Senin, 16 Januari 2012

.:: Eeniee Meeniiee ::. pt. 19

***


Satu per satu peserta audisi telah di panggil untuk di uji kualitas suaranya. Disini mah serba salah. Yang uda di panggil wajahnya tegang nunggu pengumuman. Yang belum di panggil malah lebih parah lagi, wajahnya kayak orang nahan kentut saking tegangnya nunggu giliran. Kayak lagi nunggu pengumuman hasil audisi American idol aja. padahal mah Cuma audisi solois doang. Ga lolos juga ga bakalan mati kan? aneh anak-anak ini. segitu pentingnya yah posisi solois?
      Sebenernya, aku sendiri juga tegang. Bukan karena nunggu giliran ataupun nunggu hasil pengumuman. Tapi karena tenggorokanku yang makin terasa kering dan serek.
      “ekhm… ehm… ehm… ehm…” aku terus berdeham mencoba mengusir lempengan sebesar piring yang terasa nyangkut di tenggorokanku.
      “nomor audisi 56, atas nama Sonia Prastika silakan maju ke panggung untuk di audisi.” Aku mendengar panitia memanggil nama Sonia.
      Aku melihat sonia berjalan dengan mantap menuju panggung. Sementara Izal masih tetap di posisinya semula. Bersandar di dinding dengan tangan didada, mata terpejam, dan headphone. Sikap yang ga wajar mengingat dia sebagai pacar yang harusnya memberi semangat sonia, bukannya malah stay cool begitu.
      “sof, lo gapapa? habis ini giliran lo.” tanya susan cemas, aku mengangguk meskipun sebenarnya aku sendiri tak yakin bisa audisi dengan keadaan kerongkongan begini. duh,,, kenapa tiba-tiba jadi begini sih?! perasaan tadi pagi aku normal-normal aja.
      “do… re… mi… fa… so… la… si… do…” sonia sedang melakukan tes nada dasar dengan baik.
      Aku menatap nomor peserta yang ku kalungkan di leherku. No. 57. Yup, setelah ini aku. dan ini gawat karena kerongkonganku kayaknya lagi ga asik buat diajak kompromi. sonia baru saja menyelesaikan lagunya. ‘yang terbaik bagimu’ by gita gutawa. Argh!! Tau sendiri kan fantanstik nya vocal gita gutawa, meskipun suaranya ga bisa lebih tinggi dari darinya, tapi sonia bisa menyanyikan lagu itu dengan sempurna tanpa fals sedikitpun. sonia membungkukkan badannya mengakhiri penampilanya. Juri mengangguh. Sonia turun dari panggung diiringi riuh tepuk tangan dari peserta lain. penampilannya memang memukau. Aku melihat senyum tipis menghiasi bibirnya. Tipis, tapi terkesan sinis bagiku.
      “57, Sofia Pervita.” Aku mendengar panitia memanggilku.
      “sof, giliran lo tuh.” Tegur susan.
      “eh,? iya.” jawabku ragu.
      Aku beranjak dari tempatku dan melangkah gontai menuju panggung. Bukan karena aku nerves, ato ga percaya diri. Tapi tenggorokanku rasanya semakin sakit. helloo… siapa yang mo ngojekin tenggorokannya buatku. Kalii inii aja. se-jam 5000 deh. :p ga ada yah? mampus deh.
      Aku berdiri di tengah panggung. Disebelah kiriku ada juri yang siap menilai penampilanku dan di depanku ada penonton dan peserta lain yang riuh bertepuk tangan menyambut penampilanku. Tak terkecuali Izal yang kini menatapku meskipun dia tidak ikut bertepuk tangan. Aku melirik ke tempat duduk yang baru saja aku tinggalkan, aku melihat susan mengacungkan 4 jempolnya *yang 2 pinjem jempol tetangga :D, sambil tersenyum menyemangatiku.
      “baik, sofia kamu siap?” tanya juri yang duduk di posisi paling kiri. Aku mengangguk ragu.
      “ok. kita mulai dari nada dasar C.” kata juri itu lagi. lalu memberi instruksi pada Rama yang sejak awal audisi memainkan keyboard untuk mengiringi music.
      “ekhm…” aku berdeham memastikan suaraku baik-baik saja. Juri itu mengangguk mempersilakan. Aku menarik nafas memastikan diriku lebih siap.
      “do… re… mi… fa… so… la… uhuk… ukh… uhuk…” tenggorokanku tercekat, membuatku batuk. Aku melirik susan yang menapku hawatir. Disisi lain izal juga mengernyit menatapku. Sementara sonia tampak acuh dan memilih untuk memakai headphone izal.
      “ma… maaf…” gumamku lirih.
      “coba kamu ulangi lagi.” kata juri yang duduk di tengah.
      ‘glek’ aku menelan ludah lalu menarik nafas panjang.
      “do… re… mi… fa… so… la… uhk… uhuk… uhk…” lagi-lagi aku batuk. Argh!! Tenggorokanku sakit banget.
      aku  melihat penonton yang saling berbisik dan menatapku aneh, susan terlihat cemas. Aku melihat juri menggeleng. Aku pikir ga ada gunanya lagi aku berdiri disini. aku ga mungkin lanjut ikut audisi dengan keadaan begini, yang ada malah malu-maluin diri sendiri. aku membungkuk mengakhiri penampilanku yang kacau lalu turun dari panggung dan langsung keluar dari aula, tanpa mempedulikan tatapan aneh dak tak percaya penonton yang ada disana.
      Aku duduk di gazebo yang ada di taman depan ruang Osis. Parah-parah-parah. Makin sakit aja ni tenggorokan. Rasanya kayak ada piring berduri yang nyangkut disini. jangankan buat nyanyi di audisi, buat ngomong aja uda ga sanggup.
      “Sofia…!!” aku melihat susan berlari kearahku lalu duduk disampingku.
      “lo kenapa? sakit?” tanyanya hawatir.
      “teng-orok-an gue sak-it bang-et…” jawabku terbata-bata dengan suara serak.
      “ini lo minum nih!!” susan mengeluarkan botol air mineral bekasku tadi dari tasnya, aku menenggak habis sisa air di dalamnya. “kok  bisa begini gimana?”
      “u-e-ak-ta-u.” arrgghhh. Suaraku ilang sekarang.
      “lo salah makan kali. Tadi lo makan gorengan yah? pasti gara-gara minyaknya tuh.” Kata susan. Aku menggeleng lalu mengeluarkan hp dari saku kemejaku dan mengetikkan beberapa kata lalu menyerahkannya pada Susan
      “seinget gue, gue ga makan apa-apa. tadi di rumah gue Cuma minum susu dan makan sandwich dari lo pas istirahat.” Susan mengeja tulisanku.
      “kok bisa yah? terus kenapa? masa’ gara-gara sandwich gue?” tanya susan lalu mengeluarkan kotak bekal dari tasnya. Didalamnya masih ada sisa satu sandwich lagi. susan memakan sandwichnya, dan mengunyahnya pelan-pelan.
      “enak kok. Ga ada apa-apanya. Eh? tapi kok… kok ada rasa kacangnya yah?”
      Susan mengernyit. Aku memotong sisa sandwich susan dan mengobrak-abrik isinya. Aku melihat ada olesan selai di tiap sisi dalam rotinya. Aku mencium baunya. Shit!! Ini selai kacang, jadi tadi aku makan sandwich yang ada selai kacangnya? Pantesan. Tapi tadi pas makan kok ga kerasa yah? ah, lagi laper sih. keenakan makan, racun pun jadi berasa madu.

      ***

      “kok bisa yah ni roti tiba-tiba ada selai kacangnya? gue yakin ga ngolesin selai itu. orang ini sandwich, jadi gue pake mayo. Kalo gue pake selai, namanya roti bakar, bukan sandwich. Pasti ada orang yang ngerjain sofi nih. sofi di jebak. Jangan-jangan…” susan menggantung kalimatnya.
      Waktu dia sedang membuat sandwich tadi pagi, dia melihat sonia mengendap-endap menuju dapur. Mungkinkah? Masuk akal juga sih kalo kenyataannya iya.
      Susan beranjak dari meja belajarnya. Membawa kotak bekalnya ke dapur untuk di cuci. Dia melihat pintu kamar sonia sedikit terbuka ketika dia melewatinya. Susan menghentikan langkahnya, dan mengintip kamar sonia dari celah pintu yang terbuka.
      Ada sonia sedang duduk di depan meja riasnya sambil menyisir rambut panjangnya.
      “haahhh… hari ini audisinya sukses. Kerja keras gue selama ini ga sia-sia. Seneng banget waktu liat ekspresinya juri sama penonton yang terpesona sama gue. sofi mah lewat. Ternyata… selai ini berguna juga.”
      Susan mendengar jelas kalimat sonia, dia juga melihat sonia yang mengeluarkan toples selai dari dalam tasnya.
      plok… plok… plok… susan bertepuk tangan sambil bersandar di pintu kamar Sonia. “bravo. Lo emang jenius Sonia. ga sia-sia kalo ayah sama bunda keluarin banyak uang buat biaya les lo. tapi, ngomong-ngomong lo les dimana? Otak lo criminal gitu.” Sindir susan. Sonia sedikit terkejut melihat kehadiran susan. Tapi dia langsung tersenyum sinis pada saudara angkat yang masih sepupunya itu.
      “ngapain lo disini? sana, jau-jauh dari kamar gue.” kata sonia angkuh sambil mendorong tubuh susan, tapi susan dengan gesit menarik tangan sonia membuatnya tertarik keluar kamarnya.
      “lo emang ga pernah berubah ya sonia. sadar, sonia. sadar!! Apa ngrebut izal dari sofi masih belum bisa buat lo puas buat nyakitin dia?! lo harusnya intropeksi diri, lo harus sadar kalo orang tu punya jalan hidup dan bawa takdirnya masing-masing. Lo harus terima itu. lo ga boleh protes dan sirik sama takdir orang trus maksain buat rubah takdir lo buat jadi kayak dia. sikap lo Cuma bakal nyakitin orang banyak Sonia. dan lo juga bakal nyakitin diri lo sendiri kalo sikap lo terus-terusan ngutuk takdir. Lo harus inget, kita selalu nemuin kesempurnaan dihidup orang lain, dan selalu merasa kurang sama hidup kita sendiri. itu kenapa? karena kita Cuma bisa liat senyum mereka tanpa tau pahit yang keselip di dalamnya. Kita merasa hidup kita kurang karena kita rasain sendiri pahitnya sehingga kebahagiaan yang ada mala terkontaminasi sama pahit itu. lo uda cukup dewasa buat ngerti apa yang gue omongin ini sonia.” susan bicara panjang lebar. Lalu pergi meninggalkan sonia yang masih terpaku di tempatnya.

***

      “kata dokter badan kamu ga tawar sama kacang. Tenggorokan kamu uda infeksi, trus kamu paksain buat nyanyi makanya terjadi peradangan.” Jelas kak rendi yang baru saja kembali ke kamarku setelah mengantar dokter sampai ke luar.
      “kalo emang masih sakit ga usah di paksain buat ngomong. Kamu tidur aja yah.” kak rendi membelai rambutku. Aku menggeleng.
      “kenapa? kamu harus istirahat biar kamu cepet sembuh. Aku kangen sama celoteh kamu. hem,,, aku punya lagu bagus buat pengantar tidur kamu. bentar yah…” kak rendi beranjak dari kursi di samping tempat tidurku lalu mengambil gitar milik kak theoo yang aku sandarkan di sofa, lalu kembali ke sisiku. Dan mengelus pipiku.
      Jreng… jreng… jreng… kak kak rendi memetik gitarnya mencoba menemukan kunci yang pas.

I always knew you were the best
the coolest girl I know
so prettier than all the rest
the star of my show
so many times I wished
you'd be the one for me
but never knew you'd get like this
girl what you do to me

you're who I'm thinkin of
girl you ain't my runner up
and no matter what you're always number one

kak rendi menyanyikan lagu favorite girl dengan aliran akustik dari gitar yang di petiknya sambil sesekali melirikku. nyaman banget rasanya dinyanyiin begini. perlahan akupun mulai mengantuk.

my prize posession
one and only
adore ya girl i want you
the one I cant live without
that's you that's you

you're my special little lady
the one that makes me crazy
of all the girls I've ever known
it's you, it's you

sayup-sayup suara kak rendi masih terdengar, aku hampir memasuki alam bawah sadarku sekarang. mataku mulai terasa berat, perlahan aku memejamkan mataku mencoba menikmati setiap syair yang dinyanyikan oleh kak rendi. menikmatinya, sampai aku terlelap didalamnya.

***

You take my breath away,
With everything you say
I just wanna be with you
My baby , my baby, oh oh,
My miss don't play no games,
Treats you no other way than you deserve cause you're the girl of my dreams

My favorite, my favorite, my favorite,
My favorite girl, my favorite girl
My favorite, my favorite, my favorite,
My favorite girl, my favorite girl
My favorite girl

rendi menghentikan permainan gitarnya. Lalu menyelimuti tubuh Sofi yang sudah terlap dan mengecup keningnya. Wajahnya begitu polos saat tertidur. seperti bayi. Tanpa dosa, tanpa beban. Padahal banyak banget orang di luar sana yang berusaha menyakitinya, termasuk rendi.
      rendi sendiri ga habis pikir. Bagaimana bisa dia menyakiti cewe seindah sofi hanya karena ego dan dendamnya. Sofi bahkan ga tau apa-apa tentang kejadian itu. iblis macam apa gue ini? pikirnya.
      Tapi, ada satu hal yang selama ini dia takutkan. Sofi. gadis cantik bertubuh mungil dengan segala pesonanya. Membayangkannya saja sudah mampu membuatnya kangen. Bertahun-tahun bersama sofi, baru kali ini dia merasakan kenyamanan yang membuatnya ketagihan saat bersamanya. Kenyamanan yang bahkan ga bisa dia rasakan saat bersama Sonia. kenyamanan yang dulu dia rasakan ketika bersama Resti, dan kini kembali dia temukan dalam sosok Sofi. padahal randi hanya menjadikan sofi alat buat balas dendam, tapi dia bisa sepeduli dan seperhatian ini padanya. Mungkinkah akan terjadi perubahan rencana?
      Engga. Itu ga boleh terjadi. sofi anaknya baik, supel, dan periang. Semua orang bisa nyaman sama dia. tetep pada rencana awal. nyakitin izal dengan Sofi sebagai alatnya. Izal mencium tangan kecil sofi. lalu beranjak dari tempatnya, meninggalkan kamar Sofi.

***

      Sonia berbaring duduk lesehan di karpet bulu kesayangannya. Mematikan DVD nya, lalu berbaring menatap langit-langit kamar.
      “…Lo harus inget, kita selalu nemuin kesempurnaan dihidup orang lain, dan selalu merasa kurang sama hidup kita sendiri. itu kenapa? karena kita Cuma bisa liat senyum mereka tanpa tau pahit yang keselip di dalamnya. Kita merasa hidup kita kurang karena kita rasain sendiri pahitnya sehingga kebahagiaan yang ada mala terkontaminasi sama pahit itu…”
      Kalimat susan terus terngiang di telinganya. Membuatnya tak konsen melakukan apapun.
      “…lo uda cukup dewasa buat ngerti apa yang gue omongin ini sonia.”
      “Sofi. selama ini hidupnya emang sempurna. orang tuanya kaya raya. Punya kakak cakep. mo apa-apa tinggal bilang dan langsung diturutin. Kadang, ga minta pun papa sama mamanya langsung inisiatif buat beliin. Dia punya wajah cantik meskipun ga pernah nyalon. Semua cowo terpesona sama dia. riko,, izal,,, dia uda kaya putri yang tinggal di istana. Eh, tapi,,, apa ga kesepian tinggal di istana sendirian? Papa sama mamanya ada di luar negri. Kak theoo juga kuliah di Jakarta. Dia di rumah Cuma sama pembantu dan supir doang. Pasti bosen banget tuh. Siapa coba yang urus dia kalo lagi sakit? siapa yang jadi tempat curhatnya kalo dia lagi kesepian? Dia suka sama izal, tapi izalnya gue rebut. Pasti sakit banget tuh.” Gumam sonia. matanya menerawang langit.
      “gue. gue terlahir bukan sebagai cewe cantik. tau sendiri kan dulu gue gimana. Perlu proses yang panjang buat bisa jadi sesempurna ini. ortu gue juga ga sekaya ortunya sofi. gue ga punya kakak cowo yang bisa di manfaatin buat manas-manasin cowo gue, dan ayah malah ngadopsi susan yang menurut gue bukannya jadi teman, malah jadi beban. Gue benci sama susan karena susan cantik. dan memaksa gue buat bersaing sama dia setelah sama sofi. riko dan izal dua cowo yang gue cinta tapi malah lari ke sofi. naas nian hidup gue. tapi, ga juga deng. Ayah sama bunda emang ga sekaya papa sama mamanya sofi, tapi itu bagus, dengan begitu mereka ga sibuk jadi masih bisa kumpul-kumpul sama gue di rumah. Mereka juga selalu berusaha buat nurutin semua mau gue. mulai dari yang sekecil upil sampe segede mobil. gue emang ga punya kakak cowo dan benci banget sama susan. Tapi sebenernya, susan tu selalu ngajarin hal yang baik sama gue. selalu nasehatin gue, meskipun kadang dia cerewet dan rese. Kalo soal riko sama izal. meskipun riko hilang entah kemana, tapi sekarang izal ada di pelukan gue kan meskipun gue harus nyakitin Sofi.” kenang sonia.
      “hem,,, mungkin susan bener. Hidup manusia emang ga ada yang sempurna. Kita semua di kasih kehidupan dengan kisah yang masing-masing berbeda. Kita juga punya cara sendiri buat jalanin kisah itu. dan selama ini gue jalanin kisah gue dengan penuh dengki. Gue jadi cewe jahat Cuma karena iri sama porsi kebahagiaan seseorang yang sebenernya sama aja porsinya sama milik gue, hanya aja waktu dan cara pembagiannya beda…”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar