“tujuanku buat nembak kamu.” kak rendi to the point.
“yah, kalo di tembak aku mati dong. jangan deh kak,,, aku masih pengen
hidup,,, pengen nemenin papa sama mama, nemenin kak theoo, nemenin kakak
juga…” kataku ngaur. Nembak? Iyakah? Kok bisa? kak rendi nembak aku?
“nembaknya pake peluru cinta itik,,,” kak rendi mencubit pipiku gemas.
“kata-katanya copas tuh kak rendi… korban sinetron yah.” godaku, masii
nylemor. Takut ke-GR an. mampus. Kalo kak rendi nembak beneran aku mesti
jawab apa?
“sofi aku serius.” Kak Rendi menggenggam tanganku dan menatapku lekat. Aku salting. Kenapa salting? Jangan-jangan aku…
“sof, aku suka sama kamu.” kata kak rendi.
Loh beneran nembak toh? Nah loh. Jadi galau deh akunya. Aku emang deket
sama kak rendi. aku nyaman sama dia. dan mungkin Cuma dia satu-satunya
cowo yang bisa mengalihkan perhatianku dari izal. tapi meskipun gitu,,,
posisi izal masih utuh disini dan ga pernah tergeser sedikitpun meskipun
aku udah susah payah ngusir dia dari hidupku.
“aku… aku… aku kebelet pipis……” rengekku.
“hadeeeehhh…” kak rendi memutar bola matanya. gubrak.
“hehe,,, abis udaranya dingin kak.” Aku nyengir.
*skip…
“gimana? Udah pipisnya?” tanya kak rendi yang menungguku di depan toilet sebuah pom bensin.
“udah.” Aku nyengir. rada ga enak juga sama kak rendi. dia uda serius,
tapi akunya malah ngrusak suasana gara-gara kebelet pipis.
Kak rendi memarkir mobilnya di kedai es krim yang ga jauh dari pom
bensin. Aku tau kedai ini. karena aku sering kesini. Sama sonia. sama
izal. sama kak rendi dan sonia, sama kak theoo. Pokonya sering lah, sama
orang terdekatku tentunya.
“mbak, coklat kismis 2 skop
yah.” pesan kak rendi. coklat kismis itu es krim kesukaanku. 2 skop, itu
porsi yang selalu ku pesan untuk es krim faforitku itu. kak rendi afal
banget.
“duduk situ yuk.” Kak rendi menunjuk tempat di sudut
kedai dekat dinding kaca yang dialiri air sehingga terkesan seperti
sedang hujan. Tempat yang nyaman.
“sekarang kamu mau apa lagi?” tanya kak rendi.
“maksudnya?” aku balik nanya ga ngerti.
“kebelet pipis, poop, gatel, laper, aus, ato apalah sejenisnya yang
bisa ganggu pembicaraan kita.” Jelas kak rendi serius. “buat antisipasi
aja.” lanjutnya.
“hehehe… udah ga pengen apa-apa lagi kok kak.” Aku nyengir. ngerti maksudnya dia.
“permisi mas, mbak, ini pesanannya.” Seorang pelayan datang membawakan
pesanan kami. Ada 2 gelas besar es krim coklat kismis dengan wafer roll
dan taburan kismis tentunya + biscuit sebagai pelengkap waktu makan es
krim. Heem,, yummy… *liur bercucuran :D
“aku tau ga semudah
itu buat kamu buat lupain izal. aku bisa ngerti perasaan kamu ke dia.
aku sayang sama kamu sof. Aku ga tega liat kamu sedih gara-gara izal.
aku ga mempermasalahkan perasaan kamu ke izal sekarang. aku akan
sembuhin luka kamu. aku akan bantu kamu lupain dia. aku ga mau kamu
teru-terusan tersakiti sama dia. karena disaat kamu sakit. aku juga
sakit.” kata kak rendi panjang lebar. Dia menatapku lekat dan
menggenggam tanganku.
Ya. ga semudah itu lupain izal. tapi,
aku ga bisa terus-terusan hidup dalam bayang-bayangnya dia. aku ga bisa
ngusir dia dari hidupku saat aku sendiri. tapi, gimana kalo ada kak
rendi disisiku. Mungkinkah?
***
Izal duduk di dalam mobilnya. Sudah 2 jam lebih dia berada di depan
rumah sofi. entah apa yang di tunggunya. Jangankan memikirkan menunggu
apa. alasan kenapa dia bisa sampai di rumah sofi saja dia ga tau.
*ckckck izal… what’s wrong with u?
Hubungannya dengan sonia
memang membaik. Tapi itu tidak berlaku untuk hubungannya dengan sofi.
mungkin gara-gara pertengkaran waktu itu. wajar saja kalo sofi
menghindar darinya. Tapi yang ga harus juga kali. Ada banyak hal yang ga
sofi mengerti. dan terlalu banyak hal yang perlu di jelasin ke sofi.
mulai dari alasan kenapa izal bisa jadian sama sonia, alasan kenapa
sekarang izal tambah deket sama sonia,,, AARRGGHHH kenapa jadi banyak
alasan begini sih? terus gimana jelasinnya kalo sofi aja sekarang uda
tolak menolak sama izal.
Sebuah mobil berhenti tepat di
depan gerbang tinggi rumah sofi. beberapa meter jaraknya dari mobil izal
yang sedari tadi terparkir di bawah pohon cemara depan tembok pagar
rumah sofi.
“loh itu kan…” gumam izal ketika melihat Honda jazz silver yang berhenti di depannya.
Tak lama kemudian dia melihat rendi keluar dari mobilnya dan membukakan pintu untuk sofi? Arrghhh!! DAMN!!
Dia melihat rendi dan sofi berbincang-bincang sebelum akhirnya… ANJRIT!! Rendi nyium kening sofi?!!
***
“Sofi!!”
Terdengar suara seorang cowo memanggilku. Kok dia bisa ada disini?
aku tak menghiraukannya. Cepat-cepat aku membuka kunci gerbangku,
membuka handlenya dan masuk, tapi langkahku tertahan. Ah, dia menarik
tanganku. Aku menarik nafas panjang dan berbalik menatapnya.
“izal,, lo apa-apaan sih…?!” aku berusaha menarik tanganku dari
genggamannya. Tapi ga bisa. terlalu kuat. “izal,, sakit. lepasin!!”
“disini ga ada sonia. sekarang lo ga bisa menghindar.” Bisik izal yang sekarang memelukku.
“izal,, lepasin!!” aku mendorong tubuh izal berusaha melepaskan
pelukannya. Tapi lagi-lagi ga bisa. akhirnya aku mengalah dan lebih
memilih untuk diam. dipeluk izal begini,, aku jadi mikir dan
bertanya-tanya dalam hati.
Ini izal yang ketinggian, ato aku yang
emang mungil sih? kalo diliat-liat perasaan kita sejajar deh, yea… emang
rada tinggian Izal dikit sih, tapi ga separah ini. masa’ tinggiku Cuma
sebahunya dia?! posisi kupingku tepat didadanya dia. jadi aku bisa
denger dengan jelas detak jantungnya yang berdegup kencang.
“sof, bisa ga lo tunggu gue sebentar aja?” bisik izal lirih.
Aku diam. aku tau maksudnya. Bisa aja sih sebenernya. Toh perasaan ini
juga belum berubah, meskipun sedikit terguncang karena ada kak rendi.
tapi sampai kapan aku harus nunggu dia? sampai belut punya kaki? Ato
sampai lele punya bulu? Ato sampai bulan bisa pelukan sama matahari?
Kiamat dong. tidak… tidak… tidak…
“gue tau gue egois, gue
berharap lo tetep disisi gue sementara gue sama sonia. tapi lo harus
tau, gue punya penjelasan tentang semua ini.” lanjutnya. Dia melepaskan
pelukannya dan menatapku lekat.
“penjelasan apa? penjelasan
kalo sekarang lo mulai suka sama sonia, trus lo berharap gue nungguin
perasaan lo itu berakhir, sampe akhirnya tar lo bisa sama gue, gitu?
Jadi maksudnya lo nyuruh gue antri, eh?” haduh,,, kenapa aku jadi
marah-marah gini sih? calmdown sofi,,, calmdown…
“bukan itu sofi,,, lo tau gue Cuma suka sama lo. gue ga pernah suka sama sonia.” jelas izal
“ga pernah suka kok jadian? Kalo emang ada penjelasaannya, kenapa lo ga jelasin dari dulu-dulu?” aku keras kepala.
“itu karena lo ga pernah mau dengerin gue.” izal mulai emosi.
“ok sekarang gue dengerin lo. lo bisa jelasin semuanya.” kataku dingin.
“ok. semuanya berawal dari kecelakaan lo di townsquare itu. waktu itu kondisi lo kritis, dan lo…”
Kalimat izal terhenti. Aku mendengar dering hp berbunyi. mungkin
miliknya. Dan benar. Izal mereject panggilannya. Dia menatapku lekat dan
akan nmelanjutkan kembali kalimatnya yang sempat terputus. Tapi hp nya
bunyi lagi. izal mendengus kesal. Aku memutar bola mataku bosan.
“angkat tuh. Berisik.” Kataku dingin. izal keliatan bimbang, tapi akhirnya menjawab telfonnya.
“hallo, apaan sih sonia?” izal jengkel.
Sonia? hatiku
mencelos. Bahkan disaat kayak ginipun sonia masih aja jadi dinding
pembatas antara aku sama izal. padahal aku juga penasaran banget sama
penjelasannya dia. hubungan mereka emang ga beres menurutku. Tapi
meskipun begitu sukses bikin aku patah hati. *berurai air mata.
“ah, udah lah zal. gue ga ada waktu buat jadi obat nyamuk lo yang lagi
kencan via udara sama sonia. semuanya uda cukup jelas buat gue. lo
lanjutin aja hubungan lo sama sonia, kalian cocok kok.” Aku beranjak
dari tempatku.
“sofi…!! hey… sofi!!” (brak… brak… brak…)
izal menggedor gerbang besi rumahku. Aku tak peduli dan melanjutkan
langkahku menyusuri halaman rumahku yang luas. Katanya ga suka, tapi
jadian. Kayaknya terpaksa, tapi semesra itu. gue sakit liat kalian,
semua ini buat gue luka. Mungkin semuanya uda cukup sampai disini.
lupain penjelasan izal. itu ga penting. Karena ini saatnya buat lupain
dia.
***
Sonia sedang bersiap-siap
dikamarnya sambil bersenandung ria. Sonia melirik kalender kecil yang
ada diatas meja riasnya. hari ini tanggal 29. Hari yang telah di
tunggu-tunggunya selama beberapa minggu terakhir ini. yup!! hari ini
adalah hari dimana audisi solois akan dilaksanakan. Hari ini sonia akan
mempersembahkan penampilan terbaiknya yang merupakan hasil dari kerja
kerasnya mengikuti les vocal selama ini.
“kali ini gue pasti
lolos. Les vocal udah, minum madu, minyak zaitun, semuanya udah gue
lakuin. Kurang apa lagi coba? Gue harus lolos. Lagian, panitia Mo
lolosin peserta kayak gimana lagi kalo bukan yang kayak gue.” kata sonia
sok. Sambil tersenyum sinis pada bayangannya sendiri. tapi, tak lama
kemudian senyumnya memudar.
“tunggu. Kalo ga salah, sofi
ikutan audisi ini juga kan. hem,, meskipun gue yakin kalo penampilan gue
lebih bagus dari dia, tapi,, keberadaannya sofi masih tetep jadi
ancaman buat gue. gue harus lakuin sesuatu.” Gumam sonia. dia duduk di
kursinya seperti sedang memikirkan sesuatu. Dan akhirnya senyum sinis
dan licik mengembang di bibir indahnya. sonia beranjak dari tempatnya
dan berjalan menuju dapur. Ada susan yang sedang membuat sandwich
disana. Tapi susan keliatannya lagi sibuk. Jadi dia ga akan tau yang
terjadi. Bagus.
***
“lo ga lupa kalo nanti ada audisi solois kan?” tanya susan seraya mengingatkan.
“engga kok. Istirahat kedua kan?!” jawabku santai. susan mengangguk.
“oh, ya. gue bawa sandwich nih. lo makan gih. Audisinya kan pas
istirahat makan siang. Jadi lo harus makan sekarang, soalnya nanti ga
bbakalan sempet.” Susan mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya dan
menyodorkannya padaku.
“bener juga yah. hem,, lo baek banget
sih sama gue. perhatian lagi. gue jadi curiga. Lo ga lagi naksir gue
kan?!” aku melirik susan dengan tatapan menyelidik.
“yeey,
gue normal kali sof. Lo tu baek. Makanya gue suka baek-baek sama lo.
udah, makan gih!!” susan mengambil kotak bekal itu dari tanganku,
membukakan tutupnya lalu menyodorkannya kembali padaku.
“hem, kayaknya enak.” Kataku sambil menatap dua pasang sandwich didalam kotak bekal susan.
“pasti dong, gue sendiri yang buat. Buruan makan. Tar keburu masuk
lagi. abisin yah!!” aku mengangguk lalu mengambil sepasang sandwich.
“selamat makan…”
“hey sofi!!”
Suara seseorang
sukses menggagalkan niat makanku, padahal uda mangap. Tinggal gigit
doang. Aku melirik kearah pintu tempat suara itu berasal, ada suci yang
berjalan kearahku.
“lo udah ke ruang BK belu,” tanyanya setelah sampai di mejaku.
“eh? ruang BK? Ngapain?” tanyaku sambil meletakkan kembali sandwichku.
“gue, lo, sama susan di panggil keruang BK sekarang. nih surat
panggilannya.” Suci menyodorkan secarik kertas yang merupakan surat
panggilan dari BP. Ada namaku yang tertulis di kertas ini. waktu
panggilannya jam istirahat pertama yang berarti sekarang.
“gue malah baru tau ini.” gumamku. Susan mengambil kertas itu dari tanganku.
“ngapain BP manggil kita?” tanyanya. Suci mengangkat bahunya tanda tak tau.
“ya udah deh. Kita kesana aja. disitu tulisannya informasi. Palingan
juga mo di konseling soal universitas, taun depan kan kita uda kuliah.”
Jawabku. Suci dan susan manggut-manggut.
***
Seorang cewe yang sedari tadi berdiri di depan kelas tersenyum puas
menatap punggung Susan, Sofi, dan Suci yang semakin lama semakin
menjauh. Tengok kanan, tengok kiri, setelah merasa keadaan cukup aman,
cewe itu memutuskan untuk masuk kelas.
Berhubung lagi
istirahat jadi keadaan kelas sepi karena anak-anak lebih suka
menghabiskan waktunya di cafeteria atau browsing di hotspot area. Ini
member keuntungan tersendiri bagi cewe itu karena dia bisa dengan
leluasa menjalankan aksinya.
Cewe itu mendekati meja sofi
dan mengambil kotak bekal yang tergeletak begitu saja di meja,
meletakannya di mejanya sementara dia mengambil sesuatu dari dalam
tasnya.
“sory zal, gue uda ingkar janji sama lo. gue
terpaksa lakuin ini. gue janji, ini kejahatan terakhir yang gue lakuin
buat sofi.” gumam cewe itu sambil mengoleskan sesuatu diatas roti
pelapis sandwich sofi.
***
“kemana aja lo? tumben ga ngekor gue?!” ledek izal begitu melihat sonia yang berjalan mendekatinya.
“kenapa? kangen yah…” goda sonia yang duduk disamping izal sambil menyeruput milkshake milik izal.
“yeey, puny ague tuh. Beli sendiri.” izal merebut gelas milkshakenya dari tangan sonia.
“ish, lo mah pelit banget. sama cewe sendiri juga.” sonia cemberut.
Izal tersenyum sinis sambil menyeruput habis milkshakenya. “zal, tar gue
audisi. Lo temenin gue yah. kasih semangat biar gue lolos.” Sonia
bergelayut manja di tangan izal.
“ummm,,, tapi tar abis itu lo anterin gue ke klinik THT yah?” kata izal.
“loh, emang kenapa? lo sakit zal?” sonia membolak balik wajah izal.
“sekarang sih engga. Tapi tar abis denger lo nyanyi pasti kuping gue
berasa kayak ada tawonnya. Ngiiuuungg… nguuuung… nguuuung… gitu” ledek
izal.
“ish, lo mah ngledekin gue mulu.” sonia cemberut lalu mencubit perut izal, membuatnya meringis kesakitan.
***
Suasana aula sudah ramai dengan peserta audisi. Para panitia yang
terdiri dari anak OSIS dan anggota vocal grup sedang melakukan
persiapan. 3 orang juri yang terdiri dari 1 pelatih olah vocal, dan 2
guru seni sudah siap dimejanya. Sedangkan para peserta menunggu
gilirannya dengan tampang tegang mirip orang pengen poop.
Aku melihat izal dan sonia duduk di bangku panjang di pinggir aula,
tepat bersebrangan denganku. Izal bersandar pada dinding aula, stay cool
dengan tangan terlipat di dada, mata yang terpejam dan headphone di
telinganya. Sedangkan sonia yang duduk disampingnya terlihat sedang
mengalungkan nomor pesertanya, ada gurat ketegangan yang tersirat di
wajah angkuhnya.
“ekhrem…” aku berdeham sambil mengelus
leherku. Ada yang aneh. Sejak jam pelajaran tadi tenggorokanku rasanya
serak dan gatal.
“sof, gue tegang nih…” kata susan yang
duduk disampingku. Aku melihat dia meremas remas tangannya sendiri
sambil sesekali mengetuk-ketukkan kakinya di lantai.
“ehm,, lo tenang aja,, ekhrm,,, gue aja yang mo… ekhm… audisi asik-asik ekhrm… aja.” aku menenangkan susan.
“sof, lo kenapa?” tanya susan yang heran mendengarku bolak-balik berdeham.
“tenggorokan gue serek.” Keluhku sambil mengelus leherku.
“lo mo minum? Nih gue ada air.” Susan menyodorkan botol air mineral padaku.
“gimana? Uda baikan?” tanya susan setelah aku selesai minum. Aku mengangguk.
Drrt… drrt… drrt… hp ku getar.
From: Kak Rendi
Gimana audisinya? Sukses? :D
To: Kak Rendi
Ini lagi nunggu giliran
From: Kak Rendi
Oh, good luck yah. cium dulu biar tambah semangat (*^3^)/
aku tersenyum membaca sms dari kak rendi. jadi… kita beneran jadian yah? aku sendiri ga tau. jalani aja lah…
***
From: Sofia
Hahaha di cium kebo :p
“ciye… ciye… yang baru jadian. Sumringah bener.” Goda marco yang meihat rendi senyum-senyum sendiri sambil menatap layar hp-nya.
“ngomong-ngomong, gue lagi laper nih. kayaknya asik kalo ada yang
nraktir. Apalagi kalo inget jasa gue kemaren, kerja keras buat nyiapin
surprise itu nguras tenaga banget. perut gue pasti seneng kalo diisi
beefsteak ato seafood sejenis tuna, lobster asem manis, kepiting pedas,
hem…” marco duduk bersandar di bangku taman kampus sambil mengelus
perutnya membayangkan makanan-makanan enak itu.
“iya… iya…
bawel banget si lo. kayak tukang kredit.” Rendi melempar marco dengan
ranselnya. “ya udah. Jalan gih, da siang. Tar gue mesti jemput sofi.”
rendi bangkit dari kursinya dan mengambil ranselnya dari pangkuan Marco.
“haaseeekk… makan-makan.” Marco tersenyum puas lalu berjalan menyusul rendi.
“tapi ngomong-ngomong… dompet gue ketinggalan nih. pake duit lo dulu yah.” rendi meraba saku celananya.
“yee,, sialan lo. sama aja boong kalo begini mah.” Gerutu marco. Rendi
tersenyum. dia hanya menggoda marco. Mana mungkin dia meninggalkan
barang mungil yang penuh dengan kertas dan kartu ajaib itu.
Rencananya berjalan dengan baik. dan berkat bantuan marco dengan
surprise yang disiapkannya yang sinet banget tapi sukses membawa
rencananya ke tahap lanjutan. Jadian dengan Sofi.
“hah??
Lo mo nembak sofi?! bukannya sofi cewenya Izal?” tanya marco yang
terkejut mendengar pernyataan rendi. “tunggu, gue juga mo nanya sama lo
nih, kenapa waktu lo nganterin sepatu gue, lo dateng sama Sofi? bukannya
cewe lo Sonia?!” tanya marco lagi.
“ye,,, cumi.
Makannya dengerin gue dulu! orang gue baru ngomong satu kata, elo uda
nanya satu paragraph. Kayak soal ujian bahasa Indonesia tauk!!” rendi
menoyor kepala marco. Yang di toyor malah nyengir.
“jadi gini, gue sama sonia uda game over. Sekarang gue deket sama Sofi dan pengen nembak dia.” jelas rendi.
“tapi kan…”
“tapi apa? izal suka sama Sofi? terus kenapa? Cuma suka ini. mereka ga
jadian kan. lagian sofi-nya asik-asik aja sama gue. jadi ga ada salahnya
kan, kalo gue pengen nembak dia.” rendi memotong kalimat marco.
“bener juga sih. tapi gue ga enak sama Izal. kalo dia sakit hati gimana?” marco ragu.
“ish. Lo kenapa jadi mellow begini sih?! kalo dia sakit hati gara-gara
sofi sama gue, ya salah dia sendiri kenapa ga nembak sofi dari dulu.
lagian, gue yang bakal sakit hati kalo dia nembak sofi duluan. So, apa
bedanya?! Hidup itu persaingan men. Siapa cepat, dia dapat. Lagian dia
juga uda jadian sama sonia.” rendi meyakinkan.
“sinting lo berdua. Jadi acaranya tukeran pacar apa bales dendam nih?! terus, lo mau gue lakuin apa?” tanya marco serius.
“gue pengen lo siapin candle light diner buat gue sama sofi di gedung
itu. konsepnya terserah, tapi harus romantis. Gue pengen nembak Sofi
disana.”
“ok. itu gampang nanti malem pasti beres.” Marco setuju. Rendi tersenyum puas.
Sofi udah jadi miliknya. Sekarang apa lagi? apa dengan begini uda cukup buat nyakitin Izal? Tentu tidak…
To be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar