“ini kan…” kata-kataku tertahan saat memandang foto di dalamnya. Dalam bingkai foto itu ada gambar izal yang sedang merangkulku.
“ini kan foto yang diambil do foto box itu? kenapa bisa ada di kamarnya kak rendi? tunggu. Jangan-jangan gue…”
aku teringat sesuatu. Dan saat aku mengingatnya aku merasa jadi orang yang paling bodoh.
“…deket tangga pintu sebelah kiri. Inget loh, yang kiri. Jangan sampe salah masuk, sebelahnya kandang macan…”
“mampus!!” aku menepuk dahiku sendiri. arrgghhh aku salah masuk kamar.
Ternyata aku masuk kandang macan. Eh, kamar izal maksudku. Ah,
bego.bego.bego.
Perlahan aku meletakkan kembali foto itu
diatas meja belajar izal, lalu memutuskan untuk segera pergi sebelum si
macan datang.
Mataku membulat ketika melihat izal yang sudah
berada di belakangku. Entah sejak kapan dia berada disana. Aku menutup
mulutku yang ternganga saking kagetnya.
“hey, kakak ipar?
Butuh bantuan?” tanya izal sambil mengangkat alisnya. Dia mendekatkan
wajahnya ke wajahku. Senyumnya sulit diartikan. Aku mundur selangkah
untuk menghindarinya.
“ekhm… sory. Gue salah masuk kamar.”
Aku menegakkan tubuhku. Stay cool, padahal mah… ni jantung masih
jumpalitan saking kagetnya. “ok. em-kalo gitu,, gue-pergi dulu. dah…”
aku melambaikan tanganku lalu melangkah melewati tubuh izal, tapi tak
lama kemudian langkahku tertahan. Izal memelukku dari belakang. Dia
menyandarkan kepalanya di pundakku.
“gue ga mau lo jadi kakak gue. lo harusnya sama gue Sof, bukan sama dia.” bisik Izal.
Aku diam mematung. Sulit memang. Ini terlalu sulit sampe aku sendiri ga
sanggup jalanin semua ini. izal emang masih disini *nunjuk dada. Tapi
aku juga ga bisa lepas dari kak rendi. ga tau kenapa, keberadaan kak
rendi jadi berarti banget buat aku. dan masalahnya,, izal uda ga sendiri
sekarang. yea,, kalian tau lah…
“lepasin gue zal.” pintaku lirih dan dingin.
“lepasin lo supaya lo bisa sama rendi? gitu? Engga. Gue ga akan lakuin
itu. gue ga akan pernah lepasin lo.” kata izal keukeh.
“zal… please… kalo kak rendi liat bisa salah faham…” kataku sedikit memohon.
Izal melepaskan pelukannya, tangannya mencengkram lenganku, lalu membalikan badanku, memaksaku menatapnya.
“sof, lo bilang sama gue, lo ga serius kan jadian sama rendi. gue tau perasaan lo sof. Perasan kita sama. Kenapa sih,,”
“kenapa? apanya yang kenapa? lo tau apa tentang perasaan gue eh?
lepasin gue zal…” aku memotong kalimat izal, dan bicara tanpa menatap
matanya. bahkan aku terlalu takut untuk menatap matanya. aku takut dia
tau kalo aku bohong. aku takut dia tau aku pura-pura. Dan yang paling
aku takutkan, aku takut perasaanku untuknya semakin kuat dan semakin
sulit untuk melupakannya.
“lepasin dia, Faizal Edwardian
Saputra!!” aku mendengar suara seorang cowo. Nadanya dingin dan sinis.
Aku melirik kearah sumber suara itu. ada kak rendi yang sedang berjalan
kearahku dan izal.
“ga akan. Rendi alfahreza saputra” Jawab izal tak kalah sinis. Lalu menggenggam erat tanganku.
“gue bilang lepasin. Dia cewe gue. jangan ganggu dia.” kak rendi
menarik tangan kiriku, mencoba menjauhkanku dari izal. tapi izal tak
melepas tanganku.
“BRENGSEK!!” BUGH!! Kak rendi mendaratkan tinjunya di wajah sempurna Izal. membuat izal tersungkur.
“izal…” aku berusaha menolong izal tapi kak rendi menarik tanganku, menjauhkanku dari izal. lalu membawaku pergi.
***
“lepasin lo supaya lo bisa sama rendi? gitu? Engga. Gue ga akan lakuin itu. gue ga akan pernah lepasin lo.”
“sof, lo bilang sama gue, lo ga serius kan jadian sama rendi. gue tau perasaan lo sof. Perasan kita sama…”
Aku memijat keningku yang terasa pening. Izal… izal… izal… selalu saja
dia yang terbayang difikiranku. Makin hari bukannya makin lupa malah
makin inget. arrgghhh,,, izal,, kamu tu uda punya sonia. kenapa sih
mesti kayak tadi segala.
“gue tau gue egois,
gue berharap lo tetep disisi gue sementara gue sama Sonia. tapi lo harus
tau, gue punya penjelasan tentang semua ini.”
“…lo tau gue Cuma suka sama lo. gue ga pernah suka sama Sonia.”
Aku kembali teringat kata-kata izal beberapa waktu lalu. Apa mungkin
yang dikatakan izal itu bener? Aku bahkan belum sempet denger penjelasan
dari dia, dan aku langsung jauhin dia. tapi penjelasan apa? bukannya
semua udah jelas? Izal jadian sama Sonia, liat mereka berduaan tiap
hari, apa itu semua masih belum cukup buat jelasin keadaan yang
sebenernya. Keadaan hubungan mereka. ok, izal mungkin pernah bilang kalo
dia suka sama aku. tapi,, Cuma suka doang kan. siapa aja bisa suka sama
aku. apa yang bisa diharapkan dari perasaan suka? palingan Kecentok
kesalahan dikit aja uda langsung berubah feelnya. Tapi, izal sampe
segitunya sama aku…
Izal. dia terluka. Aku bisa rasain
sakitnya saat aku lihat matanya. karena itu aku ga berani natap dia.
tapi kenapa dia terluka? Apa yang membuatnya bisa sesakit itu?
Tadi,,, dia ga lepasin gengamannya. Sampe-sampe kak rendi mukul izal. kenapa begitu?
“dari tadi diem terus. Mikirin apa?” tegur kak rendi yang mengarahkan mobilnya melewati gerbang masuk komplek rumahku.
“gapapa kok kak.” Jawabku datar.
“kenapa? kepikiran Izal yah?” selidiknya.
“aku Cuma ga suka waktu kakak mukul izal tadi.” Jawabku sambil turun
dari mobil kak rendi yang berhenti di depan gerbang tinggi depan
rumahku.
“aku lakuin itu karena dia gangguin kamu tadi.” Jelas kak rendi. dia menatapku lekat, Aku buang muka. Kenapa
aku jadi begini sih? jadi ceritanya aku marah sama kak rendi nih,
gara-gara dia mukul izal gitu? Aku marah sama pacarku gara-gara dia
mukul cowo yang ku suka? Ini yang aneh siapa sih? aku ato yang nulis?
*PLAK
“ya udah lah kak. Udah malem, aku masuk dulu yah. makasih makan malamnya.”
***
“non sonia, ini ada undangan buat non.” Kata mbok ratih sambil mendekati sonia yang hendak menaiki tangga.
“undangan? Dari siapa? Kok malem banget?” tanya sonia sambil meneliti undangan itu.
“maaf non, tadi mbok kelupaan. Pas mau kasih ke non, ternyata non-nya lagi pergi.
“oh, ya udah. Makasih ya mbok.”
***
“izal?? pipi lo kenapa memar gitu?” tanya sonia sambil mengelus pipi izal.
“gue gapapa. ga usah pegang-pegang deh. Risih.” Izal menepis tangan
Sonia. sonia menarik nafas panjang memaklumi sikap izal. dia berubah
lagi. kenapa?
“zal, kemarin gue dapet undangan pesta. Acara
ultah temen gue. pestanya nanti malem. Kita berangkat bareng yah.” sonia
mengeluarkan undangan yang kemarin diberikan mbok ratih dari dalam
tasnya.
“maksud lo ‘kita’? lo ngajak gue pergi juga?” tanya Izal dingin tanpa memandang sonia.
“iya. soalnya acaranya kan dance party gitu. Jadi harus bawa pasangan.” Jelas sonia sedikit memelas.
“ga janji deh. Gue lagi BT.” Izal beranjak dari kursinya lalu pergi keluar kelas.
“izal kenapa lagi sih? dia jadi dingin begitu. Apa ada masalah sama
sofi yah? padahal dia cowo gue. kenapa dia lebih terikat sama sofi?”
gumam sonia.
Drrt… drrt… drrt… hp nya bergetar.
From: Sofia
Audisi ulang istirahat pertama di auditorium.
Sonia tersenyum kecil membaca sms dari sofi. hari ini dia akan bersaing
lagi dengan Sofi. bersaing dengan cara yang lebih halal, tanpa saling
menyakiti. Ini udah berlaku buat vocal grup. Dan mungkin suatu saat
nanti juga akan berlaku untuk Izal.
***
“selamat yah, lo emang bener-bener udah berubah sekarang. lo hebat.”
Aku memeluk sonia sebagai ucapan selamat karena dia berhasil memenangkan
audisi solois ini untuk yang kedua kalinya. Selisih antara nilaiku dan
sonia memang ga banyak. Cuma 1 angka. 9-9-10 untuk sonia. dan 10-8-9
untukku. juri bilang, warna suaraku memang bagus. Tapi, suaraku sedikit
sumbang saat menyanyikan nada tinggi. Mungkin karena aku jarang berlatih
sekarang.
“iya. gue tau. sekarang gue bener-bener puas
karena udah bisa ngalahin lo. ya udah. Sampe ketemu di kelas, yah.
Pokonya kita harus ketemu dan bersaing lagi. abis ini lo jangan bunuh
diri loh, gara-gara malu kalah saing sama gue.” goda sonia.
“tenang aja. sebelum gue bunuh diri, gue bakal bunuh lo duluan. Biar
kita bisa saingan di akhirat.” Timpalku. Sonia tertawa. Dia banyak
berubah sekarang. jadi lebih asik dan lebih tulus meskipun kadang
senyumnya sinis.
Aku berjalan meninggalkan auditorium. Soal
audisi solois uda kelar. Meskipun kali ini aku kalah, it’s okay ga
masalah. mending kalah terhormat daripada menang penuh nista. Tapi tadi
kita bersaingnya fair kok. Ga tau kenapa, aku percaya banget sama sonia.
dia emang berbakat. Biarin aja lah dia rasain bahagia dalam hidupnya.
Drrt… drrt… drrt… drrt… drrt… drrt…
Ada 2 sms yang mampir di hp ku. Aku langsung membuka inbox nya.
From: susan
Gimana audisi lo? lo berhasil jadi solois kan?
Ah,,, sebel banget gue. gara-gara sakit bulanan gue jadi ga bisa liat penampilan lo.
From: Kak Rendi
Nanti aku pulangnya rada telat. Tetep tunggu aku yah. :D
Aku mengetuk layar hp ku mengetikan balasan untuk sms yang baru saja ku terima.
To: susan
Gagal. Sonia menang. But, nevermind :p
To: Kak Rendi
Ukey. :D
Aku emang begini. semalem aku sempet BT sama kak rendi gara-gara dia
mukul izal, tapi kalo uda ganti hari, ya ganti lagi ceritanya. Aku ga
suka ambil pusing, apalagi ambil hati suatu masalah. sehari aja uda
cukup buat ngutuk, marah, nangis, ketawa, seneng, ato apalah. Intinya,
kemarin ya kemarin, kita hidup dimasa sekarang dan jalani aja apa yang
terjadi di hari ini. :D
Ah, bosen juga nih ga ada susan.
Susan emang kebiasaan. Tiap satu hari di setiap bulan dia selalu
nyempetin diri buat bolos sekolah gara-gara sakit bulanannya itu. yang
cewe tau lah yang ku maksud.
Drrt… drrt… drrt… hp ku getar lagi.
From: susan
GAGAL? Kok bisa?
Aku menarik nafas panjang. Lalu memasukkan kembali hpku ke saku
seragamku tanpa membalas sms susan. Males ah jelasinnya. Kebanyakan
mikir dan cerita GJ, sampe-sampe aku ga sadar kalo langkahku uda sampe
di ujung koridor. kalo di terusin lagi bisa sampe taman belakang
sekolah. Dan kalo di terusin lagi, bisa basah—nyemplung kolam.
Susan ga ada, kalo aku di kelas juga bakal celingukan sendiri. kalo ke
cafeteria, ga ada temennya. Males. Lagian tadi juga abis mampir
darisana, nih es teh nya masih di tangan.
Ngomong-ngomong,
kayaknya aku udah lama juga ga ke taman belakang sekolah. Lama ga
ngerasain suasana damai disana. Tempat itu saksi bisuku kalo lagi galau.
Sekarang aku lagi sendirian, ga ada salahnya kan kalo ngabisin waktu
istirahat disana juga. kebetulan banget aku masih punya sisa roti yang
ku beli di cafeteria tadi, jadi sekalian sambil ngasih makan ikan.
Okelah. Jalan…
Jreng… jreng… jreng…
Jreng… jreng…
Aku menghentikan langkahku ketika mendengar suara petikan gitar. Siapa yang maen gitar? Kelas music emang ada di lantai 1, tapi kan ruangannya kedap suara.
Aku mengangkat bahuku cuek. Sebodo amat lah. Siapa peduli sama orang
yang lagi maen gitar? Lagian disini kan banyak orang, ga jauh dari
tempatku berdiri juga ada taman dan gazebo tempat anak-anak ips
nongkrong. Kali aja mereka.
Aku melanjutkan kembali
langkahku. (Jreng… jreng… jreng…) suara petikan gitar itu semakin keras,
sampe akhirnya aku liat izal yang lagi duduk di pinggir kolam taman
belakang sambil memangku gitar. Jadi dia?
…
I never feel alone again with you by my side
You’re the one, and in you I confide
And we have gone through good and bad times
But your unconditional love was always on my mind
You’ve been there from the start for me
And your love always been true as can be
I give my heart to you
I give my heart cause nothing can compare in this world to you
…
Izal sedang menyanyikan sebuah lagu. Aku berdiri mematung beberapa
langkah di belakangnya. Hatiku tersentuh mendengar lagu itu. apa izal
sesakit itu?
Aku mendongak menatap langit yang berawan. Mencegah air mataku agar tidak jatuh.
“sofia…?” tegurnya. Entah sejak kapan dia menyadari kehadiranku. “ngapain lo disini?” tanya heran.
“eh,? gue… gue kesini mo… mo ngasih makan ikan. Iya. ngasih makan
ikan.” Jawabku salting, lalu berjalan mendekati kolam dan melemparkannya
pada ikan-ikan yang lapar. “lo sendiri ngapain disini?” tanyaku lalu
duduk di samping izal. entah lah. Untuk hari ini aku tak ingin
menghindarinya. Malah aku pengen terus disampingnya.
“engga
ngapa-ngapain. lagi pengen menyendiri aja.” jawabnya singkat sambil
meletakkan gitarnya dan memandang lurus ke kolam.
“kirain
lagi nyari wangsit.” Ledekku. Izal tersenyum tipis. “lo suka main gitar
yah?” tanyaku. Kali ini aku emang lebih banyak nanya, sementara izal
sedikit dingin.
“engga juga. tadi abis nyimpen bola voli di
gudang, terus nemu gitar ini disana. Tauk tuh bekas apaan ada gitar di
gudang. Gue pake aja.” jelasnya tanpa menatapku.
Aku menatapnya lekat, dan melihat ada memar di pipinya. Pasti gara-gara kemarin. Sampe memar begitu pasti sakit banget.
“pipi lo memar. Pasti sakit.” aku menyentuh lembut pipi izal.
“sakitnya ga seberapa ketimbang sakit yang disini.”
to be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar