***
Satu per satu peserta audisi telah di
panggil untuk di uji kualitas suaranya. Disini mah serba salah. Yang uda
di panggil wajahnya tegang nunggu pengumuman. Yang belum di panggil
malah lebih parah lagi, wajahnya kayak orang nahan kentut saking
tegangnya nunggu giliran. Kayak lagi nunggu pengumuman hasil audisi
American idol aja. padahal mah Cuma audisi solois doang. Ga lolos juga
ga bakalan mati kan? aneh anak-anak ini. segitu pentingnya yah posisi
solois?
Sebenernya, aku sendiri juga tegang. Bukan karena
nunggu giliran ataupun nunggu hasil pengumuman. Tapi karena
tenggorokanku yang makin terasa kering dan serek.
“ekhm… ehm… ehm… ehm…” aku terus berdeham mencoba mengusir lempengan sebesar piring yang terasa nyangkut di tenggorokanku.
“nomor audisi 56, atas nama Sonia Prastika silakan maju ke panggung
untuk di audisi.” Aku mendengar panitia memanggil nama Sonia.
Aku melihat sonia berjalan dengan mantap menuju panggung. Sementara
Izal masih tetap di posisinya semula. Bersandar di dinding dengan tangan
didada, mata terpejam, dan headphone. Sikap yang ga wajar mengingat dia
sebagai pacar yang harusnya memberi semangat sonia, bukannya malah stay
cool begitu.
“sof, lo gapapa? habis ini giliran lo.” tanya
susan cemas, aku mengangguk meskipun sebenarnya aku sendiri tak yakin
bisa audisi dengan keadaan kerongkongan begini. duh,,, kenapa tiba-tiba
jadi begini sih?! perasaan tadi pagi aku normal-normal aja.
“do… re… mi… fa… so… la… si… do…” sonia sedang melakukan tes nada dasar dengan baik.
Aku menatap nomor peserta yang ku kalungkan di leherku. No. 57. Yup,
setelah ini aku. dan ini gawat karena kerongkonganku kayaknya lagi ga
asik buat diajak kompromi. sonia baru saja menyelesaikan lagunya. ‘yang
terbaik bagimu’ by gita gutawa. Argh!! Tau sendiri kan fantanstik nya
vocal gita gutawa, meskipun suaranya ga bisa lebih tinggi dari darinya,
tapi sonia bisa menyanyikan lagu itu dengan sempurna tanpa fals
sedikitpun. sonia membungkukkan badannya mengakhiri penampilanya. Juri
mengangguh. Sonia turun dari panggung diiringi riuh tepuk tangan dari
peserta lain. penampilannya memang memukau. Aku melihat senyum tipis
menghiasi bibirnya. Tipis, tapi terkesan sinis bagiku.
“57, Sofia Pervita.” Aku mendengar panitia memanggilku.
“sof, giliran lo tuh.” Tegur susan.
“eh,? iya.” jawabku ragu.
Aku beranjak dari tempatku dan melangkah gontai menuju panggung. Bukan
karena aku nerves, ato ga percaya diri. Tapi tenggorokanku rasanya
semakin sakit. helloo… siapa yang mo ngojekin tenggorokannya buatku.
Kalii inii aja. se-jam 5000 deh. :p ga ada yah? mampus deh.
Aku berdiri di tengah panggung. Disebelah kiriku ada juri yang siap
menilai penampilanku dan di depanku ada penonton dan peserta lain yang
riuh bertepuk tangan menyambut penampilanku. Tak terkecuali Izal yang
kini menatapku meskipun dia tidak ikut bertepuk tangan. Aku melirik ke
tempat duduk yang baru saja aku tinggalkan, aku melihat susan
mengacungkan 4 jempolnya *yang 2 pinjem jempol tetangga :D, sambil tersenyum menyemangatiku.
“baik, sofia kamu siap?” tanya juri yang duduk di posisi paling kiri. Aku mengangguk ragu.
“ok. kita mulai dari nada dasar C.” kata juri itu lagi. lalu memberi
instruksi pada Rama yang sejak awal audisi memainkan keyboard untuk
mengiringi music.
“ekhm…” aku berdeham memastikan suaraku
baik-baik saja. Juri itu mengangguk mempersilakan. Aku menarik nafas
memastikan diriku lebih siap.
“do… re… mi… fa… so… la… uhuk…
ukh… uhuk…” tenggorokanku tercekat, membuatku batuk. Aku melirik susan
yang menapku hawatir. Disisi lain izal juga mengernyit menatapku.
Sementara sonia tampak acuh dan memilih untuk memakai headphone izal.
“ma… maaf…” gumamku lirih.
“coba kamu ulangi lagi.” kata juri yang duduk di tengah.
‘glek’ aku menelan ludah lalu menarik nafas panjang.
“do… re… mi… fa… so… la… uhk… uhuk… uhk…” lagi-lagi aku batuk. Argh!! Tenggorokanku sakit banget.
aku melihat penonton yang saling berbisik dan menatapku aneh, susan
terlihat cemas. Aku melihat juri menggeleng. Aku pikir ga ada gunanya
lagi aku berdiri disini. aku ga mungkin lanjut ikut audisi dengan
keadaan begini, yang ada malah malu-maluin diri sendiri. aku membungkuk
mengakhiri penampilanku yang kacau lalu turun dari panggung dan langsung
keluar dari aula, tanpa mempedulikan tatapan aneh dak tak percaya
penonton yang ada disana.
Aku duduk di gazebo yang ada di
taman depan ruang Osis. Parah-parah-parah. Makin sakit aja ni
tenggorokan. Rasanya kayak ada piring berduri yang nyangkut disini.
jangankan buat nyanyi di audisi, buat ngomong aja uda ga sanggup.
“Sofia…!!” aku melihat susan berlari kearahku lalu duduk disampingku.
“lo kenapa? sakit?” tanyanya hawatir.
“teng-orok-an gue sak-it bang-et…” jawabku terbata-bata dengan suara serak.
“ini lo minum nih!!” susan mengeluarkan botol air mineral bekasku tadi
dari tasnya, aku menenggak habis sisa air di dalamnya. “kok bisa begini
gimana?”
“u-e-ak-ta-u.” arrgghhh. Suaraku ilang sekarang.
“lo salah makan kali. Tadi lo makan gorengan yah? pasti gara-gara
minyaknya tuh.” Kata susan. Aku menggeleng lalu mengeluarkan hp dari
saku kemejaku dan mengetikkan beberapa kata lalu menyerahkannya pada
Susan
“seinget gue, gue ga makan apa-apa. tadi di rumah gue Cuma minum susu dan makan sandwich dari lo pas istirahat.” Susan mengeja tulisanku.
“kok bisa yah? terus kenapa? masa’ gara-gara sandwich gue?” tanya susan
lalu mengeluarkan kotak bekal dari tasnya. Didalamnya masih ada sisa
satu sandwich lagi. susan memakan sandwichnya, dan mengunyahnya
pelan-pelan.
“enak kok. Ga ada apa-apanya. Eh? tapi kok… kok ada rasa kacangnya yah?”
Susan mengernyit. Aku memotong sisa sandwich susan dan mengobrak-abrik
isinya. Aku melihat ada olesan selai di tiap sisi dalam rotinya. Aku
mencium baunya. Shit!! Ini selai kacang, jadi tadi aku makan sandwich
yang ada selai kacangnya? Pantesan. Tapi tadi pas makan kok ga kerasa
yah? ah, lagi laper sih. keenakan makan, racun pun jadi berasa madu.
***
“kok bisa yah ni roti tiba-tiba ada selai kacangnya? gue yakin ga
ngolesin selai itu. orang ini sandwich, jadi gue pake mayo. Kalo gue
pake selai, namanya roti bakar, bukan sandwich. Pasti ada orang yang
ngerjain sofi nih. sofi di jebak. Jangan-jangan…” susan menggantung
kalimatnya.
Waktu dia sedang membuat sandwich tadi pagi, dia
melihat sonia mengendap-endap menuju dapur. Mungkinkah? Masuk akal juga
sih kalo kenyataannya iya.
Susan beranjak dari meja
belajarnya. Membawa kotak bekalnya ke dapur untuk di cuci. Dia melihat
pintu kamar sonia sedikit terbuka ketika dia melewatinya. Susan
menghentikan langkahnya, dan mengintip kamar sonia dari celah pintu yang
terbuka.
Ada sonia sedang duduk di depan meja riasnya sambil menyisir rambut panjangnya.
“haahhh… hari ini audisinya sukses. Kerja keras gue selama ini ga
sia-sia. Seneng banget waktu liat ekspresinya juri sama penonton yang
terpesona sama gue. sofi mah lewat. Ternyata… selai ini berguna juga.”
Susan mendengar jelas kalimat sonia, dia juga melihat sonia yang mengeluarkan toples selai dari dalam tasnya.
plok… plok… plok… susan bertepuk tangan sambil bersandar di pintu kamar
Sonia. “bravo. Lo emang jenius Sonia. ga sia-sia kalo ayah sama bunda
keluarin banyak uang buat biaya les lo. tapi, ngomong-ngomong lo les
dimana? Otak lo criminal gitu.” Sindir susan. Sonia sedikit terkejut
melihat kehadiran susan. Tapi dia langsung tersenyum sinis pada saudara
angkat yang masih sepupunya itu.
“ngapain lo disini? sana,
jau-jauh dari kamar gue.” kata sonia angkuh sambil mendorong tubuh
susan, tapi susan dengan gesit menarik tangan sonia membuatnya tertarik
keluar kamarnya.
“lo emang ga pernah berubah ya sonia.
sadar, sonia. sadar!! Apa ngrebut izal dari sofi masih belum bisa buat
lo puas buat nyakitin dia?! lo harusnya intropeksi diri, lo harus sadar
kalo orang tu punya jalan hidup dan bawa takdirnya masing-masing. Lo
harus terima itu. lo ga boleh protes dan sirik sama takdir orang trus
maksain buat rubah takdir lo buat jadi kayak dia. sikap lo Cuma bakal
nyakitin orang banyak Sonia. dan lo juga bakal nyakitin diri lo sendiri
kalo sikap lo terus-terusan ngutuk takdir. Lo harus inget, kita selalu
nemuin kesempurnaan dihidup orang lain, dan selalu merasa kurang sama
hidup kita sendiri. itu kenapa? karena kita Cuma bisa liat senyum mereka
tanpa tau pahit yang keselip di dalamnya. Kita merasa hidup kita kurang
karena kita rasain sendiri pahitnya sehingga kebahagiaan yang ada mala
terkontaminasi sama pahit itu. lo uda cukup dewasa buat ngerti apa yang
gue omongin ini sonia.” susan bicara panjang lebar. Lalu pergi
meninggalkan sonia yang masih terpaku di tempatnya.
***
“kata dokter badan kamu ga tawar sama kacang. Tenggorokan kamu uda
infeksi, trus kamu paksain buat nyanyi makanya terjadi peradangan.”
Jelas kak rendi yang baru saja kembali ke kamarku setelah mengantar
dokter sampai ke luar.
“kalo emang masih sakit ga usah di paksain buat ngomong. Kamu tidur aja yah.” kak rendi membelai rambutku. Aku menggeleng.
“kenapa? kamu harus istirahat biar kamu cepet sembuh. Aku kangen sama
celoteh kamu. hem,,, aku punya lagu bagus buat pengantar tidur kamu.
bentar yah…” kak rendi beranjak dari kursi di samping tempat tidurku
lalu mengambil gitar milik kak theoo yang aku sandarkan di sofa, lalu
kembali ke sisiku. Dan mengelus pipiku.
Jreng… jreng… jreng… kak kak rendi memetik gitarnya mencoba menemukan kunci yang pas.
I always knew you were the best
the coolest girl I know
so prettier than all the rest
the star of my show
so many times I wished
you'd be the one for me
but never knew you'd get like this
girl what you do to me
you're who I'm thinkin of
girl you ain't my runner up
and no matter what you're always number one
kak
rendi menyanyikan lagu favorite girl dengan aliran akustik dari gitar
yang di petiknya sambil sesekali melirikku. nyaman banget rasanya
dinyanyiin begini. perlahan akupun mulai mengantuk.
my prize posession
one and only
adore ya girl i want you
the one I cant live without
that's you that's you
you're my special little lady
the one that makes me crazy
of all the girls I've ever known
it's you, it's you
sayup-sayup
suara kak rendi masih terdengar, aku hampir memasuki alam bawah sadarku
sekarang. mataku mulai terasa berat, perlahan aku memejamkan mataku
mencoba menikmati setiap syair yang dinyanyikan oleh kak rendi.
menikmatinya, sampai aku terlelap didalamnya.
***
You take my breath away,
With everything you say
I just wanna be with you
My baby , my baby, oh oh,
My miss don't play no games,
Treats you no other way than you deserve cause you're the girl of my dreams
My favorite, my favorite, my favorite,
My favorite girl, my favorite girl
My favorite, my favorite, my favorite,
My favorite girl, my favorite girl
My favorite girl
rendi
menghentikan permainan gitarnya. Lalu menyelimuti tubuh Sofi yang sudah
terlap dan mengecup keningnya. Wajahnya begitu polos saat tertidur.
seperti bayi. Tanpa dosa, tanpa beban. Padahal banyak banget orang di
luar sana yang berusaha menyakitinya, termasuk rendi.
rendi
sendiri ga habis pikir. Bagaimana bisa dia menyakiti cewe seindah sofi
hanya karena ego dan dendamnya. Sofi bahkan ga tau apa-apa tentang
kejadian itu. iblis macam apa gue ini? pikirnya.
Tapi, ada
satu hal yang selama ini dia takutkan. Sofi. gadis cantik bertubuh
mungil dengan segala pesonanya. Membayangkannya saja sudah mampu
membuatnya kangen. Bertahun-tahun bersama sofi, baru kali ini dia
merasakan kenyamanan yang membuatnya ketagihan saat bersamanya.
Kenyamanan yang bahkan ga bisa dia rasakan saat bersama Sonia.
kenyamanan yang dulu dia rasakan ketika bersama Resti, dan kini kembali
dia temukan dalam sosok Sofi. padahal randi hanya menjadikan sofi alat
buat balas dendam, tapi dia bisa sepeduli dan seperhatian ini padanya.
Mungkinkah akan terjadi perubahan rencana?
Engga. Itu ga
boleh terjadi. sofi anaknya baik, supel, dan periang. Semua orang bisa
nyaman sama dia. tetep pada rencana awal. nyakitin izal dengan Sofi
sebagai alatnya. Izal mencium tangan kecil sofi. lalu beranjak dari
tempatnya, meninggalkan kamar Sofi.
***
Sonia berbaring duduk lesehan di karpet bulu kesayangannya. Mematikan DVD nya, lalu berbaring menatap langit-langit kamar.
“…Lo
harus inget, kita selalu nemuin kesempurnaan dihidup orang lain, dan
selalu merasa kurang sama hidup kita sendiri. itu kenapa? karena kita
Cuma bisa liat senyum mereka tanpa tau pahit yang keselip di dalamnya.
Kita merasa hidup kita kurang karena kita rasain sendiri pahitnya
sehingga kebahagiaan yang ada mala terkontaminasi sama pahit itu…”
Kalimat susan terus terngiang di telinganya. Membuatnya tak konsen melakukan apapun.
“…lo uda cukup dewasa buat ngerti apa yang gue omongin ini sonia.”
“Sofi. selama ini hidupnya emang sempurna. orang tuanya kaya raya.
Punya kakak cakep. mo apa-apa tinggal bilang dan langsung diturutin.
Kadang, ga minta pun papa sama mamanya langsung inisiatif buat beliin.
Dia punya wajah cantik meskipun ga pernah nyalon. Semua cowo terpesona
sama dia. riko,, izal,,, dia uda kaya putri yang tinggal di istana. Eh,
tapi,,, apa ga kesepian tinggal di istana sendirian? Papa sama mamanya
ada di luar negri. Kak theoo juga kuliah di Jakarta. Dia di rumah Cuma
sama pembantu dan supir doang. Pasti bosen banget tuh. Siapa coba yang
urus dia kalo lagi sakit? siapa yang jadi tempat curhatnya kalo dia lagi
kesepian? Dia suka sama izal, tapi izalnya gue rebut. Pasti sakit
banget tuh.” Gumam sonia. matanya menerawang langit.
“gue.
gue terlahir bukan sebagai cewe cantik. tau sendiri kan dulu gue gimana.
Perlu proses yang panjang buat bisa jadi sesempurna ini. ortu gue juga
ga sekaya ortunya sofi. gue ga punya kakak cowo yang bisa di manfaatin
buat manas-manasin cowo gue, dan ayah malah ngadopsi susan yang menurut
gue bukannya jadi teman, malah jadi beban. Gue benci sama susan karena
susan cantik. dan memaksa gue buat bersaing sama dia setelah sama sofi.
riko dan izal dua cowo yang gue cinta tapi malah lari ke sofi. naas nian
hidup gue. tapi, ga juga deng. Ayah sama bunda emang ga sekaya papa
sama mamanya sofi, tapi itu bagus, dengan begitu mereka ga sibuk jadi
masih bisa kumpul-kumpul sama gue di rumah. Mereka juga selalu berusaha
buat nurutin semua mau gue. mulai dari yang sekecil upil sampe segede
mobil. gue emang ga punya kakak cowo dan benci banget sama susan. Tapi
sebenernya, susan tu selalu ngajarin hal yang baik sama gue. selalu
nasehatin gue, meskipun kadang dia cerewet dan rese. Kalo soal riko sama
izal. meskipun riko hilang entah kemana, tapi sekarang izal ada di
pelukan gue kan meskipun gue harus nyakitin Sofi.” kenang sonia.
“hem,,, mungkin susan bener. Hidup manusia emang ga ada yang sempurna.
Kita semua di kasih kehidupan dengan kisah yang masing-masing berbeda.
Kita juga punya cara sendiri buat jalanin kisah itu. dan selama ini gue
jalanin kisah gue dengan penuh dengki. Gue jadi cewe jahat Cuma karena
iri sama porsi kebahagiaan seseorang yang sebenernya sama aja porsinya
sama milik gue, hanya aja waktu dan cara pembagiannya beda…”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar