kak rendi memasang gaya paling cool-nya. Lalu melambaikan tangannya pada cewe itu. cewe itu melirik kearah kak rendi. awalnya gag ada reaksi. Kak rendi tersenyum puas. Tapi ga lama kemudian, salah satu dari cewe itu berjalan mendekat. Kirain sih, mo buang minuman. Soalnya cewe yang lagi jalan itu bawa botol minuman dan di dekat tiang listrik ga jauh dari tempatku dan kak rendi duduk ini ada tong sampah, eeh,, taunya sic ewe lurus aja dan…
      “hai… kenalin nama ku agnes.” Cewe itu mengulurkan tangannya pada kak rendi. spontan aja tawaku langsung meledak dan ngakak di tempat. Ga tahan liat wajah bengong kak rendi.
      “mampus deh!” gumam kak rendi sambil mendelik kesal kearahku yang ngakak sampe klesotan di tanah.

***

      “zal, mo gue ambilin lagi kue nya?” tanya sonia pada izal yang sedang menikmati live music di tengah pesta.
      “engga deh. Gue uda kenyang.” Jawab izal santai.
      “ya udah deh. Gue kesana dulu yah. mo ambil minuman.” Kata sonia sambil menunjuk meja hidangan. Izal mengangguk tanpa menatap sonia.
      “Aish!!” pekik sonia. seseorang baru saja menabraknya ketika berjalan mendekati meja hidangan. Untung aja ga ketumpahan minuman yang dibawa cowo itu.
      “eh, sory… sory banget yah. gue ga sengaja.” Kata cowo manis berwajah kearab-araban itu.
      “iya. gapapa kok.” Jawab sonia singkat.
      “eh, kayaknya gue ga asing deh sama lo.” kata cowo itu sambil menatap wajah sonia seraya mengingat sesuatu. “lo… lo sonia kan?” tanyanya ragu.
      “iya. gue sonia. lo siapa yah?” sonia balik nanya.
      “gue Riko. Temen SMP lo.” riko mengingatkan. Membuka kembali draf memori di otak Sonia.
      “hah? Riko??”

***

      “…Riko apa kabar? Lama yah ga ketemu. Kemana aja lo?” tanya sonia yang sudah berhasil mengingat sosok cowo jangkung dihadapannya itu
      “iya. gue ikut bokap di amrik dan sekolah di sana.” Jelas Riko singkat.
      “loh kok bisa disini gimana ceritanya?”
      “gue disini lagi liburan, sama ada misi penting juga.” jawab Riko, dia sedikit malu-malu ketika mengatakan kalimat terakhirnya.
      “haha misi penting? Sok iye banget sih.”
      “sof, gue ga nyangka loh bisa ketemu lo disini. gue cariin lo, tapi ga pernah ketemu.”
      “nah lo nyariin gue nya dimana dulu. kalo lo nyariin gue di kandang ayam ya jelas ga bakal ketemu. Hahaha…”
      “ahaha… lo bisa aja. gue cari alamat lo, tanya ke anak-anak lewat e-mail, tapi ga ada yang bales. Gue seneng banget ketemu lo disini. lo tambah cantik aja.” goda riko.
      “haha,, tau aja lo.” sonia sok. “ngomong-ngomong, tadi katanya lo nyariin gue, ada apaan? Gue ga punya utang sama lo kan?”
      “yeeey,,, lo pikir gue ini rentenir apa, nyariin buat nagih utang. Engga kok. Gue Cuma pengen…” riko menggantung kalimatnya.
      “ya?” sonia mengernyit. Menunggu kelanjutan kalimat riko.
      “eh, lo kesini sama siapa?” tanya riko mengalihkan pembicaraan.
      “sama cowo gue. tuh orangnya.” Sonia menunjuk izal yang sedang memngotak-atik hp nya.
      “oh, jadi dia cowo lo. tapi kok kalian aneh yah.” kata riko.
      “eh? aneh gimana maksud lo?” sonia tak mengerti.
      “yea,,, dari tadi gue perhatiin lo sama dia. kayaknya hubungan kalian dingin gitu. Izal kayaknya…”
      “setengah hati?” sonia memotong kalimat riko. Riko mengangguk.

      Sonia berbaring diatas tempat tidurnya. Mengenang kembali percakapannya dengan Riko saat di pesta tadi.

      “kalo emang setengah hati, kenapa terus dilanjutin?” tanya riko.
      “gue ga mau kehilangan dia. ga peduli gimanapun perasaannya sama gue, bagi gue yang penting dia ada disisi gue, itu aja uda cukup.” Jelas sonia.
      “lo salah sonia. kalo begini, secara ga langsung lo sebenernya malah nyakitin diri lo sendiri. status aja ga cukup dalam suatu hubungan. Apa sih pentingnya status? Status bisa di buat sonia. tapi perasaan engga.”
      “tapi izal juga suka kok sama gue. buktinya, kita bisa bertahan sampe sekarang ini. ok, mungkin izal masih sedikit dibayang-bayangin sama sofi, tapi palingan bentar lagi izal juga lupa, gue bukan sonia yang dulu. gue lebih dari mampu buat bikin izal jatuh cinta sama gue.”

***

      “izal…” sonia duduk di samping izal yang sedang sibuk mengerjakan tugasnya.
      “hem…” jawab izal cuek tanpa berhenti menulis.
      “izaaall……” panggil sonia lagi.
      “apa sonia??” jawab izal masih cuek, sambil membalik halaman bukunya, dan melanjutkan tulisannya.
      “izal,, gue boleh nanya sesuatu ga?”
      “hemm…”
      “zal, lo suka ga sih sama gue?” tanya sonia. izal diam dan tetap konsen menulis.
      “izaaaalll… ishh!!!” sonia geregetan. Izak tetep cuek. Dia masih konsen pada tugasnya.
      “arrrggghhh izaaaaaaalll…” teriak sonia membuat seisi kelas menatap kearahnya. Sonia nyengir dan minta maaf, lalu kembali konsen ke izal.
      “apa sih?!” tanya izal mulai kesal.
      “ish, gue tadi tanya sama lo, lo suka ga sama gue??” tanya sonia sedikit memaksa.
      “iya,, iya,,, gue suka sama lo. gue suka kalo lo ga gangguin gue. berisik tauk. Gue lagi ngerjain tugas nih.” jawab izal jengkel. Sonia cemberut. Izal mendongak menatap sofi yang tak jauh darinya. Sofi nyengir, sepertinya sofi ingin mendekat tapi tak enak hati pada sonia.
      “hey sofi? kenapa?” tanya izal. ekspresinya langsung berubah 180 derajat.
      “engga papa. Cuma mo bagiin ini.” sofi nyengir sambil menyerahkan selembar kertas hasil ulangan biologi. “ya udah, gue duluan yah.” kata sofi buru-buru pergi meninggalkan izal dan sonia.
      “hem,, giliran sofi aja, langsung respect.” Gerutu sonia.

***

      Jam ke 5-6, waktunya Pelajaran PLH. Anak-anak kelas 12A4 digiring menuju taman belakang sekolah untuk menanam bibit rambutan.
      “izal,,,” sonia mendekati Izal yang sedang menyobek polly bag bibit rambutan.
      “hem…” jawab izal cuek.
      “gue laper. Ke cafeteria yuk.” Ajak sonia sedikit manja.
      “ish, lo ga liat apa gue masi nanem bibitnya?! Ntaran aja yah.” kata izal sambil meletakkan bibit rambutan ke dalam lubang galian yang sudah di sediakan.
      “yah, izal…” sonia kecewa.
      AAAAAH… tiba-tiba terdengar jeritan suara cewe. Anak-anak segera menuju kearah suara itu. ternyata dari sudut taman.
      “eh, ada apaan?” izal menarik baju Odi yang juga hendak berjalan menghampiri kerumunan itu.
      “sofi digigit ular.” Jawab Odi singkat.
      “Hah? Sofi digigit ular?” izal terkejut dan langsung berlari menghampiri sofi.
      “izal tunggu….!!” Sonia berlari menyusul izal.
      Izal menyelinap kedalam kerumunan itu. beberapa anak sedang menolong sofi. sofi memakai sepatu kets dan kaos kaki pendek. Terlihat ada dua titik yang mengeluarkan darah di mata kakinya Yang mulai membiru.
      “sofi, lo ga papa?” tanya izal panik. “hey,,, ambil tali cepet!!” teriak izal pada anak-anak.
      “tapi disini ga ada tali zal” jawab sonia.
      “ya apa ajalah. Cepetan, keburu racunnya nyebar!!” teriak izal tak sabar. Sonia tak pernah melihat izal se panik dan se khawatir itu untuknya.
      “ini nih, pake pita gue.” seorang cewe menyodorkan pita rambut berwarna ungu pada izal. izal langsung meraihnya dan mengikatkannya di kaki sofi. izal menggendong sofi dan membawanya ke UKS.
      “kata dokter sofi gapapa. untung aja, racun ular itu ga bahaya.” Kata izal sambil menghampiri sonia yang duduk termenung di kursinya. “oh, ya. tadi lo ngajakin gue ke cafeteria kan? ayo, sekarang.” lanjut izal.
      “engga jadi.” Jawab sonia dingin lalu pergi meninggalkan izal.
      “ish, kenapa tu anak? Aneh.” Gumam izal.
      Sonia duduk sendiri di sudut cafeteria. Mungkin riko benar. Bertahan sama cowo yang Cuma setengah hati sama kita itu Cuma nyakitin diri sendiri aja. di satu sisi, gue emang bangga bisa miliki izal, tapi disisi lain, semua ini nyakitin buat gue. siapa sih cewe yang ga sakit dikasarin terus sama cowo nya? Siapa cewe yang ga sakit kalo terus-terusan di cuekin sama cowonya? siapa juga yang ga sakit liat cowonya terang-terangan lebih merhatiin cewe llain, ketimbang pacarnya sendiri. pada dasarnya, izal emang ga pernah bisa lepas dari sofi. dan gue belum berhasil buat izal jatuh cinta sama gue.
      Drrt… drrt… drrt… hp sonia bergetar.

      From: 087859117xxx
      Tar sore ada acara?
      Gimana kalo kita ketemuan?
      -RIKO-

***

      “sonia, pulang bareng yuk!” izal mendekati sonia yang sedang membereskan bukunya.
      “engga deh. Gue bawa mobil sendiri kok.” Jawab sonia dingin. lalu buru-buru menjauh dari izal.
      “tumben banget dia nolak. Biasanya dibela-belain ga bawa mobil biar bisa pulang bareng. Kenapa sih tu anak. Jadi dingin gitu sama gue. temperaturnya berubah kali yah?” gumam izal ngaur.
      @bublepump cafĂ©
      “ada apaan Ri? Tumben ngajak gue ketemuan.” Tanya sonia sambil menyeruput jus alpukatnya.
      “engga ada apa-apa. Cuma pengen ngobrol aja. lo baru pulang sekolah yah?” tanya Riko. Aku mengangguk.
      “engga dianter sama cowo lo?” tanyanya lagi.
      “engga. Males gue.”
      “kok gitu?” riko mengernyit.
      Sonia menceritakan semuanya pada riko. Tentang kenapa dia bisa jadian dengan Izal. tentang Izal dan sofi. tentang Izal yang cuek dang a pernah nganggep dia ada. tentang semuanya.
      “…gue sedih Ri. Gue cape diginiin terus.” Pipi sonia mulai basah karena airmatanya.
      Riko mengambil tissue dan mengusap air mata sonia.
      “em,,, soal gue sama Sofi,,, sebenernya gue pengen jelasin sesuatu ke lo.” kata riko. Sonia mengernyit.
      “jelasin apaan?”
      “gue ngerasa bersalah banget sama lo sonia. gue udah nyakitin lo. gue jadiin lo sumber informasi gue buat nyari tau semua tentang Sofi. sampe akhirnya gue ngrasa kalo gue suka sama sofi dan nembak dia. sebenernya semua itu salah sonia. gue salah ngartiin perasaan gue ke sofi. dari awal sebenernya gue uda tertarik sama lo. gue liat-liat lo deket sama sofi. akhirnya gue kenalan sama lo. gue sering bahas soal sofi itu Cuma buat ngisi pembicaraan kita aja. dari lo gue tau siapa sofi. gue emang kagum sama dia. hanya kagum sebenernya. Dan dengan bodohnya gue nganggep kalo itu perasaan suka. Padahal jelas-jelas yang gue suka itu lo. gue nyesel banget sonia…” jelas Riko panjang lebar.
      “gue sengaja kesini buat nyari lo, dan jelasin ini semua. Selama ini gue ga tenang karena kepikiran masalah ini terus. Dan gue ga akan tenang sebelum gue jelasin semuanya. gue suka sama lo sonia.” riko menggenggam tangan sonia.
      “ap… apa? lo apa?” sonia tak percaya.
      “gue suka sama lo. gue cinta sama lo sonia.” riko menatap sonia lekat.
      “riko, lo jangan bercanda. Lo ga usah bikin gue GR deh.” Sonia menyangkal.
      “sonia,, gue serius. Maafin gue yah. ini salah gue. gara-gara gue juga lo jadi tersakiti begini.” riko mengelus rambut panjang sonia.
      “sonia,, lo dengerin gue. gue mau lo lupain semua dendam lo sama Sofi. dia ga salah. Lo juga harus lepasin izal. lo tau kan dia sayang sama sofi. percuma aja lo pertahanin hubungan lo sama dia. itu Cuma bakal nyakitin banyak orang. Nyakitin sofi, izal, gue, bahkan diri lo sendiri. lupain semuanya dan kita mulai lagi dari awal. lo mau kan?”

***

      Drrt… drrt… drrt… hp izal berbunyi.

      From: Sonia
      Zal, ayo kita ketemuan.
      Gue tunggu di taman deket komplek gue.
      Sekarang.

      “sonia? ngapain dia ngajak ketemuan? Tumben. Biasanya kalo ngajakin keluar dia langsung dateng kerumah.” Gumam izal. lalu mengetikan balasan untuk sonia.

To: Sonia
Ok

*skiiip
      Izal memarkir mobilnya. Dia melihat sonia sudah menunggunya. Izal mendekati sonia dan duduk di ayunan, di samping sonia.
      “kenapa? tumben ngajak ketemuan?” tanya izal. sonia menatapnya lekat. Lalu menarik nafas panjang seraya mempersiapkan diri dengan kata-kata yang akan terucap.
      “zal,,,” sonia menggantung kalimatnya. Dia tampak masih ragu. Izal mengangkat alisnya tak mengerti.
      “apa?” tanya izal yang tak sabar karena sonia tak kunjung melanjutkan kalimatnya. Sonia menarik nafas panjang.
      “zal, kita putus aja yah.”


to be continue...