Sabtu, 07 Januari 2012

.:: Eeniee Meeniiee ::. pt. 18

“tujuanku buat nembak kamu.” kak rendi to the point.
      “yah, kalo di tembak aku mati dong. jangan deh kak,,, aku masih pengen hidup,,, pengen nemenin papa sama mama, nemenin kak theoo, nemenin kakak juga…” kataku ngaur. Nembak? Iyakah? Kok bisa? kak rendi nembak aku?
      “nembaknya pake peluru cinta itik,,,” kak rendi mencubit pipiku gemas.
      “kata-katanya copas tuh kak rendi… korban sinetron yah.” godaku, masii nylemor. Takut ke-GR an. mampus. Kalo kak rendi nembak beneran aku mesti jawab apa?
      “sofi aku serius.” Kak Rendi menggenggam tanganku dan menatapku lekat. Aku salting. Kenapa salting? Jangan-jangan aku…
      “sof, aku suka sama kamu.” kata kak rendi.
      Loh beneran nembak toh? Nah loh. Jadi galau deh akunya. Aku emang deket sama kak rendi. aku nyaman sama dia. dan mungkin Cuma dia satu-satunya cowo yang bisa mengalihkan perhatianku dari izal. tapi meskipun gitu,,, posisi izal masih utuh disini dan ga pernah tergeser sedikitpun meskipun aku udah susah payah ngusir dia dari hidupku.
      “aku… aku… aku kebelet pipis……” rengekku.
      “hadeeeehhh…” kak rendi memutar bola matanya. gubrak.
      “hehe,,, abis udaranya dingin kak.” Aku nyengir.
      *skip…
      “gimana? Udah pipisnya?” tanya kak rendi yang menungguku di depan toilet sebuah pom bensin.
      “udah.” Aku nyengir. rada ga enak juga sama kak rendi. dia uda serius, tapi akunya malah ngrusak suasana gara-gara kebelet pipis.
      Kak rendi memarkir mobilnya di kedai es krim yang ga jauh dari pom bensin. Aku tau kedai ini. karena aku sering kesini. Sama sonia. sama izal. sama kak rendi dan sonia, sama kak theoo. Pokonya sering lah, sama orang terdekatku tentunya.
      “mbak, coklat kismis 2 skop yah.” pesan kak rendi. coklat kismis itu es krim kesukaanku. 2 skop, itu porsi yang selalu ku pesan untuk es krim faforitku itu. kak rendi afal banget.
      “duduk situ yuk.” Kak rendi menunjuk tempat di sudut kedai dekat dinding kaca yang dialiri air sehingga terkesan seperti sedang hujan. Tempat yang nyaman.
      “sekarang kamu mau apa lagi?” tanya kak rendi.
      “maksudnya?” aku balik nanya ga ngerti.
      “kebelet pipis, poop, gatel, laper, aus, ato apalah sejenisnya yang bisa ganggu pembicaraan kita.” Jelas kak rendi serius. “buat antisipasi aja.” lanjutnya.
      “hehehe… udah ga pengen apa-apa lagi kok kak.” Aku nyengir. ngerti maksudnya dia.
      “permisi mas, mbak, ini pesanannya.” Seorang pelayan datang membawakan pesanan kami. Ada 2 gelas besar es krim coklat kismis dengan wafer roll dan taburan kismis tentunya + biscuit sebagai pelengkap waktu makan es krim. Heem,, yummy… *liur bercucuran :D
      “aku tau ga semudah itu buat kamu buat lupain izal. aku bisa ngerti perasaan kamu ke dia. aku sayang sama kamu sof. Aku ga tega liat kamu sedih gara-gara izal. aku ga mempermasalahkan perasaan kamu ke izal sekarang. aku akan sembuhin luka kamu. aku akan bantu kamu lupain dia. aku ga mau kamu teru-terusan tersakiti sama dia. karena disaat kamu sakit. aku juga sakit.” kata kak rendi panjang lebar. Dia menatapku lekat dan menggenggam tanganku.
      Ya. ga semudah itu lupain izal. tapi, aku ga bisa terus-terusan hidup dalam bayang-bayangnya dia. aku ga bisa ngusir dia dari hidupku saat aku sendiri. tapi, gimana kalo ada kak rendi disisiku. Mungkinkah?

      ***

      Izal duduk di dalam mobilnya. Sudah 2 jam lebih dia berada di depan rumah sofi. entah apa yang di tunggunya. Jangankan memikirkan menunggu apa. alasan kenapa dia bisa sampai di rumah sofi saja dia ga tau. *ckckck izal… what’s wrong with u?
      Hubungannya dengan sonia memang membaik. Tapi itu tidak berlaku untuk hubungannya dengan sofi. mungkin gara-gara pertengkaran waktu itu. wajar saja kalo sofi menghindar darinya. Tapi yang ga harus juga kali. Ada banyak hal yang ga sofi mengerti. dan terlalu banyak hal yang perlu di jelasin ke sofi. mulai dari alasan kenapa izal bisa jadian sama sonia, alasan kenapa sekarang izal tambah deket sama sonia,,, AARRGGHHH kenapa jadi banyak alasan begini sih? terus gimana jelasinnya kalo sofi aja sekarang uda tolak menolak sama izal.
      Sebuah mobil berhenti tepat di depan gerbang tinggi rumah sofi. beberapa meter jaraknya dari mobil izal yang sedari tadi terparkir di bawah pohon cemara depan tembok pagar rumah sofi.
      “loh itu kan…” gumam izal ketika melihat Honda jazz silver yang berhenti di depannya.
      Tak lama kemudian dia melihat rendi keluar dari mobilnya dan membukakan pintu untuk sofi? Arrghhh!! DAMN!!
Dia melihat rendi dan sofi berbincang-bincang sebelum akhirnya… ANJRIT!! Rendi nyium kening sofi?!!

***

      “Sofi!!”
      Terdengar suara seorang cowo memanggilku. Kok dia bisa ada disini? aku tak menghiraukannya. Cepat-cepat aku membuka kunci gerbangku, membuka handlenya dan masuk, tapi langkahku tertahan. Ah, dia menarik tanganku. Aku menarik nafas panjang dan berbalik menatapnya.
      “izal,, lo apa-apaan sih…?!” aku berusaha menarik tanganku dari genggamannya. Tapi ga bisa. terlalu kuat. “izal,, sakit. lepasin!!”
      “disini ga ada sonia. sekarang lo ga bisa menghindar.” Bisik izal yang sekarang memelukku.
      “izal,, lepasin!!” aku mendorong tubuh izal berusaha melepaskan pelukannya. Tapi lagi-lagi ga bisa. akhirnya aku mengalah dan lebih memilih untuk diam. dipeluk izal begini,, aku jadi mikir dan bertanya-tanya dalam hati.
Ini izal yang ketinggian, ato aku yang emang mungil sih? kalo diliat-liat perasaan kita sejajar deh, yea… emang rada tinggian Izal dikit sih, tapi ga separah ini. masa’ tinggiku Cuma sebahunya dia?! posisi kupingku tepat didadanya dia. jadi aku bisa denger dengan jelas detak jantungnya yang berdegup kencang.
      “sof, bisa ga lo tunggu gue sebentar aja?” bisik izal lirih.
      Aku diam. aku tau maksudnya. Bisa aja sih sebenernya. Toh perasaan ini juga belum berubah, meskipun sedikit terguncang karena ada kak rendi. tapi sampai kapan aku harus nunggu dia? sampai belut punya kaki? Ato sampai lele punya bulu? Ato sampai bulan bisa pelukan sama matahari? Kiamat dong. tidak… tidak… tidak…
      “gue tau gue egois, gue berharap lo tetep disisi gue sementara gue sama sonia. tapi lo harus tau, gue punya penjelasan tentang semua ini.” lanjutnya. Dia melepaskan pelukannya dan menatapku lekat.
      “penjelasan apa? penjelasan kalo sekarang lo mulai suka sama sonia, trus lo berharap gue nungguin perasaan lo itu berakhir, sampe akhirnya tar lo bisa sama gue, gitu? Jadi maksudnya lo nyuruh gue antri, eh?” haduh,,, kenapa aku jadi marah-marah gini sih? calmdown sofi,,, calmdown…
      “bukan itu sofi,,, lo tau gue Cuma suka sama lo. gue ga pernah suka sama sonia.” jelas izal
      “ga pernah suka kok jadian? Kalo emang ada penjelasaannya, kenapa lo ga jelasin dari dulu-dulu?” aku keras kepala.
      “itu karena lo ga pernah mau dengerin gue.” izal mulai emosi.
      “ok sekarang gue dengerin lo. lo bisa jelasin semuanya.” kataku dingin.
      “ok. semuanya berawal dari kecelakaan lo di townsquare itu. waktu itu kondisi lo kritis, dan lo…”
      Kalimat izal terhenti. Aku mendengar dering hp berbunyi. mungkin miliknya. Dan benar. Izal mereject panggilannya. Dia menatapku lekat dan akan nmelanjutkan kembali kalimatnya yang sempat terputus. Tapi hp nya bunyi lagi. izal mendengus kesal. Aku memutar bola mataku bosan.
      “angkat tuh. Berisik.” Kataku dingin. izal keliatan bimbang, tapi akhirnya menjawab telfonnya.
      “hallo, apaan sih sonia?” izal jengkel.
      Sonia? hatiku mencelos. Bahkan disaat kayak ginipun sonia masih aja jadi dinding pembatas antara aku sama izal. padahal aku juga penasaran banget sama penjelasannya dia. hubungan mereka emang ga beres menurutku. Tapi meskipun begitu sukses bikin aku patah hati. *berurai air mata.
      “ah, udah lah zal. gue ga ada waktu buat jadi obat nyamuk lo yang lagi kencan via udara sama sonia. semuanya uda cukup jelas buat gue. lo lanjutin aja hubungan lo sama sonia, kalian cocok kok.” Aku beranjak dari tempatku.
      “sofi…!! hey… sofi!!” (brak… brak… brak…) izal menggedor gerbang besi rumahku. Aku tak peduli dan melanjutkan langkahku menyusuri halaman rumahku yang luas. Katanya ga suka, tapi jadian. Kayaknya terpaksa, tapi semesra itu. gue sakit liat kalian, semua ini buat gue luka. Mungkin semuanya uda cukup sampai disini. lupain penjelasan izal. itu ga penting. Karena ini saatnya buat lupain dia.

***

      Sonia sedang bersiap-siap dikamarnya sambil bersenandung ria. Sonia melirik kalender kecil yang ada diatas meja riasnya. hari ini tanggal 29. Hari yang telah di tunggu-tunggunya selama beberapa minggu terakhir ini. yup!! hari ini adalah hari dimana audisi solois akan dilaksanakan. Hari ini sonia akan mempersembahkan penampilan terbaiknya yang merupakan hasil dari kerja kerasnya mengikuti les vocal selama ini.
      “kali ini gue pasti lolos. Les vocal udah, minum madu, minyak zaitun, semuanya udah gue lakuin. Kurang apa lagi coba? Gue harus lolos. Lagian, panitia Mo lolosin peserta kayak gimana lagi kalo bukan yang kayak gue.” kata sonia sok. Sambil tersenyum sinis pada bayangannya sendiri. tapi, tak lama kemudian senyumnya memudar.
      “tunggu. Kalo ga salah, sofi ikutan audisi ini juga kan. hem,, meskipun gue yakin kalo penampilan gue lebih bagus dari dia, tapi,, keberadaannya sofi masih tetep jadi ancaman buat gue. gue harus lakuin sesuatu.” Gumam sonia. dia duduk di kursinya seperti sedang memikirkan sesuatu. Dan akhirnya senyum sinis dan licik mengembang di bibir indahnya. sonia beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju dapur. Ada susan yang sedang membuat sandwich disana. Tapi susan keliatannya lagi sibuk. Jadi dia ga akan tau yang terjadi. Bagus.

***

      “lo ga lupa kalo nanti ada audisi solois kan?” tanya susan seraya mengingatkan.
      “engga kok. Istirahat kedua kan?!” jawabku santai. susan mengangguk.
      “oh, ya. gue bawa sandwich nih. lo makan gih. Audisinya kan pas istirahat makan siang. Jadi lo harus makan sekarang, soalnya nanti ga bbakalan sempet.” Susan mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya dan menyodorkannya padaku.
      “bener juga yah. hem,, lo baek banget sih sama gue. perhatian lagi. gue jadi curiga. Lo ga lagi naksir gue kan?!” aku melirik susan dengan tatapan menyelidik.
      “yeey, gue normal kali sof. Lo tu baek. Makanya gue suka baek-baek sama lo. udah, makan gih!!” susan mengambil kotak bekal itu dari tanganku, membukakan tutupnya lalu menyodorkannya kembali padaku.
      “hem, kayaknya enak.” Kataku sambil menatap dua pasang sandwich didalam kotak bekal susan.
      “pasti dong, gue sendiri yang buat. Buruan makan. Tar keburu masuk lagi. abisin yah!!” aku mengangguk lalu mengambil sepasang sandwich. “selamat makan…”
      “hey sofi!!”
      Suara seseorang sukses menggagalkan niat makanku, padahal uda mangap. Tinggal gigit doang. Aku melirik kearah pintu tempat suara itu berasal, ada suci yang berjalan kearahku.
      “lo udah ke ruang BK belu,” tanyanya setelah sampai di mejaku.
      “eh? ruang BK? Ngapain?” tanyaku sambil meletakkan kembali sandwichku.
      “gue, lo, sama susan di panggil keruang BK sekarang. nih surat panggilannya.” Suci menyodorkan secarik kertas yang merupakan surat panggilan dari BP. Ada namaku yang tertulis di kertas ini. waktu panggilannya jam istirahat pertama yang berarti sekarang.
      “gue malah baru tau ini.” gumamku. Susan mengambil kertas itu dari tanganku.
      “ngapain BP manggil kita?” tanyanya. Suci mengangkat bahunya tanda tak tau.
      “ya udah deh. Kita kesana aja. disitu tulisannya informasi. Palingan juga mo di konseling soal universitas, taun depan kan kita uda kuliah.” Jawabku. Suci dan susan manggut-manggut.

      ***

      Seorang cewe yang sedari tadi berdiri di depan kelas tersenyum puas menatap punggung Susan, Sofi, dan Suci yang semakin lama semakin menjauh. Tengok kanan, tengok kiri, setelah merasa keadaan cukup aman, cewe itu memutuskan untuk masuk kelas.
      Berhubung lagi istirahat jadi keadaan kelas sepi karena anak-anak lebih suka menghabiskan waktunya di cafeteria atau browsing di hotspot area. Ini member keuntungan tersendiri bagi cewe itu karena dia bisa dengan leluasa menjalankan aksinya.
      Cewe itu mendekati meja sofi dan mengambil kotak bekal yang tergeletak begitu saja di meja, meletakannya di mejanya sementara dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
      “sory zal, gue uda ingkar janji sama lo. gue terpaksa lakuin ini. gue janji, ini kejahatan terakhir yang gue lakuin buat sofi.” gumam cewe itu sambil mengoleskan sesuatu diatas roti pelapis sandwich sofi.

***

      “kemana aja lo? tumben ga ngekor gue?!” ledek izal begitu melihat sonia yang berjalan mendekatinya.
      “kenapa? kangen yah…” goda sonia yang duduk disamping izal sambil menyeruput milkshake milik izal.
      “yeey, puny ague tuh. Beli sendiri.” izal merebut gelas milkshakenya dari tangan sonia.
      “ish, lo mah pelit banget. sama cewe sendiri juga.” sonia cemberut. Izal tersenyum sinis sambil menyeruput habis milkshakenya. “zal, tar gue audisi. Lo temenin gue yah. kasih semangat biar gue lolos.” Sonia bergelayut manja di tangan izal.
      “ummm,,, tapi tar abis itu lo anterin gue ke klinik THT yah?” kata izal.
      “loh, emang kenapa? lo sakit zal?” sonia membolak balik wajah izal.
      “sekarang sih engga. Tapi tar abis denger lo nyanyi pasti kuping gue berasa kayak ada tawonnya. Ngiiuuungg… nguuuung… nguuuung… gitu” ledek izal.
      “ish, lo mah ngledekin gue mulu.” sonia cemberut lalu mencubit perut izal, membuatnya meringis kesakitan.

***

      Suasana aula sudah ramai dengan peserta audisi. Para panitia yang terdiri dari anak OSIS dan anggota vocal grup sedang melakukan persiapan. 3 orang juri yang terdiri dari 1 pelatih olah vocal, dan 2 guru seni sudah siap dimejanya. Sedangkan para peserta menunggu gilirannya dengan tampang tegang mirip orang pengen poop.
      Aku melihat izal dan sonia duduk di bangku panjang di pinggir aula, tepat bersebrangan denganku. Izal bersandar pada dinding aula, stay cool dengan tangan terlipat di dada, mata yang terpejam dan headphone di telinganya. Sedangkan sonia yang duduk disampingnya terlihat sedang mengalungkan nomor pesertanya, ada gurat ketegangan yang tersirat di wajah angkuhnya.
      “ekhrem…” aku berdeham sambil mengelus leherku. Ada yang aneh. Sejak jam pelajaran tadi tenggorokanku rasanya serak dan gatal.
      “sof, gue tegang nih…” kata susan yang duduk disampingku. Aku melihat dia meremas remas tangannya sendiri sambil sesekali mengetuk-ketukkan kakinya di lantai.
      “ehm,, lo tenang aja,, ekhrm,,, gue aja yang mo… ekhm… audisi asik-asik ekhrm… aja.” aku menenangkan susan.
      “sof, lo kenapa?” tanya susan yang heran mendengarku bolak-balik berdeham.
      “tenggorokan gue serek.” Keluhku sambil mengelus leherku.
      “lo mo minum? Nih gue ada air.” Susan menyodorkan botol air mineral padaku.
      “gimana? Uda baikan?” tanya susan setelah aku selesai minum. Aku mengangguk.
      Drrt… drrt… drrt… hp ku getar.
      From: Kak Rendi
     Gimana audisinya? Sukses? :D

      To: Kak Rendi
     Ini lagi nunggu giliran

      From: Kak Rendi
     Oh, good luck yah. cium dulu biar tambah semangat (*^3^)/

      aku tersenyum membaca sms dari kak rendi. jadi… kita beneran jadian yah? aku sendiri ga tau. jalani aja lah…

***

      From: Sofia
     Hahaha di cium kebo :p
    
     “ciye… ciye… yang baru jadian. Sumringah bener.” Goda marco yang meihat rendi senyum-senyum sendiri sambil menatap layar hp-nya.
      “ngomong-ngomong, gue lagi laper nih. kayaknya asik kalo ada yang nraktir. Apalagi kalo inget jasa gue kemaren, kerja keras buat nyiapin surprise itu nguras tenaga banget. perut gue pasti seneng kalo diisi beefsteak ato seafood sejenis tuna, lobster asem manis, kepiting pedas, hem…” marco duduk bersandar di bangku taman kampus sambil mengelus perutnya membayangkan makanan-makanan enak itu.
      “iya… iya… bawel banget si lo. kayak tukang kredit.” Rendi melempar marco dengan ranselnya. “ya udah. Jalan gih, da siang. Tar gue mesti jemput sofi.” rendi bangkit dari kursinya dan mengambil ranselnya dari pangkuan Marco.
      “haaseeekk… makan-makan.” Marco tersenyum puas lalu berjalan menyusul rendi.
      “tapi ngomong-ngomong… dompet gue ketinggalan nih. pake duit lo dulu yah.” rendi meraba saku celananya.
      “yee,, sialan lo. sama aja boong kalo begini mah.” Gerutu marco. Rendi tersenyum. dia hanya menggoda marco. Mana mungkin dia meninggalkan barang mungil yang penuh dengan kertas dan kartu ajaib itu.
      Rencananya berjalan dengan baik. dan berkat bantuan marco dengan surprise yang disiapkannya yang sinet banget tapi sukses membawa rencananya ke tahap lanjutan. Jadian dengan Sofi.
      “hah?? Lo mo nembak sofi?! bukannya sofi cewenya Izal?” tanya marco yang terkejut mendengar pernyataan rendi. “tunggu, gue juga mo nanya sama lo nih, kenapa waktu lo nganterin sepatu gue, lo dateng sama Sofi? bukannya cewe lo Sonia?!” tanya marco lagi.
      “ye,,, cumi. Makannya dengerin gue dulu! orang gue baru ngomong satu kata, elo uda nanya satu paragraph. Kayak soal ujian bahasa Indonesia tauk!!” rendi menoyor kepala marco. Yang di toyor malah nyengir.
      “jadi gini, gue sama sonia uda game over. Sekarang gue deket sama Sofi dan pengen nembak dia.” jelas rendi.
      “tapi kan…”
      “tapi apa? izal suka sama Sofi? terus kenapa? Cuma suka ini. mereka ga jadian kan. lagian sofi-nya asik-asik aja sama gue. jadi ga ada salahnya kan, kalo gue pengen nembak dia.” rendi memotong kalimat marco.
      “bener juga sih. tapi gue ga enak sama Izal. kalo dia sakit hati gimana?” marco ragu.
      “ish. Lo kenapa jadi mellow begini sih?! kalo dia sakit hati gara-gara sofi sama gue, ya salah dia sendiri kenapa ga nembak sofi dari dulu. lagian, gue yang bakal sakit hati kalo dia nembak sofi duluan. So, apa bedanya?! Hidup itu persaingan men. Siapa cepat, dia dapat. Lagian dia juga uda jadian sama sonia.” rendi meyakinkan.
      “sinting lo berdua. Jadi acaranya tukeran pacar apa bales dendam nih?! terus, lo mau gue  lakuin apa?” tanya marco serius.
      “gue pengen lo siapin candle light diner buat gue sama sofi di gedung itu. konsepnya terserah, tapi harus romantis. Gue pengen nembak Sofi disana.”
      “ok. itu gampang nanti malem pasti beres.” Marco setuju. Rendi tersenyum puas.
      Sofi udah jadi miliknya. Sekarang apa lagi? apa dengan begini uda cukup buat nyakitin Izal? Tentu tidak…

To be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar