“zal, nanti anterin gue les vocal lagi yah. besok uda audisi, nanti
latihan terakhir gue.” sonia menggelaayut manja di lengan izal.
“aduh sonia,,, nungguin lo les vocal tu lama banget. BT gue nya,,” tolak izal.
“yah izal,,, ini terakhir deh,,, besok ga lagi. mau yah… mau…” sonia
memasang tampang angel nya. Izal menarik nafas panjang lalu mengangguk.
matanya tertuju pada Sofi yang duduk sendiri di depan kelas, sofi juga
melihat kearahnya. Izal yang menyadari sonia sedang bergelayut manja di
lengannya langsung salah tingkah. Sofi buang muka.
“ok, gue mau, tapi lepasin tangan gue, gue risi tauk!!” bisik izal. sonia nyengir lalu melepaskan tangannya.
“eh, lo pake gelang? Keren… tapi… kayaknya pernah liat ada yang pake
ini juga deh…” sonia mengangkat tangan izal, memandang gelang yang di
pakainya seraya mengingat sesuatu.
“emang ada. lo liat ini di tangannya rendi kan.”
***
Aku duduk di ruang keluarga. Menganti-ganti chanel tv ku secara acak.
Bosan. Jadi kepikiran izal sama sonia yang makin deket. Sebel juga
liatnya. Kenapa harus jadi sedeket itu sih?
Aku memandang hp
ku yang tergeletak diatas meja. mengambilnya dan membuka inbox nya.
Hari ini aku ga smsan sama kak rendi sama sekali. Kak rendi ga telfon
bahkan ga jemput aku sekolah. Kemana sih dia? kok rasanya jadi kayak ada
yang kurang gini yah? kangen kah? Hem… *galau
‘ting tung’ bel rumahku bunyi. aku beranjak dari sofa, dan dengan ogah-ogahan berjalan menuju pintu.
‘ceklek’ aku membuka pintu.
“hai,,!!” sapa kak rendi dari balik pintu.
“kak Rendi?” aku mengernyit. Tapi seneng bisa liat dia. “masuk yuk.” Ajakku. Kak rendi menggeleng.
“engga deh. Ikut aku yuk.” Kak rendi menarik tanganku.
“kemana kak?”
“nanti juga kamu tau.” kak rendi membukakan pintu mobilnya untukku.
“iya,, iya,, tapi ganti baju dulu yah. lagi jelek nih.” pintaku. Kak
rendi menatapku sejenak yang Cuma pake blus lengan terbuka dari bahan
kaos bergambar kepala doraemon, celana pendek, dan sandal jepit.
“engga. Uda cantik kok. Imut.” Kata kak rendi sambil tersenyum tipis. “oh, ya. sebelumnya kamu pakai ini dulu yah.”
***
Rendi membukakan pintu mobilnya untuk Sofi lalu membantunya turun.
Rendi menggenggam tangan Sofi memastikan agar gadis mungil itu tetap
disisinya. Sementara sofi yang sedari tadi tak bisa melihat karena
matanya ditutup kain hitam hanya bisa diam.
Rendi tersenyum
puas melihat hasil karya Marco. Lantai paling atas gedung bekas tempat
parkir sebuah apartemen itu mala mini di sulap menjadi tempat candle
light diner yang romantic. Lilin-lilin putih berbaris rapi mementuk
jalan setapak yang menuntunnya ke meja makan yang telah disiapkan
lengkap dengan hidangannya tentunya :p
“kakak, kita lagi
dimana sih? penutup matanya dibuka aja yah. aku takut gelap.” Rengek
sofi. rendi meliriknya dan tersenyum.
“ok. kamu siap-siap yah.” kata rendi lembut. Lalu membuka simpul kain penutup mata sofi.
Sofi mengedip-kedipkan matanya yang pandangannya sedikit kabur dan
berkunang-kunang karena di tutup tadi. Dia menutup mulutnya dengan kedua
tangannya seraya memekik pelan menyadari pemandangan di hadapannya.
Rendi tersenyum tipis. Mengangkat tangannya untuk menggandeng sofi.
sofi tampak ragu dan bingung, tapi akhirnya dia meraih tangan rendi dan
berjalan bersama menyusuri jalan setapak yang terbentuk dari barisan
lilin menuju meja candle light diner ala Marco.
Rendi menyeret kursi dan mempersilakan sofi duduk. Sofi yang bingung hanya menuruti gerak gerik rendi.
“gimana? Kamu suka tempatnya?” tanya rendi. sofi memandang
sekelilingnya. suasana malam kota bandung terlihat jelas dari tempatnya.
Mobil-mobil terlihat seperti barisan semut yang berkelap-kelip. Begitu
juga gedung-gedung disekitarnya, cahaya lampu yang terpancar dari
kaca-kacanya terlihat seperti bintang yang menggantung rendah di langit.
“disini indah.” gumam sofi. rendi tersenyum. “tapi, ngomong-ngomong,
ini ada acara apa yah? kakak ulang tahun?” tanya sofi polos.
“engga kok. Ga ada acara apa-apa sih, aku Cuma pengen ngajak kamu
candle light diner aja, sekalian mraktekin kejutan-kejutan romantic yang
biasa aku tonton di sinetron-sinetron.” Jawab rendi ngaur.
“iya. jadi sinetron abis. Hahaha… ngomong-ngomong judul sinetronnya apa nih?” goda sofi.
“um,, kalo flora dan fauna gimana?” timpal rendi.
“kenapa ga babi ngepet aja sekalian. Tuh lilinnya banyak.”
“yee,, kalo kebanyakan lilin tar kita susah niupnya. Babinya keburu mati dihajar masa.”
***
Izal menghentikan mobilnya di depan gerbang tinggi rumah sonia.
“zal, mampir ke rumah dulu yah. sebelum berangkat tadi gue bikin cookies. Lo cobain deh.” Ajak sonia.
“gue langsung pulang aja deh sonia. cape. Besok-besok aja cookiesnya lo
bawa ke sekolah. Tar gue makan.” Tolak izal. sonia terlihat kecewa.
“ya udah deh. Lo mo temenin gue les vocal aja gue udah seneng kok.
Thanks ya zal.” kata sonia sambil turun dari mobil izal.
“yup!” izal mengangguk. “ya udah lo masuk rumah gih. Tar lo di gondol kucing lagi.” goda izal.
“yee, lo pikir gue ikan asin apa. Tapi kalo kucingnya lo, gue mau deng.”
“ih, gue mah ga doyan ikan asin. Ya udah. Gue pergi yah.” izal pamit.
Sonia mengangguk. sambil melambaikan tangannya mengantar kepergian izal
*kaya orang mati aja. oops. Astagfirullah.
Izal melihat kaca spionnya. Sonia mulai beranjak dari tempatnya.
Hem,,,
sonia. dia sebenarnya cantik. dia juga baik. dia perhatian dan pinter
masak. Apalagi yang kurang? Sebagai cewe dia cukup sempurna. mungkin di
luar sana banyak cowo yang berebut perhatiannya, tapi sonia telah
memilih izal. ok, sonia memilih izal dan izal memilikinya sekarang.
terus kenapa? mungkin keberadaannya telah menimbulkan patah hati masal
bagi cowo yang ada di antrian sonia. terus mau apa? yea,,, izal emang
1000 kali lebih beruntung ketimbang cowo-cowo itu. dia bisa mendapatkan
posisinya disisi sonia dengan mudah. Izal bisa saja berbangga hati
dengan apa yang telah dimilikinya sekarang. tapi sayangnya dia belum
bisa lepas dari pesona sofi. membuat kemenangannya karena telah memiliki
sonia menjadi tidak berarti sama sekali.
Sofi. cewe mungil yang
polos tapi luar biasa mempesona dengan segala yang ada dalam dirinya.
Sejak kapan dia suka pada sofi? izal sendiri tak tau. Pertemuannya di
depan gedung bimbel sepulang latihan footsal itu hanyalah sebuah proses.
Mungkin dia uda terlahir untuk mencintai sofi kali yah.
Waktu
itu hari pertama masuk SMA. Masa orientasi ga bisa di lewatkan begitu
saja karena itu bisa dibilang tradisi sekaligus ritual turun temurun
sebelum memasuki lingkungan SMA yang sebenarnya.
Aula SMA NUSANTARA jam 09.00 am
Disini
penuh sesak ndengan anak-anak baru yang sukses tampil konyol dengan
atribut-atribut anehnya. Kalung raffia jang pake jumbai-jumbai dari
kancang panjang terus dikasih liontin wortel buat anak cewe dan terong
buat anak cowo. Anak cewe rambutnya di kepang banyak pake pita
warna-warni dari faffia, mirip kayak orang gila yang tidur di pojokan
Pasar Baru,yang cowo pake topi dari bola plastic trus di tengahnya di
kasih raffia yang uda di sobek-sobek mirip kayak upin-ipin.
Izal duduk di sudut aula. tampak frustasi dengan pidato kenegaraan dari
wakasek kesiswaan yang sangat GJ. Temanya apaa,, yang diomongin apa.
maksud hati pengen ngikutin stand up comedy nya raditya dika, tapi apa
daya feel tak sampai. Kalo raditya dika sukses bikin kita ketawa sambil
nahan kentut, nah kalo wakasek satu ini, sukses banget buat kita jadi
kerupuk. Garing bener. Mana ekspresinya flat banget. kayak model ibu-ibu
di iklan Axis. *Itu iklan apa demo masak sih buu…
Izal mengedarkan pandangannya ke sekeliling aula. Anak-anak lain tak
kalah frustasinya. Rama yang duduk di sampingnya malah uda kabur ke
pulau mimpi, sambil ngumpulin oleh-oleh berupa iler satu ember. Izal
menarik nafas panjang, matanya tertuju pada cewe yang duduk di tengah
aula. Pas liat cewe itu sesaat waktu terasa berhenti. Keadaan gelap,
hanya ada setitik cahaya surga yang terpusat pada cewe itu *ooo… drama
baget (>o
Disana ada dua cewe. keduanya cantik.
bedanya yang satu pake kacamata ber frame putih, yang satunya lagi
engga. Dan padanya lah pandangan izal tertuju. Cewe bermata bulat dan
bening tanpa kacamata, pipinya sedikit chubi. Meskipun di kepang banyak
kayak orang gila, tapi dia keliatan kayak orang gila yang imut. Saat
menatapnya ada rasa nyaman disini *nunjuk dada. Rasanya kayak baru aja
nemuin potongan puzzle yang klop. Bener-bener klop sampe-sampe ga ada
waktu buat lirik yang lain. tapi siapa dia?
Keesokan harinya…
“hey, kenapa atribut kamu gak lengkap? Mana kalung kamu?!” tegur kakak OSIS sedikit membentak.
“kacang panjang sama terongnya uda jadi sayur lodeh kak.” Jawab izal nyolot.
Gerrr… tawa anak-anak menggema di kelas. Akhirnya, izal dihukum lari
keliling lapangan 10 kali. 5 untuk atribut yang tidak lengkap. Dan 5
lagi gara-gara nyolotin PJ kelas.
“lo dapet berapa putaran?” seorang cewe menegur izal. izal melirik cewe yang lari disampingnya. Cewe itu,,,
“kurang 3 lagi.” jawab izal singkat.
“yah, berarti 2 putaran kedepan, gue bakal lari sendirian dong.” kata cewe itu terdengar kecewa.
“hahaha… nikmatin aja.” izal stay cool. cewe berkacamata itu tersenyum.
‘kemarin cewe ini duduk disamping cewe imut itu. pasti dia kenal sama
cewe mungil yang berhasil bikin hati gue ketar-ketir itu.’ pikir izal.
“gue udah selesai. Sampai ketemu lagi. gue Izal.” kata izal sambil
berlari mundur ke pinggir lapangan mengakhiri hukumannya.
“Gue Sonia…” kata cewe berkacamata itu tanpa menghentikan larinya.
Itu
adalah percakapan pertamanya dengan Sonia. dan dari Sonia, dia bisa tau
setidaknya nama cewe imut itu. Sofi. izal ga bisa nyari info lebih
banyak tentang Sofi ke Sonia, karena Sonia selalu mengalihkan topic
pembicaraannya. Mungkin karena itu.
Sofi,,, Sofi,,,
pesonanya emang ga pernah berubah. dari dulu sampe sekarang, dia tetep
gadis puzzle yang klop di kepingan puzzle hati izal. sayangnya keadaan
berubah dengan cepat. *Ckckck lagi-lagi nyalahin keadaan.
Tanpa disadari izal telah sampai di depan rumah Sofi. kok bisa?
***
“kok ga dimakan? Ga enak yah makanannya?” tanya kak rendi.
“engga kok kak. Aku Cuma lagi ga nafsu makan aja.” jawabku.
“hem,, bilang aja kamu lagi diet. Iya kan?!” goda kak rendi.
“yeey, aku mah ga pernah diet-dietan apaan tuh. Kalo aku diet, tar kalo ada angin aku bisa nyangsang di pohon.”
Kak rendi tertawa mendengar kalimatku.
“tapi kamu harus tetep makan. Tar kamu sakit loh. Apa, kamu minta disuapin?”
“eh?”
Kak rendi mengambil pisau dan garpu dari tanganku. Beef steakku menjadi potongan kecil-kecil.
“ok, kereta datang… buka terowongannya. Aaaa…” kak rendi menyuapkan sepotong beef steak untukku.
“yee,, emangnya aku anak kecil apa?!” gerutuku. Tapi akhirnya aku makan
juga suapan dari kak rendi haha. beef steaknya enak. Entah emang karena
rasanya begini, atau karena kak rendi yang menyuapkannya untukku.
Entahlah. “kakak juga makan yah,,,” aku mengambil garpu dari tangan kak
rendi dan menyuapkan sepotong beef steak padanya.
Finally,,, untuk beberapa waktu kedepan kita suap-suapan :p
*skip…
Aku dan kak rendi duduk di bangku panjang tak jauh dari meja candle
light diner tadi. Memandang langit bandung yang cerah, bulan sabit dan
bintang yang berkelap-kelip.
Udara dari atas sini sangat segar, tapi rada dingin juga karena aku pake baju lengan terbuka.
“dingin yah?” tanya kak rendi yang melihatku menggosok-gosokkan telapak tanganku. *untung ga keluar jin :p
“he.em” aku mengangguk. kak rendi melepas cardigannya dan
menyelimutkannya padaku, lalu menarik tubuhku mendekat dan mendekapnya.
“gimana? Udah hangat?” tanyanya.
Jantungku berdegup kencang. Kak rendi bukan orang pertama yang
menyumbangkan cardigannya untuk menutupi tubuhku, dulu izal juga pernah
melakukan hal yang sama, tapi didekap begini… argh,, inimah bukan hangat
lagi, tapi panas. Aku jadi nerves begini.
“eh? he.em” jawabku gugup. “ngomong-ngomong, uda berapa cewe yang kakak ajak kesini?” tanyaku.
“Cuma kamu.” jawabnya datar.
“ish, bo’ong yah?” godaku.
“aku kesini kalo lagi ada masalah. jadi lebih suka dateng sendiri.
menurutku, tempat ini nyaman buat nenangin diri, sekaligus bunuh diri
kalo uda terlanjur gedeg sama keadaan.” jelas kak rendi.
“berarti sekarang ini kakak lagi ada masalah dong? tapi kok kesininya
bawa aku? jangan-jangan kakak mau ngajak temen buat bunuh diri yah? aku
ga mau bunuh diri sama kakak.” aku sotoy.
“yeey, siapa juga
yang mau ngajakin kamu bunuh diri? Aku juga masih betah tinggal di bumi
kali, meskipun keadaan disini makin lama makin gila.” Kak rendi mencubit
hidungku. “aku kesini buat tujuan lain.” lanjutnya.
“eh,? tujuan apa?” aku mendongak menatap kak rendi.
“tujuanku buat nembak kamu.”
To be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar