kenapa semi final??
baca dulu. tar juga tau... :D
***
Tangan itu mulai melepaskan pot bunga yang di bawanya. Beberapa detik lagi pot itu akan jatuh tepat menimpa kepala sofi.
Lihat zal. lo harus tau gimana rasanya liat cewe yang lo sayang mati di depan mata kepala lo sendiri.
“Sofia…!! AWAS!!!” teriak izal yang sadar dengan bahaya yang terjadi. Izal berlari dan segera menarik Sofi.
BRAK!!
Pot bunga itu jatuh. Alih-alih menghantam Sofi, pot bunga itu jatuh
menghantap cangkir kosong bekas coklat panas yang sofi letakkan diatas
meja. Sofi masih dalam pelukan Izal. tampak shock dengan kejadian itu.
dia hampir saja mengalami kecelakaan malam ini.
Kegaduhan di taman
belakang sukses membangunkan papa dan mama yang kamarnya tak jauh dari
sana. Papa dan mama langsung ke lokasi kejadian. Di susul oleh kak theoo
dan kak rendi lalu om rudi dan tante lisna yang juga jadi kebangun
gara-gara keributan di luar.
“sof, lo gapapa kan?” tanya Izal cemas.
“gue… takut zal…” gumam sofi lirih.
“ya ampun!! Izal,,, Sofi,,, ada apa ini?!” tanya mama shock melihat kekacauan yang terjadi.
“ada apa ini Izal? kenapa ribut malam-malam begini?” tanya om rudi.
“ada orang yang mau nyelakain Sofi pa, ma,,” kata izal sambil membantu membangunkan Sofi.
“mencelakakan bagaimana maksud kamu?” tante lisna tak mengerti.
“ada orang yang sengaja jatuhin pot bunga dari balkon buat nyelakain Sofi.” jelas Izal.
“ya
ampun! Kenapa bisa begitu? Tapi kamu gapapa kan sayang?” mama memeluk
sofi cemas, tante lisna membelai rambutnya wajahnya juga tak kalah cemas
dari mama.
“sofi gapapa kok ma. Cuma sedikit lecet waktu jatuh
tadi.” Sofi menunjukkan siku-nya yang berdarah. Mungkin tergores saat
terjatuh bersama izal tadi.
“ya sudah. Kita bahas lagi masalah ini
besok pagi. Ini sudah malam. Ga baik ribut malam-malam begini. kita
kembali kedalam.” Kata papa tegas.
“ayo sayang, mama obati luka
kamu.” mama merangkul sofi. mereka semua kembali ke dalam kecuali Izal
yang masih bergeming di tempatnya. dia menatap gundukan tanah, pecahan
pot dan cangkir yang berserakan dihadapannya. Izal melihat sesuatu
diantara pecahan-pecahan itu. sebuah benda yang mungkin saja milik
sipelaku. Izal berjongkok lalu mengambil sebuah gelang yang tertindih
pecahan cangkir.
“gelang ini… ga mungkin!!”
***
Mama dan tante lisna baru saja selesai mengobati lukaku. Aku bersiap
untuk tidur. Aku berusaha melupakan kejadian tadi meskipun aku sendiri
masih shock. Aku ga habis fikir, siapa sih orang jahat yang pengen
nyelakain aku? dan kenapa?
‘ceklek’ pintu kamarku terbuka
dari luar. Sedikit terperanjat, takut orang jahat itu yang datang. Aku
menarik selimutku, mataku menyipit menunggu dengan harap-harap cemas
orang yang akan muncul dari balik pintu.
‘fhew…’ aku menarik nafas. Lega. Ternyata Izal dengan segelas susu coklat ditangannya.
“gimana keadaan lo?” tanya Izal setelah berada di dekatku.
“gue gapapa kok. Tadi juga lukanya uda diobatin sama mama.” jelasku.
“ini, gue bawain susu coklat buat lo. biar lo lebih rileks…” kata izal
sambil meletakkan segelas susu coklat yang dibawanya di bedside table.
“makasih ya zal, udah selamatin gue. kalo ga ada lo, mungkin gue udah…”
“iya… itu kan emang udah tugas gue sebagai… ninja hatori! Pembela
kebenaran dan keadilan.” izal menepuk dadanya sok. Aku tersenyum tipis.
“ya udah. Lo istirahat yah. tidur yang nyenyak. Jangan lupa kunci
pintunya.” Kata izal sambil menutup pintu kamar sofi dari luar.
***
Rendi berjalan menuju kamar sofi, dan dia melihat izal yang baru saja
keluar dari dalam. Izal meliriknya sinis. Tapi rendi tidak peduli. dia
mengulurkan tangannya hendak menyentuh handle pintu, tapi izal
menanhannya.
“apaan nih?” rendi mengernyit.
“lo ga boleh masuk.” Kata izal dingin.
“lo apa-apaan sih?! dia cewe gue. kenapa gue ga boleh masuk. Gue pengen liat keadaannya.” Rendi ngotot.
“h’h. topeng lo udah ketahuan. Ga usah jadi orang munafik deh.” Kata
izal sinis. Lalu menarik tangan rendi membawanya ke taman belakang
resor.
“heh. Lo apa-apaan sih? maksud lo apaan bawa gue kesini?” rendi menarik tangannya dari genggaman izal.
Izal memandang pergelangan tangan kiri rendi yang kosong. Padahal
biasanya rendi selalu memakai gelang yang sama yang juga selalu dipakai
izal.
“ternyata bener dugaan gue.” gumam izal sambil menatap tajam rendi.
“gelang lo mana kak?” tanya izal. tapi lebih mirip mengintrogasi.
“ga ada. gelang gue ilang.” Jawab rendi santai.
“oh ya? tapi gue nemuin gelang ini diantara pecahan pot yang jatuh
tadi.” Kata izal sinis sambil menunjukkan gelang yang tadi di pungutnya.
“gue yakin ini gelang milik pelakunya yang jatoh bareng pot itu.”
lanjut izal.
“sebenernya gue ga percaya. Dan gue berharap
dugaan gue ini salah tapi ternyata… kenapa lo harus lakuin itu kak?
Kenapa lo coba bunuh Sofi? dia salah apa sampe-sampe lo tega lakuin itu
sama dia, eh?!” teriak izal menghakimi rendi.
“lo tu ngomong
apa sih? jadi lo nuduh gue yang jatuhin pot itu?! eh, zal. gue ga
segila itu. ga mungkin gue punya niat buat bunuh sofi!!” rendi membela
diri.
“alah, bukti udah di depan mata kak. Dari pada lo
cape-cape ngrangkai alesan buat bela diri, mending lo ngaku yang
sebenernya!!”
“gue ga mau. Gue ga bego. Gue ga mau ngakuin kesalahan yang ga gue lakuin.” Rendi keras kepala.
“terus kalo bukan lo siapa lagi? jelas-jelas gelang ini Cuma ada 2 di
dunia karena kita sendiri yang nyiptain simpulnya. Satu gelang ini ada
di tangan gue, dan satunya lagi ada di tangan lo. tapi mana? Gelang lo
aja ga ada, dan gue nemuin gelang ini di antara pecahan-pecahan pot itu.
uda deh kak buktinya tu uda jelas. Sampe kapan lo mo ngelak terus eh?”
desak izal.
“gue tau gelang itu Cuma gue sama lo yang punya.
Tapi gue ga tau kenapa gelang itu bisa ada di tumpukan pecahan pot itu.
gelang itu lepas dari tangan gue entah sejak kapan. Dan waktu kejadian
itu terjadi, gue sama theoo lagi nyariin gelang itu. kalo lo ga percaya,
lo boleh tanya sama theoo.!!” Jelas rendi.
“gue emang punya
dendam sama lo, dan gue jadiin sofi sebagai alat bales dendam, tapi gue
ga akan sejahat itu sama dia.” lanjut rendi
“apa? lo jadiin sofi alat bales dendam?” izal mengernyit.
“lo harus ngrasain apa yang gue rasain. Lo harus tau gimana sakitnya
kehialangan cewe yang lo sayang. dan gue berhasil. Gue berhasil nyakitin
lo dengan manfaatin sofi…”
BUGH. Sebuah tinju mendarat di hidung mancung kak rendi.
“Bajingan lo kak. Brengsek.!!”
***
Sofi berdiri mematung di balik pot bunga samiakulkas. Mendekap mulutnya menahan tangis, seraya tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
‘Miauuw…’
‘Arghh…’ aku keluar dari tempat persembunyianku begitu ada kucing yang
tiba-tiba melompat keluar dari semak bunga-bunga di dekatku.
“sofi??” kata kak rendi dan izal nyaris bersamaan sambil menegakkan tubuhnya.
Aku beranjak dari tempatku. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada mereka. tapi aku
terlalu kecewa dan marah untuk bicara dengannya.
“sofia!!”
aku mendengar langkah dan suara izal yang mengejarku. Aku tak
menghiraukannya. Aku terus berlari, menyusuri pesisir pantai yang
remang-remang terkena cahaya bulan.
Aku terus berlari meskipun penglihatanku kabur karena tertutup bening yang tertahan di mataku.
“gue emang punya dendam sama lo, dan gue jadiin sofi sebagai alat bales dendam, tapi gue ga akan sejahat itu sama dia.”
“lo harus ngrasain apa yang gue rasain. Lo harus tau gimana sakitnya
kehialangan cewe yang lo sayang. dan gue berhasil. Gue berhasil nyakitin
lo dengan manfaatin sofi…”
Kata-kata kak rendi terus
terngiang di telingaku bagaikan music yang di putar secara
berulang-ulang. Kak rendi yang aku pikir baik, ternyata sejahat itu. aku
ga nyangka, kak rendi yang selalu buat aku tersenyum, tega nyakitin aku
dan buat aku nangis. Tapi kenapa? aku salah apa?
“sofia!!,, sofi!!” izal berhasil meraih tanganku.
“lepasin gue zal. lepasin!!” aku menarik tanganku, tapi izal tak melepaskannya.
Izal menarikku dan membiarkanku terisak di pelukannya. Izal mengelus rambutku. Aku menangis sesenggukan.
Aku duduk di tepi pantai, beralaskan pasir. Izal masih setia di
sampingku, mendekapku, mengapus setiap bening yang bergulir di pipiku.
“kenapa harus gue zal? gue salah apa?” tanyaku miris.
“lo ga salah sof, gue yang salah.” Jawab izal. “waktu itu… kita lagi camping.” Izal mengawali ceritanya.
“gue, kak Rendi, kak resti dan temen-temen kuliah kak rendi yang
lainnya camping, dan suatu hari kita ngadain navigasi ke suatu tempat.
Buat sampe ke tempat itu, kita semua harus nyebrang sungai. Sungainya
sih ga dalem, Cuma berbatu dan arusnya deres karena semalem hujan.
Semuanya uda nyebrang duluan. Tinggal gue sama kak resti. Gue bantu kak
resti nyebrang. Gue dampingin dia, gue kasih semangat kalo dia uda mulai
takut. Kita hampir berhasil, hanya aja kak resti tiba-tiba nerves, dia
kehilangan keseimbangan, dan kepeleset di sungai. Dia meninggal. Dan
setelah itu, kak rendi ga pernah sama lagi kayak dulu. dia benci banget
sama gue karena nganggep gue uda ngebunuh kak resti.” Jelas izal.
Jadi karena itu. hatiku mencelos. Segitu dalemnya yah perasaan kak
rendi buat kak resti? Terus selama ini kak rendi nganggep aku apa? kak
rendi baik dan perhatian sama aku, makanya aku nyaman deket dia. aku
bisa lupain izal saat bersamanya. Karena itu aku jadian dengannya.
Berharap dia bisa menggati posisi izal di hatiku dengan sempurna, dan
setelah itu berhasil…
“tapi kenapa harus gue…?”
“karena lo berarti banget buat gue.” jawab izal. “Cuma lo satu-satunya
hal di dunia ini yang bisa buat gue bahagia sekaligus sakit.”
“kalo gue berarti buat lo, kenapa lo ninggalin gue zal? kenapa lo sama sonia…”
“gue uda bilang kan kalo gue terpaksa…”
Izal menceritakan semuanya. dan itu sukses membuatku semakin bingung. Ato menyesal?
Selama ini izal uda berkorban buat aku, tapi aku malah nyakitin dia.
andai aja aku tau dari awal. engga. Sejak awal izal uda berusaha buat
jelasin ke aku. tapi, aku terlalu munafik buat percaya sama kata-katanya
izal. terus sekarang gimana?
“zal,, gue bingung… maafin gue karena ga sabar nunggu lo…” gumamku lirih. Izal memelukku.
Harusnya aku seneng, ternyata izal selama ini ga pernah ninggalin aku.
bahkan dia berkorban demi aku. izal benar. Keadaan emang berubah, tapi
izal ga pernah berubah. lalu bagaimana denganku? Aku bisa aja kembali
sama izal. andai aja aku belum berubah, pasti aku akan kembali, tapi
sayangnya…
“sof, lo ga beneran suka sama kakak gue kan?” tanya izal, dia menatapku lekat.
“gue……” aku menggantung kalimatku dan melepaskan diri dari pelukan Izal.
Tapi Izal menarik tubuhku dan… ah…!! Kejadiannya begitu cepat bahkan
aku pun tak sempat menolak. Izal mengunci tubuhku dan aku tak bisa
melakukan apapun. Ini pertama kalinya bagiku. Dan untuk sesaat, dunia
terasa berhenti berputar. hanya ada aku dan Izal. yang lain—ngontrak! :p
***
“(BUGH) berani-beraninya lo nyium cewe gue, eh!!” rendi menarik Izal
menjauh dari sofi lalu mendaratkan tinjunya di wajah Izal.
“h’h.. cewe lo? setelah lo nyakitin dia, lo masih berani bilang kalo
sofi itu cewe lo? sofi ga pantes jadi cewe lo, kak. dia terlalu baik
buat lo sakitin. (BUGH)” izal balas memukul rendi.
“kak
rendi—izal stop!!” sofi berusaha memisahkan kedua kakak beradik yang
saling adu tinju itu. “Stop Izal!! stop!!” sofi menarik Izal yang
mencengkram leher baju rendi, tapi tubuh mungilnya malah terdorong
menjauh.
Rendi balas memukul perut izal, membuat izal terdorong menjauh, izal kembali dan memukul wajah rendi beberapa kali.
“ini buat lo yang udah ngrebut Sofi dari gue (BUGH), dan ini buat lo yang udah nyakitin dia (BUGH)” izal geram.
“hahaha… Bravo! dua sodara sekelas kalian, berantem demi rebutin cewe ini. ckckck… ternyata kuat juga yah, pesonanya dia.”
tawa seseorang menghentikan perkelahian Izal dan Rendi. cowo itu tak
jauh dari mereka, membekap sofi dengan tangannya, dan tangan satunya
lagi mengacungkan pisau di leher Sofi.
“Sofi!!”
“Gading!! Apa-apaan lo?! lepasin dia!!”
to be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar